Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kursi Roda yang Berkarat (Bagian 2: Selesai)

14 November 2021   05:00 Diperbarui: 14 November 2021   06:44 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cuaca sedang bersahabat, tidak terik dan tidak mendung, ditambah sepoi angin yang terhembus dari danau membuat suasana sejuk dan nyaman.

Betah aku di sini, pikir Budi sambil berbaring di lantai gazebo.

Baru beberapa menit, terlihat rombongan ibu suster dan anak-anak, seperti difabel. Ini dari sekolah SLB atau panti asuhan, tanya Budi dalam hatinya. Setelah dekat, Budi beranikan diri bertanya.

"Selamat pagi Bu, ini rombongan dari mana?", tanya Budi ramah. Terlihat dua suster di depan dan satu di belakang rombongan. Ada anak yang terlihat fisiknya tidak sempurna, berjalan dengan pincang, kaki kanan tidak menapak sempurna, melainkan menapak dengan miring.

Di belakangnya ada dua orang yang mendorong kursi roda, duduk di atasnya dua anak cantik, satu dengan cacat tidak memiliki telapak kaki, yang lainnya terlihat kedua kaki mengecil, polio.

"Kami dari panti asuhan Bakti Luhur, pak. Ini sedang ada acara rekreasi!", jawab ibu suster yang ada di depan. Hati Budi terenyuh, iba, empatinya tergerak.

"Maaf, boleh minta alamat atau kartu nama panti asuhan ibu ya? Siapa tahu, satu saat nanti saya dan istri berkunjung ke tempat ibu!", kata Budi.

Suster membuka tas kecil yang dibawanya, menyodorkan selembar kartu nama ke Budi.

"Ini ada, pak. Silakan, kapan bapak sekeluarga akan datang, pintu selalu terbuka!", jawab suster Inawati, tertulis namanya di dadanya. Ia tersenyum dan berpamitan.

"Sama-sama, suster Ina! Saya juga berterima kasih kepada suster semua!".

Setelah rombongan berlalu, Budi kembali mendekati Asih. Ia ceritakan rasa simpatinya ke panti asuhan itu. Asih setuju untuk berkunjung nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun