"Dengar, kok," jawabku sambil menunduk, berpura-pura sibuk memeriksa pekerjaan rumahku yang akan dikumpulkan sebentar lagi saat bel masuk berbunyi.
"Lho, kalau dengar kok enggak jawab?" Lena mengernyit heran. "Kasihan lho, Ryan. Sepertinya ada keperluan penting sama kamu."
Aku menggeleng. "Enggak penting, kok..."
Lena mengangkat alisnya semakin tinggi. "Memangnya kamu sudah tahu Ryan mau bicara apa?"
Aku terdiam.
Lena melipat kedua lengannya di dada sambil mengamatiku, kemudian tertawa.
"Jangan-jangan, dugaanku kemarin benar, ya?" ucapnya setengah menuduh.
"Apaan sih, Len..." aku mengelak, menyembunyikan wajahku yang memerah.
"Iya kan, benar kan, Ryan suka sama kamu?" Lena terkikik. "Wah asyik ya, kamu ditaksir sama idola sekolah."
"Ah, enggak kok, Len," aku menunduk semakin dalam.
"Alaa, enggak usah mengelak," ucap Lena dengan senyum jahil di wajahnya, "sudahlah, nanti kalau Ryan panggil kamu lagi, jangan menghindar ya. Siapa tahu dia mau menyatakan cinta ke kamu."