Tetapi apa boleh buat. Aku tak tahu harus mengatakan kepada siapa lagi. Selama ini hanya Saras yang selalu bersikap ramah padaku.Â
Dan dengan posisinya sebagai ketua kelas yang selalu bertanggung jawab dan dapat dipercaya, semua guru dan teman pasti lebih bisa menerima kata-kata Saras dibandingkan aku, gadis pendiam aneh yang tak pernah bergaul akrab dengan siapapun di sekolah.
Masalahnya hanya satu.
Aku tak tahu pasti kapan tepatnya bencana itu akan terjadi.
"Kira-kira ... ledakan itu terjadi akibat apa ya ?" Saras berpikir keras sembari bersandar pada papan tulis di depan kelas yang telah kosong sejak tadi.
"Enng ... mungkin dari lab kimia ? Atau dapur di kantin ?"Â
Saras menggeleng.
"Ruang kelas kita ini kan letaknya di sudut gedung sekolah, di ujung lantai paling atas, dan terpisah dari ruang kelas lainnya. Â Sementara laboratorium kimia berada jauh di seberang sana. Lalu dapur kantin berada tiga tingkat di bawah. Itupun tidak dalam posisi lurus dengan ruang kelas kita. Sedangkan di dalam mimpi itu, saat kamu berlari keluar kelas, ledakannya berasal dari arah belakang kan ?"
Aku mengangguk.
"Berarti dengan kata lain, ledakannya berasal dari dalam kelas ?"
Aku mengangguk lagi.