Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Gaia - 6 (End)

25 Mei 2018   12:30 Diperbarui: 25 Mei 2018   16:26 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

( Sebelumnya )

DRUIDA

"Siapa ?" Ann bertanya dengan suara keras sambil menoleh kesana kemari.

"Ssh ... jangan keras-keras, dia sedang tidur."

Tiba-tiba pohon hijau besar itu bergerak.  Dahan dan rantingnya yang semula terkulai di sisi batangnya, lalu terangkat dan merentang. Ia menggeliat dengan suara melengking merdu.

"Apa itu kau Mimi ? Aku sudah bangun."

"Ah, maaf aku membangunkanmu Druida."

Pohon itu membuka matanya. Bulu matanya yang lentik melambai mengerjap-ngerjap.

"Sepertinya bukan kau yang membangunkanku. Tapi dia."

Jemarinya yang panjang bersulur menunjuk ke arah Ann.

"A .. aku ?  Ohh ... maaf.  Maaf kan aku," Ann membungkuk dalam-dalam sebagai permintaan maaf.

Pohon cantik itu balas mengangguk dengan anggun, "Tidak apa-apa," jawabnya.

"Ah ya, perkenalkan Druida, ini Ann temanku dari Bumi. Ann, ini Druida. Ia adalah Dryad penjaga area hutan disini."

"Halo. Apa kabar Druida ?" Ann menyapa sembari membungkuk sedikit.

"Senang berkenalan denganmu, hai penghuni Bumi yang sopan dan rendah hati," Druida ikut membungkukkan batang besarnya, "Sebagai salam perkenalan, aku akan menyanyikan sebuah lagu untukmu."

Dan Druida mulai bernyanyi. 

Alunan suara yang merdu, berdenting dan mengalun indah, bergema ke seluruh penjuru hutan. Nada-nada yang unik dan artistik yang pastinya tak mungkin dinyanyikan oleh manusia. Semua pohon di sekitarnya meliuk-liuk lembut mengikuti irama yang menghanyutkan itu.

Ann terpana. Nyaris menahan napas sepanjang lagu.

Druida selesai bernyanyi.  

Mimi dan Ann bertepuk tangan.

"Ternyata ... itu kamu ya, yang beberapa kali kudengar dari balik jendela kamarku ?  Aku mengenali suara dan nyanyianmu, Druida !" Ann berkata takjub.

"Oooh, benarkah ?  Kau bisa mendengarku dari Bumi ?"

"Iya. Aku  bisa mendengarnya dengan jelas sekali. Suaramu sangat indah, Druida," puji Ann tulus.

"Ah ... terimakasih banyak atas pujianmu," Druida tampak senang sekali.

Mimi mendekati Druida, "Nah, karena itu, Druida, kurasa kau bisa menolong Ann. Sepertinya suaramu bisa menjadi jalan pulang untuknya. Bukankah begitu ?"

"Oooh ..." Druida meliuk-liukkkan tubuhnya dengan gerakan bersemangat, "Itu benar. Benar sekali. Aku bisa melakukannya. Hmm .... Hmmm ... Berarti ada pintu ke Bumi di sekitar sini. Hmmn ... Hmm ... Nada mana yang harus kugunakan ya ? Baik. Baik. Tunggulah. Aku akan mencarikannya untukmu supaya kau bisa kembali, Ann."

Dan Druida mulai bernyanyi lagi. Mencoba beberapa nada dan lagu. Kemudian mengganti lagi dengan lainnya. 

Mimi mengajak Ann duduk di rerumputan tak jauh dari tempat Druida.

"Druida sangat suka bernyanyi," jelas Mimi, "Caranya bernyanyi memang seperti itu. Senandung tanpa kata, dengan susunan nada-nada yang luar biasa indah. Ia punya koleksi ratusan lagu ciptaannya sendiri. Salah satu lagu yang dinyanyikannya pasti bergetar tepat dengan frekuensi Bumi dan terhubung langsung dengan kamar kostmu Ann."

"Wow ... dia hebat sekali," Ann terkagum-kagum, "Sudah kuduga, makhluk yang bisa memproduksi suara sebening dan seindah itu pastilah makhluk yang cantik dan menyenangkan. Bukan hantu seram seperti yang dikatakan teman-teman kuliah aku, Kak."

"Hahaha ! Iya ya. Kalau orang lain yang mendengarnya pasti sudah ketakutan dan pindah kost ya Ann ?"

Ann tertawa dan mengangguk, "Benar Kak. Teman-temanku aja sampai heran kok aku betah banget kost di tempat berhantu. Padahal sering dengar suara senandung, sering tercium wangi-wangian yang nggak jelas asalnya, tengkuk pegal, dan lain-lain."

"Padahal ternyata pelakunya Xia dan Druida ya," Mimi terkikik geli. 

 

"Mimi, Ann, kemarilah !" Druida memanggil.

 

 

PULANG

 

Mimi dan Ann tiba kembali di tempat Druida. Disitu sudah ada Armenia dengan Xia yang duduk manis di atas punggungnya. Mereka bertiga sedang menatap ke arah yang sama.

Sebuah celah sempit di udara, seperti sebuah kain yang sobek, terlihat bercahaya dan bersinar-sinar, menampakkan pemandangan dibaliknya yang sangat dikenal oleh Ann. Yaitu dinding kamar kostnya yang bernuansa pop-art dengan warna-warna terang.

"Sudah waktunya kau kembali," Armenia menoleh pada Ann. 

"Eh ... begitu ya ?" Ann merasa berat.

"Kau kelihatannya kecewa ?" tanya Armenia.

"Ah nggak kok, hehe ..." wajah Ann memerah, "Aku cuma ... yah, aku cuma ingin suatu hari bisa bertemu dengan kalian lagi." 

"Pasti bertemu," jawab Armenia yakin.

"Hm ?  Kok kamu yakin banget, Ar ?" tanya Ann.

"Melihat dari getaranmu saat ini, maka bisa kupastikan kau akan bertemu kami lagi nanti, entah kapan, dan dalam wujud yang bagaimana."

"Bagaimana caranya ?"

"Nanti akan ada caranya. Tetapi tidak dengan cara memegangi Peri seperti sebelumnya," Armenia melirik Xia sekilas.

"Oh. Ya. Benar. Aku benar-benar minta maaf soal itu," kata Ann sambil menatap Xia yang sedari tadi hanya diam saja.

"Lalu ... ehm ... Xia, apa kamu ... akan datang ke kamarku lagi ?" tanya Ann hati-hati.

"Entah," Xia mengangkat bahu acuh.

"Mmm ... aku janji deh, nggak akan memegangimu lagi saat kamu mau pergi."

"Huh !" Xia membuang muka.

"Err ... nanti sepulang dari sini aku akan pergi ke toko buku untuk membeli buku-buku baru dengan gambar-gambar yang bagus. Lalu ... kita bisa membacanya bersama-sama, kalau kamu mau ..."

"Akan kupikirkan," sahut Xia ketus.

Armenia dan Mimi, bahkan Druida yang masih terus bernyanyi, ikut tertawa melihat sikap Xia yang terlihat sekali berpura-pura acuh padahal di dalam hatinya merasa senang akan kata-kata Ann.

"Oh ya. Ada pesan untukmu dari para Tetua," kata Armenia, "Mereka berharap kau dapat berbuat sesuatu untuk ini."

"Pesan apa itu ?" tanya Ann.

"Pertama. Manusia di Bumi menganggap dirinya adalah makhluk yang paling mulia. Mungkin benar. Tetapi, mereka salah mempersepsikan arti dari kata mulia itu. Seharusnya kemuliaan itu digunakan untuk kebaikan bagi semua unsur yang ada di alam.  Bukan hanya sesama manusia, hewan dan tumbuhan saja. Tetapi juga air, tanah, udara dan semua kehidupan yang ada. Dan ingat, definisi dari kata 'hidup' itu bukan hanya yang kita lihat dapat bernafas, bicara, bergerak, dan bertumbuh. Semua partikel yang ada di alam semesta itu semuanya hidup. Baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat oleh mata manusia. Semua memiliki hak untuk hidup dan wajib dihormati keberadaannya. Wajib dijaga dan dipelihara keberlangsungan serta eksistensinya di Bumi. Kau mengerti ?"

"Ya," Ann mengangguk.

"Kedua," lanjut Armenia, "Terkadang  manusia melakukan hal yang benar-benar tidak logis. Mengutuk dan memaki penjajahan terhadap manusia-manusia di berbagai tempat yang jauh, sementara kejahatan dan kebiadaban  yang terjadi dalam lingkungannya sendiri tidak mereka pedulikan. Atau bahkan mereka sendiri yang bertindak sebagai pelaku kejahatan tersebut, tanpa mau menyadari bahwa yang mereka lakukan itu salah dan melanggar pemahaman mereka sendiri. Itu semua dikarenakan manusia memiliki sifat yang cenderung untuk lebih berpihak pada orang-orang yang memiliki kesamaan dengannya. Entah itu persamaan warna kulit, raut wajah, suku, ras, kepercayaan, dan lain-lain.  Dan sekecil apapun persamaan itu, mereka jadikan pembenaran untuk bisa mendukung kelompoknya masing-masing agar dapat mencapai posisi paling atas pada piramida kekuasaan di atas Bumi dengan berkedok membela kemanusiaan.  Maka pada akhirnya apa yang mereka katakan sebagai membela sesama manusia sebenarnya hanyalah membela ego dan kepentingan masing-masing. Semua ajaran dan pesan kebaikan yang diperuntukkan bagi manusia untuk menciptakan kedamaian,  malah berbalik menjadi sumber peperangan. Bukannya berusaha mencerna isi pesan yang disampaikan dan berusaha menjalankannya, mereka malah menyibukkan diri dengan mempertengkarkan siapa pembawa pesan yang paling benar. Mengakibatkan terjadinya pemisahan-pemisahan antar kelompok. Dan pemisahan-pemisahan yang terjadi itu, kini semakin menyempit dan mengecil. Semakin banyak kelompok-kelompok kecil yang terbentuk di dalam suatu kelompok.  Dan di dalam kelompok-kelompok kecil itu terbentuk lagi beberapa kelompok yang lebih kecil lagi. Dan jika hal ini terus dibiarkan, lama kelamaan kalian hanya akan menjadi makhluk individu tertutup yang saling curiga dan membenci bahkan di dalam satu keluarga kecil, hanya karena pandangan yang berbeda. Dan pada akhirnya kehidupan manusia akan berakhir sia-sia tanpa makna. Tak ada nilai dan pelajaran yang bisa kalian ambil untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Nah, para Tetua berharap, kau Ann, sebagai salah satu manusia berkesadaran tinggi dengan pemikiran nyaris selaras dengan kami para penghuni Gaia, bisa melakukan sesuatu untuk membantu mencegah itu terjadi."

"Eh ... waah ... it ... itu ..." Ann terbata-bata.

"Aku tahu semua itu sangat sulit. Tapi aku yakin kau bisa. Mulailah dari orang-orang terdekatmu dulu. Beri pengertian kepada mereka tentang apa arti kehidupan yang sebenarnya. Apa yang seharusnya manusia lakukan dalam hidupnya. Meskipun hanya kepada satu orang saja kau sampaikan, itu akan sangat berarti, Ann."

"Baik," Ann mengangguk mantap, "Akan kucoba." 

Armenia tersenyum.

"Nah, kalau begitu sudah saatnya kau pulang."

"Yah ... baiklah ..." Ann beranjak enggan.

"Sepertinya kau masih tidak puas Ann," Armenia menatap Ann penuh selidik.

"Ehm ... yah, sejak awal tiba disini sih, sebenarnya aku sedikit berharap akan terlibat dengan sebuah petualangan seru dan menegangkan seperti di buku-buku yang kubaca. Misalnya, menyelamatkan dunia dari serangan monster atau apa begitu. Hehehe ... maaf,  aku memang suka berkhayal," Ann tertawa sendiri sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Armenia tersenyum lagi.

"Kau akan mendapatkan petualangan seru itu di duniamu, Ann. Di Bumi.  Karena untuk menjalankan pesan dari para Tetua itu, kau pasti akan mendapat banyak kesulitan. Penolakan dari orang-orang terdekatmu yang dapat berujung pertengkaran bahkan permusuhan, dan manusia-manusia yang tidak setuju dengan apa yang kaukatakan akan berubah menjadi monster-monster jahat yang terus berusaha membungkammu dengan berbagai cara. Sepanjang umur hidupmu. Apa itu masih tidak cukup seru dan menegangkan bagimu ?"

"Oooh ! Iya juga ya ?  Aku ... nggak berpikir sejauh itu tadi ..." sahut Ann tanpa menutupi ekspresi terkejutnya yang polos.

Semua tertawa melihatnya.

Druida masih bernyanyi.  Sobekan itu semakin melebar. 

"Nah, sebaiknya kau pulang sekarang. Petualangan barumu akan segera dimulai."

Ann melangkah mundur memasuki celah besar itu.  Kemudian berhenti sejenak menatap keempat makhluk Gaia di hadapannya.

"Sampai jumpa Xia, semoga kita bisa segera bertemu lagi, ya.  Terimakasih Armenia, sudah menemani aku dan memberikan banyak pemahaman baru tentang berbagai hal. Terimakasih atas bantuanmu Druida, kuharap aku masih bisa mendengar nyanyianmu yang indah dari Bumi. Dan untuk Kak Mimi," Ann tertawa lebar dan mengacungkan ibu jarinya kepada Mimi, "Semoga bahagia selalu ya ! Kakak kerenn !"

Mimi tertawa dan melambai. Ann balas melambai.

Dan sobekan itu menghisap tubuh Ann.

Selembar tirai gelap menutup di hadapannya. 

***

Ann tiba di kamar kostnya. Lampu kamarnya menyala terang.

Ia meraih smartphonenya di atas tempat tidur, mengecek tanggal dan hari.

Ternyata ia hanya pergi selama beberapa menit saja. Hari masih malam. Padahal ia merasa telah menghabiskan waktu lama sekali di Gaia.

Ann mengetuk icon youtube di layar.

Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Mimi. 

Video Binaural Beats For Deep Sleep yang ia dengarkan sebelumnya telah berganti.  Menjadi Binaural Beats For Connecting  To Your Spirit Guide.

Ehh ? Ann terperangah.

Spirit Guide ... ?

Connecting to my ... Spirit Guide ?

Mmm ..

Xia ... ?

 

END.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun