Julukan Kota Pahlawan bukan tanpa alasan untuk Surabaya. Pada tanggal 10 November 1945, arek-arek Suroboyo berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari serangan sekutu. Pertempuran mereka melawan penjajah sangat sengit, bahkan banyak yang gugur dalam peristiwa berdarah tersebut, sehingga untuk mengenangnya, 10 November selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan. Bahkan Tugu Pahlawan dibangun untuk mengenang peristiwa Pertempuran Surabaya.
Cerita Pertempuran Surabaya berlanjut di Museum 10 November, yang mengoleksi benda-benda terkait peristiwa heroik tersebut, yang meliputi senjata dan seragam milik tentara Jepang, tentara Blok Sekutu, dan rakyat Surabaya. Koleksi unggulan di dalam museum ini adalah suara dari pidato yang disampaikan oleh Bung Tomo, pemimpin militer Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia karena peranannya dalam Pertempuran Surabaya.
Surabaya adalah kota yang sarat akan cerita sejarah. Dan beberapa landmark di Kota Pahlawan seakan menceritakan ceritanya sendiri. Salah satunya adalah Monumen Kapal Selam atau yang akrab disingkat Monkasel. Bukan sekedar monumen biasa, Monkasel rupanya adalah kapal selam asli yang dialihfungsikan sebagai museum. Tepatnya, ini adalah kapal selam KRI Pasopati 410 yang telah berjasa dalam menjaga keamanan laut Indonesia. Kapal ini dibuat oleh Uni Soviet pada tahun 1952 dan pernah dilibatkan dalam Pertempuran Laut Aru untuk membebaskan Irian Barat dari pendudukan Belanda, yang dikenal sebagai Operasi Trikora. Pada tanggal 26 Januari 1990, kapal selam ini dinonaktifkan oleh TNI-AL dan diubah menjadi Monkasel untuk mengenang perjuangan Operasi Trikora.
Kisah kepahlawanan di Surabaya tak habisnya diceritakan. Namun saat ini, Surabaya adalah kota modern. Tiba dari Bandara Juanda, kita dapat menempuh perjalanan sekitar 30 menit untuk menjumpai Patung Sura dan Buaya. Patung ini bukan saja landmark Surabaya, tetapi juga memiliki cerita. Menurut legenda, dulu di daerah Surabaya sering terjadi pertempuran antara ikan hiu dan buaya. Patung Sura dan Buaya sering diartikan sebagai simbol keberanian dan kekuatan masyarakat Surabaya, terutama dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Kini, patung ini tegap berdiri di dekat Kebun Binatang Surabaya.
- Zona Eropa (mengusung arsitektur Eropa, didominasi oleh bangunan-bangunan bergaya Belanda)
- Zona Pecinan (memiliki ciri khas bangunan Tionghoa dengan ornamen-ornamen yang khas)
- Zona Arab (memiliki pengaruh budaya Arab yang kuat)
- Zona Melayu (menampilkan arsitektur Melayu yang unik dan menjadi saksi bisu sejarah perdagangan di Surabaya)
Zona Eropa di Kota Lama Surabaya mengusung arsitektur Eropa, dan didominasi oleh bangunan-bangunan bergaya Belanda. Salah satu bangunan penting di Zona Eropa adalah Pos Bloc Surabaya, yang dulunya merupakan Kantor Pos Besar Surabaya, dan sekarang menjadi tempat untuk menuangkan ide dan kreativitas anak muda Surabaya.
Bangunan lainnya di Zona Eropa Kota Lama Surabaya adalah Museum De Javasche Bank. Cagar budaya ini secara khusus didirikan oleh Bank Indonesia dan secara resmi dibuka pada tanggal 27 Januari 2012 setelah direstorasikan. Dulunya, gedung ini merupakan kantor cabang De Javasche Bank (Bank Indonesia sekarang) di Surabaya, dan sekarang dialihfungsikan sebagai museum. Koleksi yang dipajang di sini adalah koleksi mata uang lama dan display sejarah sistem perbankan di Indonesia. Seperti kebanyakan museum di Indonesia, tidak disarankan untuk ke sini pada hari Senin karena pada hari tersebut, Museum De Javasche Bank tutup.
Zona Pecinan menawarkan suasana khas Tionghoa dengan bangunan-bangunan tua, kuliner lezat, dan budaya yang unik. Salah satu daya tarik Zona Pecinan adalah Kya-Kya, sebuah kawasan kuliner yang menyajikan berbagai macam makanan dan minuman khas Tionghoa.
Arsitektur khas Tionghoa tidak hanya ditemukan di Zona Pecinan Kota Lama Surabaya. Di Pantai Kenjeran, kita dapat menemukan Klenteng Sanggar Agung atau Klenteng Hong San Tang, yang merupakan tempat ibadah bagi umat Tri Dharma, yaitu dari agama Konghucu, Buddha, dan Taoisme. Meskipun begitu, klenteng ini juga mengikutsertakan umat beragama lain sebagai pekerja maupun pengurusnya, seperti Islam dan Kristen. Itulah namanya toleransi, salah satu pilar pemersatu rakyat Indonesia.