Mohon tunggu...
Dr Yundri Akhyar
Dr Yundri Akhyar Mohon Tunggu... Dosen - menulis, menulis dan menulis

menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemuliaan Wanita

21 Desember 2021   12:53 Diperbarui: 21 Desember 2021   13:52 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam sejarah kekuasaan Islam pasca zaman Nabi, sebenarnya juga banyak contoh peranan wanita yang sangat penting dan menentukan. Sultanah Radiyah memegang kekuasaan di Delhi (India) pada tahun 634 H./1236 M., termasuk bagian dari kekuasaan Daulat Bani Abbasiyah. Dia meraih tahta berkat kekuatan militer bangsa Mamluk. Radiyah mewarisi tahta dari ayahnya, Sultan Iltutmisy. Dia memiliki dua gelar, yaitu Radiyah al-Dunya wa al-Din dan Balqis Jihan, namanya dicetak dalam mata uang dengan tulisan: "Pilar kaum wanita, Ratu segala zaman, Sultanah Radiyah binti Syams al-Din Iltutmisy" (Mernissi, 1994: 141).

Syajarat al-Durr menaiki tahta Mesir pada 648 H./1250 M. Mirip dengan Radiyah, Syajarat al-Durr memperoleh tahta dari suaminya, Malik al-Salih, penguasa Ayyubiyah terakhir. Dinasti Ayyubiyah adalah dinasti yang didirikan oleh Salahuddin Al-Ayyubi (Saladin), pahlawan perang salib yang terkenal. Meskipun masa kekuasaan Syajarat al-Durr tidak lama, namun rakyatnya sangat menghormatinya sebagai penguasa yang baik dan mumpuni. Di antara doa yang tercatat yang diucapkan kaum muslimin semasa pemerintahannya adalah: "Semoga Allah melindungi sang dermawan Ratu kaum muslimin yang diberkahi keduniaan dan keimanan, ibu dari Khalid al-Mu'tasimiyah, istri setia Sultan Malik al-Salih." (Mernissi, 1994: 142).

Di Yaman, di antara sekian banyak kaum wanita yang memegang tampuk kekuasaan politik, ada dua orang, yaitu Malikah Asma dan Malikah Arwah, yang memiliki kriteria istimewa sebagai kepala negara. Tidak jarang khutbah di masjid- masjid menyebut namanya. Ini merupakan penghargaan dan penghormatan yang sulit dicari bandingannya di negeri Arab manapun setelah kedatangan Islam. Asma binti Syihab al-Sulaihiyah (wafat 480 H./1087 M.) memerintah Yaman dengan baik, bijaksana dan mengagumkan. Arwah binti Ahmad al-Sulaihiyah yang juga mendapatkan kriteria mutlak sebagai kepala negara. Ia adalah menantu Asma, istri putranya yang bernama Al-Mukarram. Arwah memegang tampuk kekuasaan hampir setengah abad lamanya (485-532 H./1091-1138 M.). Kedua ratu ini mendapat gelar kehormatan sama yaitu As-Sayyidah Al-Hurrah (Putri bangsawan yang bebas dan merdeka atau wanita penguasa yang tidak tunduk kepada kekuatan manapun). (Mernissi, 1994: 179-180).

Fakta adanya wanita-wanita penguasa tersebut membuktikan bahwa Islam tidak membedakan derajat wanita dan laki-laki. Islam telah menetapkan prinsip emansipasi baik secara teoritis maupun praksis (operasional). Syari'ah memperlakukan semua manusia dalam posisi yang sama, baik laki-laki, wanita, kaya, miskin, tua, muda dan seterusnya. Hukum halal adalah halal bagi semua kalangan, yang haram adalah haram untuk semua kalangan. Hukum wajib, sunnah, mubah dan sebagainya juga untuk semua lapisan umat. Demikian juga suatu sanksi hukum harus diberlakukan dan ditegakkan untuk semua kalangan.

Al-Qur'an menegaskan bahwa kewajiban dan hak wanita untuk beribadah dan hidup beragama serta masuk surga adalah sama dengan laki-laki. Penegasan ini bertujuan menghapus opini sebelumnya yang bersumber dari berbagai kepercayaan atau agama yang percaya bahwa hidup beragama dan masuk surga adalah monopoli laki-laki. Islam telah mengangkat wanita sederajat dengan laki-laki baik dalam martabat kemanusiaan (sosial) maupun harkat keberagamaan. Ajaran Islam mengakui hak-hak sipil yang penuh bagi wanita, ini merupakan suatu kebanggaan bagi wanita muslimah yang tahu bahwa Agamanya telah memberikannya hak, yang oleh dunia barat baru tiga belas abad kemudian hak yang seperti itu diakui setelah kaum wanitanya berjuang keras menuntut emansipasi (Yafie, 1994: 265). Sementara dalam Islam hak-hak wanita ditegakkan dan dilindungi tanpa menunggu adanya tuntutan emansipasi dari kaum wanita.

Manusia dalam kapasitasnya sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita, keduanya berpotensi dan mempunyai peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal (muttaqin). Untuk mencapai derajat muttaqin Al-Qur'an tidak pernah membedakan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis. Hamba Allah baik laki-laki maupun wanita masing-masing akan mendapatkan penghargaan dari Allah sesuai dengan kadar pengabdiannya, bukan dari jenis kelaminnya. Kalaupun ada permasalahan-permasalahan yang memberikan kekhususan tertentu bagi laki-laki, itu pun tidak menjadikan laki-laki lebih utama (mulia) di hadapan Allah. Kekhususan tersebut diberikan dalam kapasitas laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan anggota masyarakat yang memiliki peran publik dan sosial yang lebih ketika ayat al-Qur'an diturunkan (Umar, 1999: 248-249). Yang menjadi pertimbangan sama sekali bukan karena laki-laki atau wanita.

          Oleh karena itu, lelaki mesti memuliakan wanita, seorang suami tidak dibenarkan mementingkan diri sendiri dengan keegoannya sebab sudah banyak dikatakan di di al-Qur'an maupun hadist bahkan ada surah khusus dijelaskan tentang wanita yaitu an-nisa, dan juga dihadist dikatakan bahwa kesempurnaan iman seseorang tergantung kepada kelembutannya terhadap wanita artinya bagaimana bersikap lembut kepada wanita terutama istrinya dan mengajaknya berjuang dan berkorban di jalan Allah.

          Tercatat dalam sejarah orang yang pertama kali beriman setelah Rasulullah adalah seorang wanita. Orang yang pertama kali mati syahid adalah Sumayyah seorang wanita yang dimuliakan Allah. Dia memegang kalimat syahadat yang sempurna. Para ulama mengatakan untuk membentangkan sayap agama tanpa perjuangan wanita maka agama ini akan pincang. Wanita adalah penyempurna dari agama ini. Allah menghargai setiap detik, langkah dan setiap tetesan keringat  seorang wanita dalam memperjuangan agama Allah SWT.

Pekanbaru 20 Desember 2021

Pimpinan Pesantren Al-Kifayah Riau

Dr. Yundri Akhyar, M.A.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun