Aku pikir ini adalah saat yang tepat untuk mengutarakan perasaanku dengannya dan menjelaskan maksud ucapannya.
"Fah abang mau tanya gimana perasaan kamu sama abang selama ini." Dengan agak sedikit canggung aku bertanya kepadanya, sambil berdoa semoga benar tebakanku benar soal apa yang dia rasakan.
"Perasaan apa bang?"
Pertanyaannya membuat aku sedikit gagu untuk menyelesaikan maksudku hari ini.
"Abang suka sama kamu selama ini, dan abang pengen ke jenjang yang lebih serius fah." Setelahnya seperti biasa dia malu dan ingin bergegas pergi saja.
"Gimana fah? Jangan lari apa mau di kejar?" sambil menahan tawanya sepertinya ia mau menjalin hubungan denganku.
"Iya bang aku mau, sebenernya aku juga punya perasaan yang sama ke abang."
Sambil jalan dengannya kami hanya saling tertawa malu-malu, tapi kupikir ia sudah dewasa dalam mengerti kondisiku itu ditunjukkan dengan kata-katanya yang lebih banyak mengertikan soal ku. Sambil kujelaskan kalau aku ini adalah seorang Muallaf.
Setelah Ramadhan tiba aku banyak menghabiskan waktu bersama Afifah, selama di masjid atau mengantarkannya ke kampus sampai menjadi relawan bersama-sama. Sejauh ini aku merasa sudah sangat nyaman dengannya terlebih perasaanku dengannya yang diam-diam tumbuh membesar. Kemudian aku mempunyai rencana untuk mengenalkannya kepada Mama dan Papa. Pada malam itu aku ajak dia bersamaku untuk menemui Mama yang kebetulan berada dirumah.
"Ini rumah Mama mas? Aduh aku malu banget."
"Iya, udah gak papa sama aku."