Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kursi Roda yang Berkarat (Bagian 2: Selesai)

14 November 2021   05:00 Diperbarui: 14 November 2021   06:44 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mas, mau pesan ikan bakar atau jalan-jalan dulu?", Asih mengalihkan pembicaraan. Budi cuma diam, menengok ke Asih yang berada di sebelahnya.

"Budi, Asih, kalian jalan-jalan dulu saja. Naik sepeda air biar bisa keliling danau, asyik lho!", ibu yang menjawab. Tapi juga sebuah saran agar suami-istri itu kembali harmonis melupakan kesedihannya.

"Ya, Bu. Kita jalan-jalan dulu saja, pesan makanan gampang nanti siang! Ayo Bu?", ajak Budi.

"Aku di sini saja, nunggu mobil. Kalau mau jalan mutar-mutar keliling danau, silakan!"

Cepat, Budi meraih tangan istrinya, diajak jalan bergandengan, menuruni beberapa anak tangga. Nun di bawah sana, berjajar perahu kecil dengan desain angsa, itulah yang disebut sepeda air.

Ada dua tempat duduk dilengkapi dua set pedal layaknya sepeda, fungsinya untuk dikayuh agar perahu bergerak, bisa maju dan mundur. Di bagian belakang dilengkapi tuas penggerak sirip, fungsinya mengubah arah gerak perahu, belok kiri atau kanan.

Di depan loket tiket, Budi ikut mengantri, sementara Asih sibuk memilih warna sepeda air yang cocok. Kok tidak ada yang warna biru, warna favorit mas Budi? Ia pesan kepada petugas, dikatakan menunggu sepeda air yang sedang berputar kembali.

Budi telah berhasil mendapatkan tiketnya, menemui Asih, menunggu bersama sepeda air yang dipesan. Ia mengutarakan niat menyumbangkan kursi roda di rumah ke panti asuhan itu. Asih terdiam, seperti ada yang berat.

Tapi demi melihat sepeda air pesanannya datang, Asih mengangguk setuju!

Budi memandu Asih turun ke geladak perahu perlahan, ia seperti agak takut dengan goyangan sepeda air itu. Setelah keduanya duduk, Budi mulai mengayuh, kayuhan pertama terasa berat. Uhh, hampir sepenuh tenaga Budi mendorong pedal agar berputar. Berat juga, pikirnya.

"Bantu kayuh, sayang!", kata Budi sambil tersenyum ke arah Asih. Yang diajak bicara hanya tertawa kecil. Aduh, usilnya mulai! Terlihat napas Budi memburu, terasa capai! Begitu sepeda air sudah berjalan, kayuhan berikutnya mulailah terasa ringan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun