"Deviiii ! Â Terimakasih yaa ! Berkat petunjuk dari kamu, aku berhasil menyelamatkan teman-teman ! Kali ini kita berhasil Dev !"Â
"Jadi, kalian nggak jadi pergi ?? Â Aduuh, syukurlah kalau begitu Ras ! Â Aku ... aku tuh sampai nggak mau nonton TV dan mendengar berita sama sekali lho, saking takutnya !"
"Jadi kok Dev. Aku dan teman-teman sekelas jadi pergi. Â Tapiii, kamu tahu nggak, tepat jam sembilan kurang lima, busnya terpaksa berhenti di tempat pemberhentian terdekat karena ada murid yang perlu pergi ke kamar mandi ! Dan saat longsor itu terjadi, kami masih cukup jauh dari lokasi," Saras tersenyum puas.
"Waah, kamu pura-pura mendadak ingin ke kamar mandi ? Hebat ide kamu Ras !" pujiku.
Saras hanya tersenyum. Wajahnya terlihat cerah dan bahagia.
"Eh, sudah bel masuk tuh ! Masuk yuk !"
"Yuk !"Â
"Oh ya Dev," kata Saras sesaat sebelum kami berpisah menuju ruang kelas masing-masing, "Bakat kamu ini sebuah anugerah lho. Jangan disia-siakan. Yah, kita memang nggak berharap ada kecelakaan atau bencana apapun lagi yang akan terjadi. Tapi, kalau sampai suatu saat kamu mendapat petunjuk lagi, kamu harus bisa mencari cara yang cerdik untuk memperingatkan orang-orang, tanpa harus memicu kepanikan dan membuatmu jadi bahan ejekan."
"Mm ... Â kamu ... nggak mau bantu aku lagi yah Ras ...?"
"Bukan begitu Dev. Tapi kita kan nggak bisa sama-sama untuk seterusnya. Jadi mulai sekarang kamu harus belajar berusaha sendiri. Berjuang untuk orang-orang yang kamu sayangi. Oke."
 Aku mengangguk.Â