Minimal 4 pertanyaan di atas, tentu akan memberikan akurasi data tentang faktor kesalahan maupun kelalaian yang terjadi. Sisi pandangannya dari aspek administrasi maupun sistem pembinaan kesiswaan. Jawaban atas pertanyaan tersebut akan menjadi bentuk nyata adanya tanggungjawab sekolah maupun unsur pelaksana teknisnya.
Mengapa hal itu perlu ditanyakan? Tentu saja bersumber dari SOP Pembinaan Kesiswaan sekaligus merespon pernyataan Kepala SMPN 1 Turi. Seperti yang dilansir www.regional.kompas.com pada 23 Februari 2020. Adalah Tutik Nurdiyana, Kepala SMPN 1 Turi yang menyatakan bila dirinya tak mengetahui bila ada kegiatan susur sungai.
Menurut sang kepala sekolah, dirinya terkejut saat tiba-tiba dirinya mendapatkan laporan kegiatan susur sungai yang berakhir kecelakaan. Sebab, ia tidak merasa dimintai izin mengenai kegiatan tersebut. Pendamping, kata dia, tidak memberikan laporan. Sehingga, kegiatan susur sungai sore itu tidak diketahuinya.
"Jujur, saya tidak mengetahui adanya program susur sungai di hari kemarin itu, mereka tidak matur (laporan)," katanya. Tutik menduga, tidak adanya laporan diperkirakan lantaran pendamping merasa susur sungai tersebut merupakan program lama dan hal yang biasa dilakukan.
Mencermati pernyataan Kepala SMPN 1 Turi pada media itu, merupakan bentuk kelemahan krusial dalam sistem pembinaan kesiswaan di sekolah yang dipimpinnya. Jelaslah disini ada pihak-pihak yang tidak menjalankan SOP pembinaan kesiswaan.
Sementara itu, dengan ditetapkannya IYA (36 Tahun), DS dan RY (58 Tahun) oleh Polres Sleman sudah dianggap benar. Ketiganya dianggap lalai sehingga menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Kini mereka bertiga pun sudah posisi ada di tahanan kepolisian.
Sebagaimana dilansir pada www.tagar.id pada 25 Februari 2020, ditulis bahwa tersangka IYA saat kegiatan tidak turun ke sungai dan pergi meninggalkan lokasi karena ada urusan pribadi. Tersangka DS, dia menunggu di jembatan finish dan tidak turun ke sungai. Tersangka RY menunggu di sekolah dan tidak turun mengawasi anak-anak di sungai. RY juga beralasan karena faktor hujan yang membuatnya tidak turun ke sungai.
Bila tiga guru PNS yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, bagaimana dengan status hukum Kepala SMPN 1 Turi? Apakah tiga guru itu memang menjadi pihak paling bertanggungjawab atas tragedi SMPN 1 Turi? Tentu semuanya membutuhkan kajian dunia pendidikan atas arti dari tanggungjawab dan wewenang pemimpin.
KPAI DAN PRAMUKA
Tragedi SMPN 1 Turi, Sleman -- DIY, tak luput dari sorotan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Selain menghimbau untuk tidak menviralkan video peristiwanya, nyatanya KPAI juga melontarkan nada "humoris" untuk kegiatan Pramuka.
Salah satunya seperti yang dilansir www.suara.com pada 23 Februari 2020. Dituliskan dalam berita berjudul "Tragedi Susur Sungai SMPN 1 Turi, KPAI Desak Kegiatan Pramuka Dievaluasi". Tertulis bila KPAI meminta Kemendikbud untuk mengevaluasi penerapan kegiatan ekstrakulikuler Pramuka, menyusul kecelakaan mematikan dalam kegiatan susur sungai Sempor oleh siswa SMPN 1 Turi.