Mulutnya ditutupnya dengan kedua tangan. Titin melirik waniita asing dihadapannya, namun, bagi Lila Titin sudah tak asing, mereka pernah bertemu, tapi itu sewaktu Titin masih belum cukup umur untuk mengenal Lila.
Lila langsung duduk disebelahnya, melihat seorang gadis kurus semacam Titin, dan meringkuk serta terlihat mengibakan, naluri keibuan Lila bangkit dan membuatnya ingin melindunginya. Lila memegang tangan Titin memeriksa, meraba-raba tubuhnya, mengelus rambutnya, tangannya kurus, rambutya seperti tak terawat dan ketika disentuh, rontok. Bau Titin benar-benar pesing, liurnya tak berhenti mengalir, dan ia hanya menanggapi Lila dengan meliriknya saja, mulutnya seakan berkata-kata, namun tak ada suara keluar darinya.
“ada apa nak? Kamu kenapa?” tanya Lila penuh iba pada Titin, seraya agak menjauhkan hidungnya agar tak mencium bau pesing.
Namun, Titin hanya menjawabnya dengan lirikan.
“hey, kalian berdua, ayo masuk kedalam ruang makan,” Andi tiba-tiba muncul dan menegaskan.
Lila seakan akan merespon perintah Andi secara negatif, namun mulutnya terhenti karena kaget Titin tiba-tiba berlari dan masuk meninggalkan ruang tamu. Lila yang kaget hanya mengawasi Titin, kemudian mengalihkan pandangan kepada Andi, mereka bertatapan untuk beberaa detik.
“ayo,” tegas Andi lagi, kemudian masuk meninggalkan ruang tamu.
Lila menelan ludah, dalam benaknya, dalam hatinya, timul perasaan mual dan seakan menyuruhnya pergi, namun, naluri keibuan dan rasa cintanya pada Andi, membuatnya terjebak pada keharusan, yang mendorongnya harus masuk kedalam, setidaknya, untuk mengetahui apa yang terjadi.
Lila berjalan merambat dalm kegelapan didalam rumah Andi, meraba-raba untuk pengganti pengelihatan yang begitu tak berguna di ruang yang gelap-redup minim cahaya, samapi ia pada ruang tamu, ia tak melihat Andi, hanya melihat putrinya duduk di meja makan, ia perlahan bermaksud duduk disebelahnya.
Namun, sesuatu seperti menhan langkahnya, sebuah serangan perasaan, ia merasa diawasi seseorang, pengawasan ini membuatnya merinding tak terjelaskan, ludahnya ditelan, keringat muncul perlahan di keningnya, ia menoleh kearah tatapan itu, perlahan, dilindungi bayang ia melihat seseorang. “tidak mungkin, istri Andi sudah..”
Wanita itu menerjang tiba-tiba, mendorong Lila hingga terlentang di meja makan, Titin melihatnya semakin meringkuk ketakutan, menyembunyikan wajahnya dalam lindungan bonekanya.