"Hmm... kalau buahnya buah apa? Apel? Anggur? Stroberi?"
"Anggur. Kenapa memangnya?"
"Aku bingung harus bawa apa. Kira-kira ibu kamu suka sama aku nggak ya? Kalau ibu kamu nggak suka aku bagaimana? Ah iya, baju. Ibu kamu sukanya anak perempuan yang pakai baju kayak apa? Gaya aku aneh nggak?" tanyanya mulai cerewet, membuatku menghentikan mobil.
"Ibu bakal suka kamu. Kamu cantik, dan ibu juga bukan orang yang rewel kok. Asalkan baju kamu sopan, itu juga cukup. Tenang ya," ujarku sambil memegang tangannya.
Alisia mengangguk, tapi jemarinya tidak mau diam. Dia mulai menggesekkan kuku ibu jari dan telunjuk tangan kanannya. Dia tidak tenang, perasaannya sedang kacau dan mungkin dia juga sedikit stres. Aku memang mengajaknya mendadak, karena kedatangan ibu yang juga mendadak. Aku meraih tangannya, menghentikan gerakannya yang memainkan kukunya.
"Berhenti, jari kamu bisa luka," kataku.
"Aku takut,"
"Semuanya pasti berakhir baik," Alisia mengangkat kepalanya saat mendengar kataku. Ia menatapku dengan matanya yang bersinar dan menarik bibirnya, tersenyum padaku. Saat ini aku tahu, satu-satunya wanita yang kucintai selain ibu adalah dirinya.
>>
Aku memegang tangan Kirana tanpa sadar. Aku ingin menenangkannya. Aku ingin dia tahu aku sudah tidak apa-apa. Walaupun aku menangis seperti apapun, walaupun aku memohon dan sebagaimana juga aku meminta, Alisia tidak akan kembali padaku. Aku mulai bisa menerimanya.
"Aku nggak apa-apa, kamu nggak usah merasa bersalah," kataku. Kirana melepaskan tangannya dari genggamanku.