PB PGRI harus dapat jawaban pasti atas kejadian itu. Guru yang lalai dan menyebabkan peserta didiknya meninggal dunia memang bersalah secara hukum. Tapi ingat, mereka bukan residivis dan yang terjadi tentu saja diluar prediksi. Tegakkan hukum yang berimbang dengan etika dan SOP-nya.
Guru dan Pembina Pramuka SMPN 1 Turi itu bukan kriminal. Kelalaian yang mereka lakukan bukan berarti mereka jahat. Meskipun secara hukum dianggap melakukan kejahatan. Para koruptor saja tak digunduli, bandar dan pengedar narkoba tak digunduli, mengapa guru yang lalai itu diselaraskan dengan sosok pembunuh dan residivis?
HINAAN PROFESI
Tamparan keras jelas sudah terjadi pada wajah profesi guru. Guru yang lalai dalam melakukan pengawasan peserta didiknya sudah di-justice sebagai residivis. Perlakuan hina sudah diberikan kepada mereka. Meskipun rentetan penghinaan dan pelecehan terhadap profesi guru sudah lama terjadi di negeri ini. Namun belum ada solusi akurat yang bisa melindungi profesi guru.
Tersangka IYA, DS, dan RY adalah guru yang seprofesi dengan tenaga pendidik lainnya. Meski mereka secara tugas melakukan kesalahan, tetapi mereka bukanlah residivis dan manusia kejam. Mereka sudah meminta maaf dan mempertanggungjawabkan kelalaiannya secara hukum. Tapi perlakuan penggundulan terhadap ketiganya, jelas tak bisa dibiarkan.
Andaikan penulis sebagai orangtua siswa, jelas marah dan tidak terima dengan tragedi itu. Siapa sih orangtua yang mau kehilangan nyawa anaknya? Tapi tolong kita lebih memahami keadaan. Ketiga tersangka sudah menanggung resikonya. Tapi jangan ditambah lagi dengan penghinaan terhadap profesi yang dijalaninya.
Tindakan penggundulan atas ketiga tersangka harus diproses secara cepat, tepat, dan masif. Jangan samakan guru dengan pembunuh. Jangan samakan guru dengan sosok kriminil yang tak punya hati nurani.
Reaksi keras pun dilontarkan Ikatan Guru Indonesia (IGI). Seperti dilansir www.sulselekspres.com pada 26 Februari 2020. IGI menuntut Kapolri mengundurkan diri dari jabatannya, bila tidak memberikan sanksi tegas pada oknum polisi yang melakukan tindakan penggundulan pada ketiga tersangka tragedi SMPN 1 turi.
"Peristiwa pemotongan rambut hingga botak terhadap guru-guru yang diduga lalai dalam menjalankan tugasnya adalah sebuah penghinaan terhadap profesi guru," kata Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim, (26/2/2020).
Terlepas dari kesalahan dan kelalaian tersangka, sesungguhnya tidak layak polisi memperlakukan ketiga guru dengan cara menghinakan mereka dalam bentuk memotong rambutnya hingga gundul lalu memamerkannya ke publik. Seolah polisi jauh lebih menghargai koruptor yang membunuh kemanusiaan dibanding guru yang secara tidak sengaja lalai yang menimbulkan korban jiwa. Begitu ujaran Ramli Rahim mengekspresikan kejengkelannya atas tindakan oknum polisi.
Menurut hemat penulis, apa yang dinyatakan Ketua Umum IGI memang benar adanya. Untuk itu, seluruh guru di Indonesia bisa sejenak menunduk dan merenungkan keberadaannya bagi kemaslahatan umat manusia.