Krek . . krek . .krek . .
Terdengar suara ranting terinjak perlahan, suaranya berasal dari taman.
“Siapa itu?” aku setengah berteriak ketakutan, dadaku kembang kempis, naik turun begitu cepat, nafasku tersengal sengal, aku hanya bisa menangis dalam kegelapan, kesendirian, dan ketakutan. Tapi ku niatkan aku harus kuat. Namun entah mengapa, walau aku merasa takut, di dalam hati kecilku aku merasa berani.
Krek. . . bunyi itu semakin kuat, perlahan dan semakin dekat.
“Siapa itu?” aku berteriak sekarang, tanpa peduli akan ada yang terbangun karena teriakanku itu.
“Tampakkan dirimu!”
Semakin ku berteriak langkah itu terdengar semakin dekat.
Krek krek krek, suara ranting yang terinjak itu makin cepat.
Krek krek krek krek
Braaaaaaaaaapppppppp, mereka semua muncul dihadapanku seraya mendekap tubuhku dan merebahkanku ke tanah.
Dari arah taman sepatu-sepatu itu mulai terlihat jelas dan mereka semua meyerbuku, ada sekitar 3 orang, aku tidak bisa berkutik, aku terjatuh ke tanah, sakit sekali tubuh ini rasanya, salah seorang dari mereka, yang paling kecil, menaruh sapu tangannya di hidungku, semakin ku melawan, ia menekan sapu tangan itu begitu dalam dan kuat, ku berusaha melepasnya, aku berusaha melawannya, aku gigit tangannya, ia mengerang kesakitan, aku terus melawan namun aku merasa lemah. Dua di antara mereka mengikat kaki dan lenganku. Aku lemah, tidak berdaya sama sekali, aku yakin ia menaruh obat bius dalam sapu tangan itu. Sebelum ku tutup mataku karena tak keberdayaanku yang begitu besar, salah seorang dari mereka berkata.