PERGILAH KALAÂ
 "Lol," bisik Kala di  tengah keramaian suasana kantin kampus, "ada Andre tuuh, lagi sendirian."
 Lola menoleh, menatap sekilas ke kejauhan. "Terus, kenapa?" sahutnya acuh sembari merapikan piring dan gelasnya yang telah kosong di atas meja kantin.
 "Iih, kamu tuh! Ya dekatin dia dong. Ajak makan bareng, gitu," gerutu Kala.
 "Aku kan sudah selesai makan, Kal," jawab Lola tenang dan mulai mengemasi barang-barangnya.
 "Ya maksud aku bukan sekarang juga. Besok atau nanti malam. Atau ajak nonton aja!" usul Kala antusias.
 "Kal, sudah deh," Lola beranjak berdiri. "Aku kan sudah berusaha mendekati Andre sejak awal semester, tapi dia tidak pernah menanggapi."
 "Ya usaha terus dong, Lol," Kala berkeras sambil melangkah mengikuti Lola menuju gerbang kampus.
 "Buat apa?" tanya Lola.
 "Kok buat apa, sih?" Kala balik bertanya.
 "Iya buat apa aku harus terus berusaha mendekati dia?" tanya Lola lagi.
 "Ya ampun, Lola." Kala memutar bola matanya jengkel. "Andre itu cowok paling ganteng di kampus. Anak pengusaha kaya. Kalau kamu jadian sama dia, kamu bisa jadi cewek terkeren di kampus, karena berhasil mendapatkan Andre!"
 "Huft," keluh Lola lelah, "sudah, ah! Jangan membahas dia terus!"
 "Lola," seseorang memanggil dari belakang. Lola menoleh. Rifki, cowok satu angkatan namun beda jurusan, berdiri tersenyum di belakangnya.
 "Kenapa, Lol? Lagi marah, ya?" tanya Rifki.
 "Eh... enggak kok," jawab Lola gugup.Â
 "Oh, syukurlah," ucap Rifki. Wajah Lola sedikit memerah.
 "Eh iya, kamu mau enggak, datang ke acara Campus Night bareng sama aku?" tanya Rifki tiba-tiba.
 Lola sedikit terkejut. "Campus Night? Malam minggu besok, kan?"
 Rifki mengangguk.
 "Em... ya... aku..." Lola sedikit tergagap. Wajahnya kembali memerah.
 "Lol, kamu kan gampang sakit!" sela Kala ketus. "Kalau naik motor malam-malam nanti masuk angin, lho!"
 Lola mendelik kesal. Rifki masih menatap Lola, menunggu jawaban.
 "Aku nggak bisa, Rif," jawab Lola singkat. "Aku pulang dulu, ya."
 Dan Lola langsung beranjak meninggalkan Rifki yang terdiam dengan wajah penuh tanya.
 Lola membanting tasnya ke lantai kamar kost. Wajahnya gusar.
 "Kamu marah sama aku?" tanya Kala.
 "Iya!" sahut Lola keras.
 "Kenapa?" tanya Kala.Â
 "Kamu itu terlalu mengatur hidup aku, Kala! Sadar nggak, sih?" bentak Lola.
 "Mengatur? Aku kan cuma pingin yang terbaik buat kamu!" Kala membela diri.
 "Dengan menghalangi aku untuk dekat dengan Rifki? Menyuruh aku mengejar-ngejar Andre bagaikan cewek agresif yang tak tahu diri? Semua itu kamu bilang baik buat aku?" cecar Lola emosi.
 "Rifki memang nggak cocok buat kamu, Lol!" Kala balas berteriak. "Dia itu nggak punya apa-apa! Wajah standar, penampilan juga biasa-biasa saja. Kamu itu lebih pantas pacaran sama Andre!"
 Lola melipat tangan di dada, sekuat tenaga menahan amarah. "Aku memang pernah suka sama Andre dulu! Tapi setelah melihat tanggapan Andre, aku langsung sadar dia tidak ada perasaan apa-apa sama aku!"
 "Kamu seharusnya berusaha lebih keras!" Kala ngotot mempertahankan pendapatnya.
 "Berusaha lebih keras? Supaya kamu puas karena berhasil membuat aku melakukan apa yang kamu inginkan?" Lola semakin berapi-api.
 "Ini semua kan demi kamu!" bentak Kala nyaring.
 "Demi aku apanya? Kamu sudah membuat aku menjadi perempuan sombong terlalu percaya diri yang memaksakan perasaanku kepada orang lain, Kal! Aku tidak mau seperti ini! Aku sudah capek menjalani semua ini!" Lola mengakhiri kalimatnya dengan tajam.
 Kala terdiam. Wajahnya menegang, menanti kalimat lanjutan yang akan keluar dari mulut Lola.
 "Aku tidak butuh kamu," ucap Lola dingin.
 "Ap... apa?" Kala bertanya tak percaya. Wajahnya yang diliputi kemarahan menatap Lola melalui cermin besar di hadapan mereka.
 "Aku-tidak-butuh-kamu, Kala!" jawab Lola tegas, balas menatap tajam.
 "Kamu... tidak butuh... aku...?" Suara Kala mulai melemah.
 "Ya, Kala." Lola memejamkan matanya. "Aku tidak ingin kamu ada di sini lagi. Pergilah. Pergi sekarang juga!"
 Suasana hening selama beberapa saat.
 Lola membuka matanya perlahan. Kemudian meraih ponselnya untuk mencari nomor Rifki dan meneleponnya.
"Rif, maaf yah, tadi... aku sedang lelah jadi tidak sempat berpikir. Ehm... tawaran kamu tadi... masih berlaku enggak?"
"Enggak apa-apa, Lola. Tawarannya masih berlaku, kok. Oke, kalau begitu Sabtu malam nanti aku jemput di kost kamu pakai motorku, ya?" Â
"Oke, Rif. Terima kasih, ya."
"Sama-sama. Banyak istirahat ya, Lol. Jangan sampai sakit. Sampai jumpa hari Sabtu."
 Lola meletakkan ponselnya di atas meja dan kembali memerhatikan cermin di hadapannya.Â
 Wajah seorang gadis yang lembut dan sederhana balas menatapnya dari sana. Wajah yang terlihat bahagia dan bebas, setelah berhasil melepaskan alter ego yang selama ini membelenggunya dalam sebuah pribadi asing, pribadi lain yang bukan seperti dirinya sendiri. Pribadi yang sama sekali tidak disukainya.
 Kala telah menghilang. Untuk selamanya.
  Â
  ~o0o~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H