Mohon tunggu...
Yunita Triyani Mendrofa
Yunita Triyani Mendrofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - S1 Akuntansi

Nama : Yunita Triyani Mendrofa NIM : 43222010178 Prodi : S1 Akuntansi Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak Kampus : Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Quiz - Diskursus Jeremy Bentham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   06:02 Diperbarui: 15 Desember 2023   06:12 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perlu diingat bahwa, suatu perbuatan yang bertujuan baik tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang tidak dapat dibenarkan secara moral. Kritikan lain terhadap teori utilitarian ialah, dapat menimbulkan konflik keadilan, di mana Kritik lain terhadap teori utilitarianisme adalah dapat menimbulkan konflik hak dimana tindakan seseorang tidak menjamin  keadilan terhadap hak setiap orang. Meskipun kepentingan masyarakat adalah yang utama, namun perilaku moral juga harus menghormati hak mutlak individu.

Kita lihat contoh  tindakan  sebagian pemimpin politik yang melakukan kekejaman atas nama masyarakat luas (mayoritas), yaitu korupsi, untuk mencapai tujuannya berperang dan kemudian menimbulkan penderitaan bagi sebagian orang. Dalam dialog Protagoras, Plato mengemukakan gagasan hukum dalam kaitannya dengan praktik  hukuman. Plato menulis bahwa ketika kita menghukum orang yang bersalah, kita tidak boleh mendasarkan hukuman tersebut pada fakta bahwa ia melakukan kesalahan di masa lalu, atau menghukum dengan  balas dendam membabi buta seperti  binatang, namun untuk masa depan, yaitu sebagai tindakan preventif. korup dan lain-lain agar tidak  melakukan kesalahan lagi.

Walaupun kejahatan seperti korupsi sangat merugikan  berbagai pihak, seperti pihak yang berkepentingan, seperti aparat kepolisian dan sebagainya, namun seseorang harus bisa bersikap adil dan tidak mementingkan perasaan pribadi untuk menimbulkan kekacauan ketika yang berkewajiban memeriksa serta menangani kasus. Apabila petugas apparat yang bertugas memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dengan pelaku Anda memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dengan penulis. Pandangan ini tidak hanya terfokus pada besarnya hukuman yang lalu dan sekarang saja, namun lebih pada besarnya hukuman yang akan datang bagi pelaku atau koruptor yang melanggar hukum.

Pelaku korupsi harus dihukum setimpal. Namun perlu diperhatikan bahwa hukuman yang adil tidak boleh hanya melihat sisi negatifnya saja. Perspektif utilitarianisme dapat dilihat sebagai respon terhadap praktik pidana yang hanya melihat pada aspek negatif dari  hukuman yang dijatuhkan kepada subjek yang melanggar hukum. Utilitarianisme mencoba menawarkan konsep alternatif. Utilitarianisme menunjukkan kontrol etis (positivisme hukum) dalam penerapan hukuman. Pemidanaan sebagai pengadilan terhadap seorang pelaku pidana tidak dapat dibenarkan secara moral  terutama karena terpidana telah terbukti bersalah melakukan pelanggaran hukum, namun karena pemidanaan tersebut mempunyai akibat yang positif bagi terpidana, korban, dan orang lain yang hidup dalam masyarakat. Hukum harus mempunyai makna positif dan konstruktif bagi masyarakat. Kalau tidak, hukumannya tidak ada artinya dan tidak ada gunanya. 

Teori hukuman Jeremy Bentham  didasarkan pada prinsip utilitas. Dalam bukunya yang mengungkap, Pengantar Prinsip Moral dan Legislasi, Bentham menguraikan arah dan pandangan hukum dari perspektif psikologis yang mendalam tentang prinsip utilitarianisme. Bentham menulis: "Alam telah menempatkan manusia di bawah kendali dua tuan, yaitu ketidakpuasan dan kesenangan. Apa yang harus kita lakukan dan apa yang ingin kita lakukan diarahkan dan didefinisikan dalam kerangka keduanya. Standar baik dan buruk serta  rantai sebab akibat juga berkaitan erat dengan kedua topik tersebut. Keduanya membimbing kita dalam segala hal yang kita lakukan, katakan, dan pikirkan. Segala upaya untuk meninggalkan ketundukan kita pada dua kekuatan ini hanya  membuktikan dan menegaskan kebenaran ini.

 Dengan menggunakan istilah utilitas atau utilitas, Bentham menekankan kebenaran faktual bahwa setiap orang berusaha menghasilkan bagi dirinya manfaat, keuntungan, keuntungan, kesenangan, kebaikan dan kebahagiaan. Artinya setiap orang berusaha dalam tindakannya  menghindari  situasi ketidakbahagiaan, kesakitan, kejahatan, ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan yang mengganggu ketenangan pikirannya. 

Dari tulisan Bentham di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kebahagiaan hidup setiap orang patut dilindungi, dipelihara, dan dilestarikan. Dari situlah lahir teori kebahagiaan terbesar dari Bentham yang menekankan bahwa tujuan tertinggi setiap orang dalam hidup ini adalah mencapai kebahagiaan. Tidak mungkin manusia tidak ingin bahagia ketika mengalami ziarah eksistensinya dalam realitas kehidupan ini. Kebahagiaan adalah tujuan tertinggi setiap  manusia.

Padahal, harus dikatakan bahwa kebahagiaan adalah kesempatan tertinggi bagi setiap orang di muka bumi ini.  Kebahagiaan dan kesenangan sebagaimana didefinisikan oleh Bentham tidak hanya mengacu pada konsekuensi subjektif (pribadi) dari tindakan manusia, tetapi juga pada tindakan yang diputuskan oleh otoritas negara atau  kebijakan institusi hukum yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur di dalam negeri. Lembaga dalam konteks ini tentu saja merupakan otoritas kehakiman yang berwenang mengambil keputusan terhadap terpidana (pengadilan).

Hal ini menunjukkan bahwa ruang lingkup atau konstelasi pemikiran utilitarian sangat luas, mencakup dimensi individu dan sosial. Maka Bentham menjadikannya prinsip dasar hukum moral. Sebaliknya, kita sampai pada pertanyaan penting tentang bagaimana teori utilitas  diterapkan  untuk menghukum pelaku korupsi.  Jika setiap orang cenderung menghindari  rasa sakit, ketidakbahagiaan, kesedihan, begitu pula dengan terpidana atau koruptor yang ingin dihukum. Seorang koruptor harus secara manusiawi  berusaha menghindari hukuman yang merugikan dirinya. Namun jika seseorang hendak dihukum atau dihukum, maka penegakan hukum  harus menjamin bahwa hukuman yang dimaksud akan mencegah kerugian dan ketidaknyamanan yang lebih besar.

Hukuman yang tidak menjanjikan akibat yang lebih baik di kemudian hari harus ditolak dengan tegas. Hukuman yang baik harus memberikan manfaat positif bagi pelakunya. Hak asasi manusia untuk hidup bahagia dan terhindar dari hukuman yang lebih berat di kemudian hari harus menjadi prioritas untuk menjamin dan melindunginya.

Menurut teori utilitas Bentham, pemidanaan dapat dibenarkan jika dikristalisasikan dua dampak utama dalam penerapannya, yaitu :

  • Pertama, konsekuensi pemidanaan adalah mencegah terulangnya kembali tindak pidana yang dilakukan terpidana di masa yang akan datang. 
  • Kedua, hukuman  memberikan kepuasan kepada korban dan orang lain. Kekhasan pemidanaan ini adalah bersifat preventif di kemudian hari, agar terpidana atau pelaku tindak pidana mengulangi perbuatannya dan memenuhi kebahagiaan pelakunya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun