Lila menyerah, perlahan ia menghentikan mobil, Andi keluar dan menutup pintu dengan perlahan.
“ini masih jauh dari rumahmu?” desak Lila menahan kepergian Andi.
“gak papa, aku sedang ingin menangkap ayam, istriku sedang ingin makan ayam,” jawabnya disertai senyum, kemudian berjalan masuk gang.
“Andi!” teriak Lila, “istrimukan sudah.....”
***
Rembulan bersinar terang, membentuk bundaran yang sempurna, tengah malam, membuat cahaya kuning semakin menghiasi malam, langit yang agak mendung, segalanya nampak indah jika mengada ke langit. Sesosok pria membawa karung berjalan waspada berlidung bayangan.
Nampak semakin waspada, membuka pagar perlahan, dan masuk.
Di kedalaman rumah yang lampunya menyala redup, pria itu mengucap salam, dan berkata kepada istrinya yang menunggu penuh harap kepulangannya. “aku mendapat tangkapan yang bagus, masih mulus, kau pasti suka.”
Dengan suara agak serak, “taruhlah di dapur, biar aku yang memasak untuk makan malam kita bertiga,” melangkah pergi, namun terhenti seperti mengingat sesuatu, “ah, jangan lupa, kubur tulang-tulang sisa makan malam kemarin di halaman belakang,” ditutupnya dengan senyum, dan menghilang dalam bayangan, masuk ruangan lain.
Keadaan pencahayaan rumah itu buruk, segalanya tampak gelap dan kabur. Si pria nampak masuk kedapur menaruh kantung, lalu pergi halaman belakang rumahnya. Beberapa saat kemudaian si Istri masuk kedalam dapur, merebus sesuatu.
Beberapa jam kemudaian masakn siap didalam panci, mereka bertiga di meja makan, makan bersama sebagai keluarga yang bahagia. Mereka bertiga duduk di meja makan persegi panjang, si Ayah duduk disebelah si Ibu, dan duduk dihadapannya, seorang anak perempuan umur sekitar delapan atau sembilan tahun, tak makan, namun hanya duduk, nampak kurus, seperti hany tinnggal kulit dan tulangnya saja, rambutnya sebahu.