"Maksudmu mereka hanya iri padaku?" tanyaku menyelidik.
Adrian tersenyum di sudut bibirnya, "Karena aku memilih kamu, bukan memilih mereka."
Aku tertawa terbahak mendengarnya. Adrian juga tertawa.Â
"Jadi, kamu yang memilih ya? Bukan aku?"
"Ya lah." Adrian berkelekar, " Kamu pernah dengar bisik-bisik cewek-cewek di divisi sebelah kalau kita pas lewat?"
"Apa?"
Adrian menatapku tetap dengan candanya.
"Kamu beruntung aku memilih kamu." Adrian tertawa terus merengkuh bahuku. Ia begitu seperti ingin mengatakan bahwa dia hanya bercanda.
***
Berhari-hari aku memikirkan kalimat terakhir Adrian. Betulkah aku beruntung dipilih oleh Adrian? Jadi siapa yang memiliki kekuatan? Adrian? Aku yang mestinya bilang kalau Adrian beruntung mendapatkanku. Aku punya banyak hal, yang tak Adrian punya. Apakah kemudaan dia adalah sumber utama kekuatannya dan usiaku yang lebih tua, mandiri, dan masih sendiri tapi punya segala, Â justru jadi kelemahan utamaku?Â
Tapi betulkah aku merasa tidak beruntung memiliki Adrian? Dari sekian puluh cewek-cewek muda nan cantik jelita, yang juga dengan lugas terbuka menawarkan perasaan cinta padanya, ternyata itu semua diabaikannya? Dan Adrian memilih aku? Bahkan Dewi, perempuan yang sudah sangat dekat dengan Adrian sebelum aku datang pun, harus melepas angannya berdua dengan Adrian. Tapi kenapa juga aku jatuh cinta kepadanya? Bukannya aku cukup punya modal untuk menawarkan cinta pada para lelaki yang bermodal lebih tinggi dari Adrian, bahkan lebih dari diriku sendiri?