"Tidak mungkin," lirihku.
Mataku berkaca-kaca. Satu menit kemudian, butiran bening tak kuasa bertahan. Dia mengalir deras dari sudut mataku.
"Aisyah. Kamu kenapa sayang?" Badanku luruh di depan pintu ICU. Lemas.
"Ayok, ikut aku."
Mas Tejo memapahku menuju kursi terdekat dengan ruangan Aisyah. Dadaku tiba-tiba sesak.
"Maafkan aku, Yati yang tak mengawasi Aisyah. Aisyah tertabrak mobil saat bermain. Dan mobil yang menabrak Aisyah lari begitu saja. Sekarang Aisyah masih koma. Aku rela jadi budak Bos Tohir, ya, demi biaya rumah sakit Aisyah."
Panjang lebar Mas Tejo menjelaskan. Aku tak terlalu memperhatikannya. Yang ada di pikiranku sekarang hanya Aisyah. Maafkan Ibu, anakku.
***
Aku tak fokus saat bekerja di warung Mas Tresno. Untungnya pelanggan tak terlalu ramai.
"Mbak Yati, ada masalah?" Tiba-tiba Mas Tresno mendekat. Aku pun terkejut.
"Eh, Mas Tresno. Enggak pa-pa, kok, Mas. Oh, ya, panggil saja saya Yati. Enggak usah pakai Mbak."
"Kalau ada masalah cerita saja. Mana tahu aku bisa membantu. Benar enggak ada pa-pa?" Wajah sendu Mas Tresno mengisyaratkan ketulusannya.