Nino P.O.V
Kirana dan Ryfan terlihat lebih akrab. Sarapan bersama, pergi bekerja bersama, dan hampir setiap hari sekarang ini Kirana duduk dipinggir jendela saat Ryfan belum pulang. Aku menyadari pasti sesuatu sudah terjadi. Seperti sekarang ini. Gadis itu duduk dipinggir jendela walaupun hari masih pagi karena Ryfan akan pulang pagi ini. Ia melamun sambil melirik ponselnya sesekali.
"Kirana, bisa bantu ibu menggoreng ikan?" tanya ibu dan membuat lamunan Kirana pudar. Gadis itu mengangguk dan segera berlari menuju dapur, melewatiku bagaikan angin.
"Hari ini kamu jadi pergi ke Jakarta?" tanya ibu sambil tersenyum.
"Ya... aku harus kesana," jawabku murung.
"Harus?"
"Hari ini adalah hari kelahiran sekaligus hari kematiannya bu," ucapku terbata-bata.
Ibu memelukku, seolah memberikan kekuatan. Aku hanya diam, aku bingung harus berkata apa. Aku juga tidak bisa menceritakan segalanya.
"Dia sudah pergi, No. Apa harus kamu terus begini? Menghukum diri sendiri dan menutup diri? Ibu yakin, Alisia nggak mau kamu jadi begini. Sudah dua tahun, kamu sudah harus bisa melupakan segalanya, memulai kehidupan baru. Kalau Alisia benar-benar mencintaimu, dia nggak akan mau kamu seperti ini dan ibu yakin, dia mencintai kamu sampai akhir hidupnya," kata ibu sambil menepuk bahuku.
"Aku tetap mau kesana, bu," ucapku tegas.
"Baiklah, tapi bawa Kirana juga kesana, ibu nggak mau kamu sedih disana sendirian. Cepat pulang juga."