Mohon tunggu...
Yusrizal Karana
Yusrizal Karana Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dengkul

21 Juli 2024   16:02 Diperbarui: 21 Juli 2024   16:02 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Akibat benturan di sekitar dungkul ini, ada kemungkinan terjadi gangguan pada daya ingat suamimu," sambungnya.

"Emangnya otak suami saya ada di dengkul?" entak Narti agak emosi.

"Bapak jangan menghina suami saya!" katanya sambil melotot.

"Suami saya ini, walaupun jelek tapi sekolahnya tinggi. Bukan orang sembarangan! Pernah menerima beasiswa sampai S-3," Ia terus saja menceracau nggak karuan, sambil memaparkan silsilah darah biru suaminya, yang konon keturunan Kerajaan Agung Sejagat.

Narti merasa perlu menjelaskan eksistensi Bambang di kancah politik nasional supaya Pak Mijan berhenti menuduh otak suaminya ada di dengkul.

Suasana tiba-tiba crowded dan terancam gaduh di ruang periksa. Pak Mijan sama sekali tidak menduga jika istri pasiennya jadi tersinggung perihal dengkul suaminya yang bermasalah. Dengan suara bergetar, Pak Mijan mulai hati-hati dan memerbaiki ucapannya. Ia memilih kalimat yang aman agar pasiennya tidak tambah murka.

"Sabar buuk..!"

"Duduk dulu," bujuk Pak Mijan.

"Saya nggak bilang begitu. Otak suami sampean masih di tempat yang lama, tapi mengalami pergeseran nilai dan perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi psikologis yang bersangkutan," Pak Mijan coba menjelaskan lebih rinci dengan bahasa yang lebih halus. Padahal sebenarnya ia sendiri kurang mengerti dengan ucapannya yang terakhir.

Tetapi, untuk lebih meyakinkan customer-nya, ia pun memberi contoh salah seorang pasiennya yang lumpuh. Ia menceritakan pengalamannya menyembuhkan pasiennya yang menderita stroke kronis. Mulanya agak sulit menemukan sumber penyakitnya. Namun setelah memeriksa seluruh tubuh pasien, Pak Mijan akhirnya menemukan penyebab yang ia juga tidak menduganya.

"Ternyata kelumpuhan itu disebabkan gigi pasien yang sudah lama patah dan meninggalkan tunggul di gusinya," Pak Mijan menjelaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun