Mohon tunggu...
Yul Rachmawati
Yul Rachmawati Mohon Tunggu... -

loves writing. reading. drawing\r\neasy to motivate someone and vice versa\r\nmotto: laa hawla wa laa quwatta illa billah\r\n@yulrachmawati, yulrachmawati.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Absurd :)

28 Mei 2011   14:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:06 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu adalah malam yang sangat gelap, hujan turun sangat deras bersama angin kencang yang membawa dedaunan lebar, suaranya pelan berbisik, gesekan yang tercipta antara air hujan, dedaunan dan angin malam sungguh menggetarkan jiwa. Dedaunan itu kini terus terbang bersama angin malam yang di bawa hujan dari rumah ke rumah warga, terus melaju beriringan mengitari jalanan desa yang becek, hingga akhirnya dedaunan itu jatuh dikubangan air yang penuh lumpur.

Malam itu tak ada penerangan indah yang dianugerahi oleh Sang Pencipta, Tuhan sepertinya tak mengizinkan desa kami terang walau dengan cahaya bulan atau bintang. Bulan, bintang atau benda-benda langit lainnya sama sekali tidak ada, yang menjadi penerang hanyalah kilatan petir yang terus menderu di atap-atap rumah dan hanya segelintir orang yang terpaksa menerangi rumah mereka walau hanya dengan sebuah obor atau lampu petromak.

Namun, keheningan di luar sepertinya tak berarti bagi para penghuni di salah satu rumah desa itu, rumah itu ramai dikunjungi oleh orang-orang, padahal malam sudah pekat, namun rumah itu tetap saja ramai, orang-orang terus saja berkunjung walau hanya sekedar membawa seikat rumput liar tanda ucapan selamat.

Ibu, teruslah berusaha, anak ibu telah nampak, ia seorang perempuan yang cantik, ayo Bu, berusahalah, kuatkan tekad ibu.” Wanita renta itu terus berbicara dengan penuh semangat, seakan-akan ia telah lupa dengan suaranya yang sudah serak karena usianya yang telah lanjut. Namanya Uwa Garot.

Ibu yang ia ajak bicara tak mengeluarkan kata-kata sedikit pun, yang ia keluarkan hanyalah erangan berupa jeritan sakit dan keringat yang keluardari dahinya. Ibu ini cantik, masih muda dan menawan. Dalam keadaannya saat ini pun ia masih terlihat cantik.

Sudah dua jam orang-orang diluar dibuat cemas dengan proses persalinan didalam rumah itu, mereka tetap berusaha tenang walaupun sebenarnya mereka merasa khawatir. Rasa penasaran merekalah yang membuat mereka terus menunggu wanita itu melahirkan bayi pertamanya, mereka sangat cemas. Dua puluh menit lepas sudah dari pukul sebelasmalam hingga mereka mendengar suara tangisan bayi yang akhirnya memecah keheningan malam itu.

Semuanya harap kumpul.” Wak garot berteriak dengan sekuat tenaga dari dalam rumah, semua orang pun berkumpul di tempat yang kecil itu walau harus berdesak-desakan. Mereka tak sabar menunggu kabar apa yang akan disampaikan oleh wanita renta tersebut.

Hari ini telah lahir seorang bayi perempuan cantik dari seorang wanita yang baik.”

semua orang di sana berteriak kegirangan, mengucap puji syukur pada Tuhan mereka bahkan ada pula yang menangis.

Ketika luapan rasa bahagia itu sudah mulai surut, Wak Garot meneruskan kembali bicaranya.

Namun . . .” ia segera menghentikan bicaranya. Semua orang membisu, pandangan mereka semua tertuju pada Wak Garot, ia kembali meneruskan bicaranya.

Ratih, takkan pernah kita lihat di dunia ini, ia telah meninggalkan kita semua, ia telah berpulang.” Wak Garot menangis, ia segera masuk kembali ke dalam ruang persalinan, ia menangis sejadi-jadinya di dalam ruangan agar tak terdengar oleh warga. Warga yang masih bahagia, kini merasa terheran-heran antara percaya dan tidak percaya. Tanda ucapan selamat itu kini layu kering tak berhasrat seakan-akan turut bersedih karena Ratih, kembang desa kampung tersebut, takkan pernah ada lagi. Sementara di sisi lain bayi mungil yang mereka beri nama Clara Clark itu lahir. Ya , aku Clara Clark seorang bayi penebus nyawa seorang ibu dilahirkan.

***

Denger yah Cit, Aku harus pergi kesana, bodo amat ada monster raksasa sekalipun aku ga takut, aku akan menyusuri lorong yang gelap itu, apapun resiko yang harus aku tanggung, aku siap Cit. Ga usah ngelarang larang aku.” aku berkata setengah berteriak pada Citra.

Heh, lo pikir lo punya nyawa berapa, lo harus inget ma diri lo.” mata Citra semakin membesar , menandakan ia berkata dengan serius.

Cit, ada Allah yang akan selalu ngelindungin aku, aku cuma takut sama Allah, kamu pikir aku bakal diem terus selama ini, kalo aku yakin disini ada orang selain kita? Cukup teman kita Desal yang terluka, jangan sampai semua dari kita menjadi korban orang misterius itu, kamu pikirkan kita semua.”

Gue tau lo itu pemberani, Gue ngerti apa yang lo mau, tapi lo cewe, gue gasetuju lo harus pergi nyusurin rumah sakit yang uda tua ini sendirian, lo punya masadepan, gue cuma takut lo knapa-napa.”

Apa kamu kira Desal ga punya masa depan, kamu ga punya masa depan? Cokro dan semua teman-teman koas kita ga punya masa depan? Tinggal selangkah ko kita bakal jadi dokter dan kamu ga usah khawatirin aku, kamu disini cukup jagain Desal yang udah terluka.” nadaku semakin tinggi.

Aku ga punya waktu untuk ngobrol ma kamu.” aku sambung perkataanku sesaat sebelum Citra membuka mulutnya. Dan aku terus berlari menuju lorong rumah sakit yang gelap itu. Citra hanya bisa melihatku dari tempatku berdiri semula, nampaknya ia telah pasrah dengan keputusanku.

Aku harus kuat, apapun resiko yang aku tanggung, aku siap, demi teman-teman yang selama ini ada bersamaku, aku akan terus cari tahu siapa orang yang selama ini menganggu setiap malam kami ketika kami sedang bertugas. Desal, temanku, ku temukan tergeletak pingsan di taman depan rumah sakit Mitra ini, Cokro, ia menjadi aneh , tingkah lakunya benar-benar seperti orang bingung setelah menghilang dua hari di rumah sakit ini, ada apa dengan semua ini, aku harus cari tahu. Ya Allah, ku mohon lindungilah aku dalam mencari kebenaran ini.

Aku terus berlari, melewati lorong yang panjang, kadang berkelok-kelok dan sungguh membingungkan. Suasana malam itu gelap sekali, sudah pukul 10 malam lebih namun aku tetap berada di sini, melewati gangsal demi gangsal, walau ku tak sendiri, ditemani sedikit cahaya temaram dari rumah sakit tua ini dan beberapa petugas malam yang hilir mudik mencari angin malam setelah suntuk melayani pasien yang jumlahnya banyak sekali, tanpa terasa air mata ini pun menemani pelarian panjangku, sekali kali ku seka air mata yang terus membuat basah jilbab lebarku ini, gamisku yang sempit ku tarik ke atas agar langkahku semakin lebar. Niatku yang kuat untuk menemukan siapa yang melakukan ini semua begitu kuat, pikiran itu terus melayang membawaku terus berlari ke gangsal 2, lorong yang ku yakini dimana semua malapetaka bermula.

Aku sekarang berada di sini, gangsal dua, sebuah lorong yang terkesan sangat berbeda dari lorong-lorong lainnya, sangat gelap, penerangan yang ada hanya sedikit dan sama sekali tak ada penjaga yang bertugas. Kucing yang terkadang berlari diatas atap lorong yg terbuat dari seng ini begitu gaduh berkejarkejaran beradu mencari mangsa, terkadang jatuh dari atap muncul kehadapanku dan kemudian berusaha naik kembali ke atas atap dengan susah payah, berkejaran kembali dan begitu seterusnya. Gangsal dua ini begitu rapuh, tak terawat, lantainya memunculkan kesan tidak terurus dan taman yang penuh dengan sampah. Siapakah yang bermalam pada gangsal paling kotor di rumah sakit ini. Aku semakin bertanya tanya. Aku berjalan selangkah demi selangkah, namun langkah ini rasanya semakin kecil, ku akui nyaliku kian menciut, angin malam yang begitu dingin mengetarkan bulu kuduku dan merapatkan jemariku. Aku tak membawa apapun kecuali keberanian atas nama Allah di tempat ini dan tiba-tiba pikiran yang tak jelas kembali berintuisi begitu nisbi, aku melangkah melihat kanan kiri lalu terus melangkah begitu rapat menyusuri gangsal 2, sendirian, keringat dingin terus keluar senada dengan detak jantungku yang semakin kuat, hanya istigfar yang terus kulantunkan. Aku terus mencari tanda-tanda kehidupan pada gangsal dua ini, tapi tak ku temukan sama sekali, yang ku temukan hanyalah suasana sepi yang begitu kuat. Akhirnya ku lewati ruang pertama pada lorong, aku terus berjalan. Tiba-tiba lampu pada gangsal berkedap-kedip, mati, hidup dan begitu seterusnya sehingga ku yakin bahwa lampu-lampu itu telah mati sekarang. Hatiku semakin tidak tenang, aku sendiri dalam kegelapan yang pekat. Aku merasa begitu khawatir, hanya remang-remang yang aku lihat. Bagaimana aku bisa mencari dengan kegelapan yang pekat ini.

Krek . . krek . .krek . .

Terdengar suara ranting terinjak perlahan, suaranya berasal dari taman.

Siapa itu?” aku setengah berteriak ketakutan, dadaku kembang kempis, naik turun begitu cepat, nafasku tersengal sengal, aku hanya bisa menangis dalam kegelapan, kesendirian, dan ketakutan. Tapi ku niatkan aku harus kuat. Namun entah mengapa, walau aku merasa takut, di dalam hati kecilku aku merasa berani.

Krek. . . bunyi itu semakin kuat, perlahan dan semakin dekat.

Siapa itu?” aku berteriak sekarang, tanpa peduli akan ada yang terbangun karena teriakanku itu.

Tampakkan dirimu!”

Semakin ku berteriak langkah itu terdengar semakin dekat.

Krek krek krek, suara ranting yang terinjak itu makin cepat.

Krek krek krek krek

Braaaaaaaaaapppppppp, mereka semua muncul dihadapanku seraya mendekap tubuhku dan merebahkanku ke tanah.

Dari arah taman sepatu-sepatu itu mulai terlihat jelas dan mereka semua meyerbuku, ada sekitar 3 orang, aku tidak bisa berkutik, aku terjatuh ke tanah, sakit sekali tubuh ini rasanya, salah seorang dari mereka, yang paling kecil, menaruh sapu tangannya di hidungku, semakin ku melawan, ia menekan sapu tangan itu begitu dalam dan kuat, ku berusaha melepasnya, aku berusaha melawannya, aku gigit tangannya, ia mengerang kesakitan, aku terus melawan namun aku merasa lemah. Dua di antara mereka mengikat kaki dan lenganku. Aku lemah, tidak berdaya sama sekali, aku yakin ia menaruh obat bius dalam sapu tangan itu. Sebelum ku tutup mataku karena tak keberdayaanku yang begitu besar, salah seorang dari mereka berkata.

Selamat tidur Clara.”

Suara itu sepertinya aku kenal, namun sulit ku berkata, mataku terus terpejam, entah sampai kapan aku akan terus terpejam. Aku begitu lemah.

****

Plak.

Ia kembali menampariku setelah menendang-nendang tubuhku, aku yang tak berdaya begitu pasrah. Di pikiranku kini hanya ada Desal, Cokro, Citra yang terlihat begitu cemas dan teman - teman koas ku yang lain. Oh, Ya Allah apa yang mereka khawatirkan ternyata benar, aku tertangkap basah. Bahkan ku tak sanggup melawan, aku maki diriku sendiri, menangis terisak karena aku yang begitu lemah.

Clara.” Salah seorang dari mereka membuyarkan lamunan sesaatku.

Kau begitu rapuh Clara, jilbabmu bersimbah darah, apa kau cukup kuat menahan semua ini.” Dia kembali menarik jilbabku kewajahnya, aku terus menunduk semakin dalam, aku malu akan ketidakberdayaanku.

Mereka berjumlah 3 orang, mereka semua perempuan, dan yang jelas aku mengenal mereka, mereka temanku di fakultas kedokteran. Perempuan pertama bernama Zeta, ia paling kuat dan pintar berkelahi, ia sering sekali menentang orang-orang yang tidak seprinsip dengannya walau itu dosennya sekalipun. Yang badannya paling kecil adalah Maria, ia cantik, banyak orang yang tertarik padanya, namun tak kusangka ia tega melakukan ini semua terhadapku, dan yang terakhir adalah Adelia, ia adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa kami semua, aku yakin itu karena aku tahu Adelia tak menyukai orang-orang berjilbab lebar sepertiku, dan ia jelas-jelas membenci diriku.

Yang terlihat disekelilingku adalah tiga orang wanita yang senantiasa mengangguku, kursi-kursi rapuh, keranda mayat, meja-meja berdebu, dan beberapa tempat tidur yang tak terpakai lagi sehingga salah satu dari empat kaki penyangga tempat tidur itu sudah mengalami korosi, catnya mengelupas bahkan sudah hilang tak berbekas. Aku tahu sekarang, aku berada di gudang rumah sakit.

Claraaa.” Adelia berteriak, ia membuat telingaku sakit.

Sejak kapan kau menghilangkan kemampuan bicaramu.” ia berbicara begitu karena dari tadi aku sama sekali tak menghiraukan apa yang ia ucapkan. Ia kemudian mendekatiku dan memaksa ku melihat wajahnya yang penuh make-up.

Rambutnya yang pirang mengenai wajahku, aku merasa geli.

Aku terus membisu.

Plak.

Ia kembali menamparku , lagi dan lagi.

Aku sudah tidak tahan, aku angkat bicara.

Apa maumu Adelia?” ku tahan suaraku, suaraku berat, berusaha menyembunyikan ketakutan dan kegetiranku. Aku mencoba bertahan.

Apa mauku? Apa mauku teman-teman.” Ia berbicara sinis penuh dendam seraya melihat kedua temannya di belakang.

Kamu mau tahu apa yang ku mau , haaahh.” ia kembali berteriak, bertolak pinggang dan mengitari kursiku yang rapuh. Ya , aku terikat di sebuah kursi rapuh, tangan dan kakiku terikat, talinya begitu kuat, kencang dan tak memungkinkan munculnya satu gerakan apapun, kini aku hanya bisa pasrah atas keadaanku.

Mengapa kau ambil teman kami, Citra, apa yang kau mau? Kami tak pernah mengusikmu sama sekali, membiarkanmu hidup tenang dengan orang-orang muslim teroris itu, kau adalah seorang pembunuh, ketika kau lahir kau membunuh ibumu, sekarang bersama komunitasmu kau membunuh orang-orang tak bersalah dengan bom, kau membuat mereka semua hilang dari dunia ini, kau bahkan di lahirkan tanpa ayah, kau tidak tahu ayahmu siapa, kau anak haram, pura-pura suci dengan pakaian mu yang besar seperti itu, cuh.”Adelia berbicara tanpa jeda, kemudian ia meludahi wajahku.

Aku tak suka ia berbicara seperti itu, aku sungguh kesal dan sangat geram. Ia pun tega meludahi wajahku. Aku tak mengerti mengapa ia begitu benci terhadapku.

Tanpa kusadari , aku mulai menangis.

Jaga mulutmu Adelia.” Aku kini mulai berontak.

Tak semua orang yang berjilbab besar adalah teroris, dan aku bukanlah teroris seperti yang kau kira dan satu hal jangan usik kehidupan pribadiku, kau tak mengerti seluruh kehidupanku.” aku kembali melanjutkan bicaraku, nadaku semakin tinggi.

Kau sudah buka mulut rupanya?” Maria menyindirku.

Apa yang akan kau jelaskan pada kami? kau telah mengambil teman kami, Citra,” Zeta mulai bersuara.

Aku akan jelaskan.” aku mengangkat wajahku dan memberanikan untuk memandang mereka bertiga.

Aku tau kalian berempat sudah bersahabat lama, walaupun kalian beragama non muslim tapi aku yakin keyakinan tak akan membuat kalian jauh. Waktu itu hari senin, seperti biasa, ketika tak ada dosen aku biasa membaca Al-quran di masjid, ketika aku sedang membaca Al-quran, Citra menghampiriku, ia menangis, matanya merah dan sendu menandakan ia telah menangis dalam waktu yang cukup lama. Ia bercerita bahwa ia bermimpi mengenakan jilbab sepertiku, wajahnya bersinar di mimpi itu, tiba-tiba ia merasa terangkat ke langit, ia melihat sebuah taman yang begitu indah dimana mengalir sungai-sungai di bawahnya, ia bercerita bahwa ia tak pernah melihat taman seindah itu di dunia, keindahan taman-taman itu sungguh takkan tergambarkan oleh kata-kata, banyak orang muda sedang bercengkrama di taman itu, tak satupun ia melihat wajah orang yang sudah tua renta, semuanya sama, cantik dan tampan, kemudian ia berkeliling lagi, ia melihat sebuah tempat, panas sekali, penuh dengan api yang bergejolak, banyak sekali orang-orang didalamnya dan sebagian besar adalah perempuan, api itu sungguh menyala-nyala membinasakan apa saja yang bermain dengannya, dan yang membuatnya takut adalah ia menyaksikan bahwa bahan bakar dari tempat yang mengerikan itu adalah manusia. Ia becerita lagi , bahwa ia mendengar sebuah suara halus yang memerintahkan ia berjilbab dan memeluk agama islam, jika ia telah melakukan semua itu dan menjadi pribadi yang bertakwa maka ia akan mendapatkan sebuah taman yang indah itu.”

Semua hening . .

dan ku jelaskan bahwa mimpi yang ia alami itu adalah pesan dari Allah agar ia memeluk agama islam, dan ku jelaskan apa yang ku tahu mengenai mimpinya itu, tentang taman yang indah itu, itulah surga, tentang tempat yang mengerikan itu, ya itulah neraka, dan ku jelaskan pengalamanku memeluk agama islam dan hidup di bawah keislaman, itu sangat indah.” tanpa kusadari aku tersenyum lepas, aku menerawang langit-langit gudang, entah apa yang aku pikirkan tapi aku begitu bahagia.

Dan kujelaskan tentang indahnya hidup dibawah naungan iman dan islam pada mereka bertiga.

Islam itu indah.” aku berusaha meyakinkan mereka.

Tiba-tiba Adelia menangis, kulihat itu dari matanya, Zeta dan Maria pun tertunduk lesu.

Clara, maafkan aku yang telah menyebutmu teroris, pembunuh atau anak haram, maafkan aku, padahal aku sama sekali tak mengerti akan keadaanmu, maafkan aku.” Adelia terisak

Aku kini baru mengerti tentang agamamu, bahkan aku tak mengerti tentang agamaku sendiri. Aku mengerti mengapa wajah orang muslim begitu teduh, di beberapa waktu ia begitu lembut, aku sejujurnya sangat mengagumi orang muslim, namun keangkuhanku membuatku malu untuk mengakuinya, aku tersentuh oleh akhlakmu yang baik, engkau sungguh sabar dan tegar, walau seberapa besar ku menyiksa mu, kau tetap saja tersenyum, maafkan aku Clara, maafkan aku.” ia menangis , ia hanya bisa tertunduk malu.

Clara, mengenai ayahmu maafkan kami, kami tahu, kau bukan anak haram, ayahmu telah berpulang mendahului ibumu, Ayahmu Jonson Clark seorang pria berkebangsaan Jerman, ku ketahui akhir-akhir ini ia beragama muslim, dan ia adalah seorang muslim yang tangguh. Ia selalu memperjuangkan hak-hak seorang muslim di negara Jerman, aku sungguh terkesan, keluargamu sungguh mulia, dan akupun menyukaimu Clara, walaupun kami berbeda keyakinan denganmu namun kau tetap menghargai kami sebagai teman, kau selalu berlaku baik pada kami walau kami tahu kami memperlakukanmu dengan buruk. Maafkan kami Clara.” Zeta pun menangis dan memelukku , ia melepaskan tali yang mengikatku. Aku pun kini bebas.

Clara….” Kini maria berbicara.

ak, ak, aku . . Ingin menjadi muslim sepertimu.”

Aku terdiam sesaat, aku tak percaya bahwa hidayah Allah turun begitu cepat kepada mereka. Allah sungguh sayang terhadap mereka. Begitu cepat Allah membulak balikan hati manusia, walau hati itu sekeras batu sekalipun.

Zeta dan Adelia menatap Maria lekat-lekat, mereka berpikir sejenak dan menundukkan kepala mereka.

Aku juga ingin menjadi sepertimu Clara, menjadi seorang muslim.” Zeta menyusul Maria, dan kulantukan hamdalah seketika itu. Dan pandanganku kini tertuju pada Adelia , apakah ia akan mengikuti kedua temannya atau tidak.

Aku tidak tahu mengapa aku berkata seperti ini , tapi aku yakin islam adalah agama terbaik. Clara, tuntunlah kami menjadi seorang muslim sepertimu.” Adelia menutup pembicaraan itu. Dan itu mennjadi kata-kata terindah yang pernah ku dengar. Aku kembali menangis, aku melakukan sujud syukur seketika itu. Tidak hanya Citra yang berhasil menemukan jalan hidupnya, namun ketiga temannya yaitu Zeta, Adelia dan Maria akan memeluk jalan yang sama, akhirnya kini mereka menemukan jalan mereka.

***

Kini, tak hanya ku sendiri yang memakai jilbab, namun teman-teman baruku, Zeta, Maria, Adelia dan Citra telah memakai jilbab, walau tak selebar jilbabku tapi aku sungguh bersyukur, Allah telah membukakan jalan untuk mereka.

Dan rencana kami selanjutnya adalah mengubah nama kami menjadi nama yang lebih islami. Seperti yang kami tulis dalam buku harian baru kami.

The Moslemah



  • Clara = Azmi aisyah Clark , aku tak mau menghilangkan nama Clark dalam namaku karena itu adalah nama ayahku , hehe, dan aku bangga itu.


  • Adelia = Hawa khusnul khatimah , bangganya aku dengan nama baruku. Ya Allah, kini namaku Hawa si baik dan shalehah. Amin.


  • Zeta = Mariah Carey, bukan dong, namaku sekarang Zahranisa Muthmainah , bagus kan, pastilah.


  • Citra = Balqis istiqamah, nama Ratu gitu lo, semoga aku bisa menjadi sepertinya. Amin.


  • Maria = Maryam khadijah, Indahnya, karena amaku ada di Al-Quran, tepatnya seperti nama sebuah surat, yaitu surat Maryam , siapa yang namanya bagus seperti namaku , coba sebut , , hehe

Motto kami : Q.S Ali imran ayat 173

Cukuplah Allah menjadi penolong kami , dan Dia sebaik-baiknya pelindung. Jakarta

Azmi , Hawa , Balqis , Maryam , dan Zahranisa . .dengan gelar Dr. alias dokter, hehe

,dengan target bersama selanjutnya : memasuki surga firdaus. Keep Hamasah. n_n

Semoga persahabatan kami abadi hingga kami semua bisa berjumpa di surga Firdaus.amin.n_n.

The Trully Muslimah :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun