Mohon tunggu...
yudi howell
yudi howell Mohon Tunggu... Freelancer - Active Social Media User

Female, live in Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kakak Perempuan

25 Mei 2020   23:56 Diperbarui: 26 Mei 2020   11:28 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Yudi Howell/ dokpri

Adrian tertawa. Entah tertawa apa. Dia membelai kepalaku. 

"Kamu mulai berpikir bahwa aku suka kamu karena bukan dirimu? Tapi karirmu, kelas ekonomi?"

***

Percakapan malam itu meninggalkan pertanyaan tanpa jawaban. Aku tidak pernah tahu alasan yang sesungguhnya Adrian menyukai aku. Demikian juga Adrian sampai kini aku tidak tahu mengapa aku menerima dia sebagai pasanganku. Mungkin ada jawabannya.

Tapi kami tidak pernah berterus terang, atau tidak berani berterus terang, atau tidak berani menerima kenyataan jika harus berterus terang. Jadi kami memendamnya bak harta karun, entah sampai kapan akan ditemukan dan dibuka isinya. 

Lima tahun sudah kini kami berpacaran. Usiaku menginjak ke empat puluh dan Adrian tigapuluh. Dan kami tetap tidak pernah ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul lima tahun lalu itu. Kami sudah cukup matang dan dewasa, terutama aku. Hahha....aku mulai menertawakan diriku sendiri.

Sebentar lagi kulitku akan mulai menampakkan garis-garis halus penanda usia. Bagiku itu tidak masalah karena itu alamiah. Sedangkan Adrian...baru gagah-gagahnya sebagai lelaki. Dewi dan cewek-cewek yang dulu pemuja Adrian sudah banyak yang menikah, termasuk Dewi. 

Apakah aku tidak takut Adrian akan pergi karena usiaku? Mestinya tidak, karena sejak awal kondisinya memang sudah begitu. Usiaku jauh lebih tinggi dari dia, karirku lebih tinggi, kelas ekonomiku lebih baik, dan tetap mandiri. Tak ada yang berubah. Lantas, untuk apa relasi ini? Buat apa juga bagi dia? Sepertinya dia juga tenang-tenang saja.

Beberapa hari lalu, baru pertama kali ini aku diajak Adrian ke rumah orang tuanya di Semarang. Selama ini cuma kutahu dari cerita-ceritanya. Bapaknya sudah tidak ada berpuluh-puluh tahun lalu. Dan Adrian adalah anak bungsu. Ada seorang kakak perempuannya dan ibunya tinggal di rumah orang tuanya.

Anehnya adalah aku tidak merasa akan diperkenalkan sebagai pacarnya, sebagai awal langkah menuju jenjang yang lebih lanjut dari sekedar pacaran. Sepanjang perjalanan, perasaanku datar, seperti biasa. Demikian juga, Adrian kurasa. 

Selama tiga jam di kendaraan, kami akhirnya sampai juga. Rumah sedikit mewah, tapi mungil dan asri. Halamannya tidak luas tetapi ada taman kecil di sudutnya. Taman yang teratur sengaja dirancang. Aku yakin, Adrian berasal dari keluarga dengan kelas ekonomi yang baik. Di ruang tamu, aku dipersilakannya duduk. Adrian masuk ke dalam memanggil ibunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun