Mohon tunggu...
Yunita Triyani Mendrofa
Yunita Triyani Mendrofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - S1 Akuntansi

Nama : Yunita Triyani Mendrofa NIM : 43222010178 Prodi : S1 Akuntansi Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak Kampus : Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Quiz - Diskursus Jeremy Bentham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   06:02 Diperbarui: 15 Desember 2023   06:12 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CPI merupakan gambaran  situasi dan kondisi korupsi di tingkat negara atau regional. Secara metodologis, CPI merupakan gabungan indeks dari beberapa lembaga penelitian bergengsi  global. Setidaknya terdapat 13 sumber data dari 12 lembaga internasional terpercaya. THI mengumpulkan informasi dari beberapa sumber berbeda, yang memberikan gambaran kepada dunia usaha dan para ahli mengenai tingkat korupsi di sektor publik. Jika skor 0 dianggap negara korup dan skor 100 dianggap negara korup. Oleh karena itu, semakin tinggi  CPI suatu negara, maka  semakin bersih persepsinya. Sebaliknya, semakin rendah CPI, maka  semakin korup persepsinya. Terlepas dari keterbatasan  hasil penelitian dan metode yang digunakan, harus diakui bahwa CPI (dan survei antikorupsi Bank Dunia) merupakan survei yang komprehensif dan kuat. 

Bagaimana bisa fenomena korupsi di Indonesia mampu dikaitkan teori Jeremy Bentham ( Utilitarisme dan hedonistic calculus)?

 

Dokumen pribadi penulis
Dokumen pribadi penulis

Utilitarisme yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham adalah aliran filsafat yang sangat menganjurkan penerapan hukuman kepada manusia. Utilitarianisme memiliki prinsip  filosofis dasar, atau posisi yang sangat kuat, bahwa  hukuman apa pun yang adil terhadap pelanggar hukum harus mempertimbangkan konsekuensi selanjutnya.

Teori ini sebenarnya merupakan penerapan terbatas dari prinsip dasar etika utilitarian, yang menyatakan bahwa suatu tindakan hanya dibenarkan secara moral sepanjang konsekuensinya bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Akibat positif juga harus diperhatikan dalam hukuman yang diberikan kepada penjahat ini. Hukuman harus memperhatikan konsekuensinya. Dengan demikian, seseorang yang ingin memperoleh kekayaan lebih dengan mengambil uang yang tidak layak diterimanya, atau dikenal dengan korupsi, akan membuatnya memikirkan kembali perbuatan-perbuatan merugikan tersebut di kemudian hari serta akibat dari perbuatan buruknya.

Teori utilitarian tentang hukuman tidak langsung dikembangkan dalam waktu singkat. Ia tumbuh karena berubah dalam jangka waktu yang sangat lama. Teori  hukuman utilitarian mempunyai sejarah  panjang sejak filsuf Plato. Plato (427-347 SM) adalah seorang pemikir Yunani klasik  yang juga mengemukakan gagasan konstruktif penting tentang politik, hukum, dan negara. Bahkan, bisa dikatakan bahwa gagasan Plato  bisa menjadi cikal bakal berkembangnya utilitarianisme di masa depan.

Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan atau banyak orang, tidak hanya satu atau dua orang saja. Kriteria untuk menentukan baik atau buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak, yakni kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak.

Maka tindakan yang membahagiakan banyak orang  adalah tindakan yang terbaik. Mengapa kita harus  jujur dan tidak melakukan korupsi? karena dengan bertindak jujur maka pembangunan akan berjalan dengan baik sehingga meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat luas. Ini berarti kebahagiaan bagi kebanyakan orang. Dengan demikian, doktrin utilitarianisme sepenuhnya bersifat kuantitatif, dimana satu-satunya ukuran perbedaan adalah jumlah kebahagiaan yang dihasilkan oleh tindakan yang berbeda.

Mengingat fenomena kejahatan di Indonesia seperti korupsi yang semakin sulit dipecahkan bahkan prosesnya sangat lama maka penerapan teori ini dapat menjadi solusi untuk mengubah cara berpikir dan memperluas wawasan agar dapat diapresiasi orang lain dalam kehidupannya. Permasalahan individu tidak diprioritaskan dalam teori ini, namun individu harus berkorban demi kesenangan terbesar manusia.

Pemimpin yang mendorong hal ini dapat memenuhi seluruh tanggung jawabnya dan berupaya membawa kesejahteraan bagi orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, penulis berharap seseorang yang tidak merasa berkecukupan bisa mensyukuri apa yang dimilikinya. Factor terjadinya Tindakan korupsi salah satunya gila kekuasaan sehingga pelaku korupsi berperilaku sombong dan berdampak buruk terhadap keberlangsungan hidup dibawahnya. penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa aliran utilitarianisme sangat menekankan pentingnya dampak atau konsekuensi dari suatu perbuatan dalam menilai baik dan buruknya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, dalam arti memajukan kesejahteraan, kebahagiaan, serta kemakmuran bagi orang banyak maka itu adalah perbuatan baik. Namun, jika sebaliknya yang terjadi maka itu adalah perbuatan buruk. Konsekuensi di sini amat dipentingkan, karena menentukan seluruh kualitas moralnya. 

Namun , teori utilitarisme seringkali dianggap membuka peluang lahirnya tindakan menghalalkan segala cara (ends always justify the means), di mana orang bertindak dengan cara-cara yang jahat agar tujuannya tercapai. orang diluar sana malah menyalahartikan tentang teori tersebut seperti bertindak kejahatan meski memiliki tujuan yang baik sebagai contoh korupsi dengan alasan ingin membahagiakan anggota keluarga atau ingin membantu komunitas atau organisasi yang kesusahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun