Apakah yang terjadi apabila tidak ada lagi orang bijak di tengah-tengah sebuah komunitas, atau di dalam sebuah organisasi, atau di tengah-tengah keluarga. Yang akan muncul adalah kekacauan, keributan, pertengkaran, bahkan bisa sampai pada peperangan, perang mulut, perang tangan, perang kaki, bahkan perang kayu, parang dan tombak. Dan akibatnya pasti kehancuran.
Ketika ada orang bijak di tengah-tengah komunitas, maka kekacauan bisa dihindari, atau paling tidak bisa dikurangi dan konflik, peperangan tidak akan terjadi. Ketika situasi genting, krisis dan menegangkan, maka kehadiran satu orang bijak bisa menyelesaikan situasi menjadi tenang, adem, damai dan sukacita.
Dalam konteks ini, bisa difahami bahwa kualitas kehidupan komunitas masyarakat, kehidupan keluarga dan kehidupan suatu bangsa akan ikut ditentukan oleh hadirnya orang-orang bijaksana.
Artinya pula, bahwa semakin banyak orang bijaksana maka kualitas kehidupan komunitasnya akan semakin baik dan semakin kuat. Dan sangat mungkin akan semakin maju, bertumbuh dan berkembang. Dipastikan juga bahwa kekacauan dan ketidaktenteraman ditengah masyarakat itu muncul akibat minim dan miskinnya orang-orang yang tergolong bijaksana.
Pernahkah Anda bertemu seseorang yang selalu berdebat dan suka cari ribut? Saya pernah bahkan sering melihat dan juga mengalami berhadapan dengan orang-orang yang kesenangannya ribut dan bertengkar melulu dengan siapapun kecuali yang memang orang-orang yang mengikuti maunya si peribut ini.
Saya memiliki beberapa teman dan kawan yang kalau berbicara dengan orang lain tampil begitu argumentatif dan hanya percaya kepada mereka yang sepakat dengannya. Orang yang beda pendapat dengannya akan terus didebat dan tak mau berusaha memahami pikiran dan pendapat orang lain.
Inilah contoh konkrit perilaku orang yang termasuk tidak bijak dalam mengelola interaksi sosial. Dan tentu saja kalau hampir semua orang memiliki sikap seperti orang ini, maka situasinya tidak ada damai dan tad ada ketenangan, karena dipastikan akan ribut satu dengan yang lain.
Amati, cermati dan perhatikan apa yang terjadi di tengah kemacetan lalu lintas, misalnya. Ketika terjadi senggolan, ataupun tubrukan kendaraan, dipastikan akan cenderung ribut keduanya untuk tidak mau disalahkan. Bila tidak ada orang bijak yang akan terlibat didalamnya maka situasi pasti akan semakin panas, tegang dan konflik akan terjadi.
Orang bijak memang kelihatannya tidak sebanyak orang yang tak bijak. Sebab kalau orang bijak lebih banyak, maka suasana, situasi dan interaksi masyarakat yang sangat beragam tidak akan saling berhadap-hadapan dan berkonflik. Ketika saling memiliki sikap dan perilaku bijak, maka sekeras apapun perbedaan dan konflik yang muncul pasti bisa diselesaikan.
Pinter belum tentu Bijak
Yang dibutuhkan dalam mengelola komunitas itu bukan orang yang memiliki gelar pendidikan setinggi gunung, juga bukan orang yang super pinter atau memiliki kekayaan banyak. Karena gelar akademik, pinter dan kaya bukan jaminan seseorang itu bijaksana dalam hidupnya.
Orang bijak tidak selalu harus seorang sarjana, karena dalam kenyataan orang bijak tidak berpendidikan tinggi, juga tidak memiliki harta kekayaan melimpah.
Orang bijaksana itu termasuk orang yang selalu menggunakan akal budinya, pengalaman dan ilmu pengetahuannya; arif; tajam pikiran, bahkan pandai dan hati-hati, termasuk cermat, teliti, ketika diperhadapkan dengan kesulitan atau masalah dan perggumulan.
Orang bijaksana, dalam tingkah lakunya akan memberikan tanggapan terhadap setiap masalah dan pertanyaan yang orientasi penyelesaian walaupun cenderung menjeratnya, tetapi dia lolos.
Penampilan orang yang memiliki sikap bijaksana adalah sikap tepat dalam menyikapi setiap keadaan dan peristiwa sehingga memancarlah keadilan, kejujuran dan kebeningan hati, sehingga setiap orang yang berselesih akan mendapatkan kedamaian untuk keluar dari kemelut yang menggigit.
Bijaksana difahami dan diamini sebagai sikap positif seseorang dimana dia dapat berlaku adil dan melakukan sesuatu yang tidak cuma-cuma dalam arti memiliki tujuan dan berlandaskan hal yang jelas, terutama menyangkut kepentingan kemanusiaan dari semua orang yang terkait dan terikat dengan situasi pelik yang dihadapi.
Bijaksana adalah sikap di mana orang dapat menempatkan sebuah tugas dengan baik, secara proporsional tanpa menimbulkan ketidakseimbangan baik dari segi implementasi maupun dari segi hasil yang akan dicapai.
Perilaku orang yang bijaksana akan diperlihatkan melalui tindakan berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan kebohongan belaka, dan kata-kata yang keluar dari mulut orang yang bijaksana mengandung hikmat yang memberikan jalan keluar, harapan dan semangat bagi siapa saja yang terlibat dan melihat serta mendengarkannya.
Orang yang bijak tetap tenang di dalam sebuah krisis, dan kalau perlu mereka dapat mundur dan melihat gambaran lebih besar terhadap sebuah situasi yang chaos atau kacau. Mereka lebih tenggang rasa dan dapat merefleksi diri serta mampu menyadari keterbatasan pengetahun mereka sendiri, mempertimbangkan perspektif alternatif, dan mengingat bahwa dunia selalu berubah tanpa harga mati pada sebuah jalan keluar yang dibutuhkan.
Orang bijak berbeda banget dengan orang pinter, dan oleh sebab itu maka kebijaksanaan tidak boleh disalahartikan dengan kepintaran. Meski kepintaran membantu, Anda dapat menjadi pintar tanpa menjadi bijaksana.
Orang yang bijak menoleransi ketidakpastian dan tetap optimistis bahwa permasalahan yang rumit pun memiliki solusi. Orang-orang yang bijak memiliki kemampuan untuk menilai memisah-misahkan mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Dalam mengelola organisasi, ataupun sebuah bisnis atau usaha, orang bijaksana mampu membuat rencana bisnis yang lebih baik dan berhasil karena kemampuannya untuk mengendalikan diri, serta mampu melihat situasi dengan sangat objektif dan bersih terang benderang. Mereka memiliki visualisasi yang sangat kuat dan tajam untuk keluar dari situasi yang sangat pelik sekalipun.
Oleh karenanya, bisa dimengerti kalau orang bijak itu selalu diasosiasikan dengan banyak hal positif dalam cara berpikirnya: memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi, kalaupun memiliki perasaan negatif tetapi jumlahnya lebih sedikit bahkan tidak berarti, memiliki pola hubungan lebih baik serta refleksi yang lebih tidak depresif dalam implementasinya, dan dengan demikian diyakini dan dialami bahwa orang yang paling bijaksana dapat menjalni hidupnya lebih lama ketimbang orang yang tidak bijaksana.
Hasil-hasil survey juga memperlihatkan fakta bahwa mereka yang termasuk orang yang lebih bijaksana, pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin tinggi dari waktu ke waktu, bahkan nampak secara khusus ketika mereka memasuki usia yang semakin tua.
Fakta banyak memperlihatkan bahwa kadar kepintaran seseorang tidak membuat perbedaan terhadap kesejahteraan yang dicapai, mungkin karena level IQ tidak mencerminkan kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan baik atau membuat keputusan dalam hidup sehari-hari yang lebih banyak menentukan hasil capaiannya.
Berbicara tentang orang yang bijaksana pada dasarnya melihat dan melaksanakan apa yang disebut dengan keseimbangan, Betul, bahwa kebijaksanaan adalah tentang keseimbangan.
Seorang yang bijak dapat mengelola keseimbangan hidup antara jangka pendek dengan jangka panjang, seimbang antara kepentingan pribadi dengan kepentingan orang banyak dan orang lain, tidak mengenal kata greedy, serta mampu beradaptasi baik dimasa old maupun zaman now nan milenial.
Periksa Anda bijaksana atau tidak.
Berdasarkan pemahaman yang sangat detail diatas tentang orang bijaksana, maka Anda bisa memeriksa diri sendiri apakah Anda termasuk orang yang bijaksana. Atau paling tidak, seberapa besar dan tinggi serta dalam kadar bijaknya Anda selama ini dalam menjalani, menghadapi dan mengelola perjalanan hidup keseharian Anda.
Jangan berkecil hati apabila Anda belum memiliki kadar yang memadai untuk disebut bijaksana. Atau malah Anda sama sekali tidak bijaksana. Sebab, hasil-hasil kajian dan penelitian menunjukkan bahwa menjadi bijaksana itu bisa dibentuk dan terbentuk dalam jangka waktu yang dijalani.
Anda bisa belajar dan berlatih untuk menjadi orang yang bijaksana, dan lebih bijaksana dalam setiap hari, setiap kegiatan dan setiap problem yang dihadapi.
Menjadi orang bijaksana harus memahami dan mengenal darimana sumber-sumber bijaksana itu. Yaitu, dibangun dan dibentuk dari nilai-nilai luhur yang bersumber dari Sang Ilahi pemberi, pencipta dan pemilik kehidupan. Itulah yang disebut dengan hikmat sebagai sumber menjadi orang bijaksana.
Fahami bahwa hikmat yang berasal dari Sang Tuhan Yang Maha Esa itu adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik, tak mementingkan diri dan kepentingan sendiri. Sang Ilahi selalu bijak untuk memperlakukan ciptaannya, dan karenanya sumber hikmat yang benar adalah dari Tuhan sendiri.
Nasehat bijak berkata bahwa orang bijak berusaha menjaga keharmonisan dalam hidupnya, bahwa hikmat yang sejati itu damai sejahtera. Artinya, apabila Anda bijak, Anda tidak membalas kemarahan orang lain. Sebab sesungguhnya, terhormatlah seseorang kalau ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak.
Kenali sumber perselisihan
Pesan besarnya adalah bahwa ketika terjadi perbantahan, perselisihan dan ketegangan, maka orang bijak harus mencegahnya sebelum itu terjadi. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Tetapi, seseorang bijak hanya bisa menghindari perselisihan jika tahu terlebih dahulu apa penyebabnya.
Sebagai acuan sederhana untuk membentuk sikap dan pola berpikir yang bijak, maka terdapat tiga penyebab mengapa perselisihan itu muncul, yaitu:
1. Membandingkan
Perilaku yang suka dan doyan membanding-bandingkan menjadi sumber sangat potensial terjadinya perselisihan dengan orang lain. Perhatikan, misalnya, apakah Anda pernah menggunakan ungkapan, "Kau sama saja seperti...", atau ungkapan begini, "Kenapa kau tidak bisa seperti dia...", atau lainnya berkata, "Waktu aku seusiamu?"
Hati-hati, sebab apabila Anda sering menggunakan dan berkata seperti itu, Anda menyulut perkelahian dengan orang lain. Semakin sering mengemukakannya, dan semakin memberikan tekanan tonasi suara yang mempetajam maka perselisihan itu akan semakin besar dan besar menjadi pertengkaran dan konflik.
Dengan kata lain, kebiasaan orang yang membanding-bandingkan itu, sesungguhnya bukan sikap dan perilaku seorang yang disebutk bijaksana. Oleh karenanya, kalau Anda ingin menjadi seorang yang bijaksana, maka mulai sekarang hentikanlah kebiasaan membanding-bandinhkan itu.
2. Menghakimi
Sumber yang kedua jauh lebih ekstrim dari yang pertama yaitu membandingkan. Ini tentang kebiasaan dan kesukaannya adalah menghakimi, baik orang maupun situasi atau keadaan yang dihadapi. Dan dengan kebiasaan ini maka perselisihan dan pertengkaran akan sangat mudah terjadi dan pecah.
Perhatikan ungkapan-ungkapan demikian, yang menjadi area atau letak kesalahan banyak orang dengan mengatakan:
"Ini semua salahmu,"
"Kau seharusnya malu,"
"Kau selalu" atau
"Kau tidak pernah,"
"Kau seharusnya..." atau
"Kau tidak seharusnya...,"
Contoh-contoh itu semua merupakan ungkapan-ungkapan yang tak ada manfaatnya, karena niatnya menghakimi, mencari kambing hitam dan jauh dari keinginan untuk mencari solusi yang terbaik bagi semua orang dan bagi situasi yang ada.
Masih ingat tentang sebuah ungkapan yang terkenal yaitu, "Anda bisa mengubur seluruh pernikahan Anda hanya dengan menggali sedikit demi sedikit namun sering." Ya, sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit. Kehancuran tidak mulai dari yang besar tetapi mulai dari hal hal terkecil tetapi selalu, senantiasa dan sering diulang dan dilakukan maka kehancuran akan terjadi dengan sendirinya.
Pola ini juga berlaku untuk semua situasi dan keadaan dan hubungan hubungan lainnya. Hubungan antara karyawan dalam perusahaan bisa hancur kalau sikap dan kebiasaan mengahakimi selalu terus diulang dan diulang dengan pola yang sama.
Dan hendak meyakinkan siapapun bahwa ini bukanlah sikap dan perilaku seorang yang disebut bijaksana. Kalau ingin menjadi orang yang bijaksana dalam hidup Anda, maka jauhi sikap dan kebiasaan menghakimi.
3. Berselisih
Sumber konflik yang ketiga adalah berselisih antara orang dengan orang. Berselisih pada umumnya bukan karena hal besar tetapi biasanya dari hal-hal sepele, reseh, tidak berguna dan termasuk sampah.
Seorang ahli bernama William James suatu kali pernah berkata, "Kunci hikmat dan kebijaksanaan adalah tau apa yang harus dilupakan." Oleh karena itu belajarlah untuk cepat dan mudah memaafkan! Sebab beberapa besar dan berat perkara dan persoalan yang diselisihkan tidak sepadan untuk dipertengkarkan dengan hasil yang diberikan.
Pesan penting dan kabar baiknya adalah sadarilah bahwa apabila Anda ingin bijaksana dalam hubungan Anda dengan siapapun, jangan membalas amarah orang lain dengan amarahmu sendiri.
Karena sungguh betul pesan bijaksana yang berkata bahwa orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan, dan kebodohan akan menghancurkan tidak saja hidupnya sendiri tetapi juga hidup orang lain.
Be wise!
Yupiter Gulo, 3 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H