Malam itu saya mendapatkan Orderan ke daerah Puncak, selama ini saya mencari nafkah dari mobil on line untuk menghidupi ke tiga anak saya juga istri yang selalu setia menanti kepulangan saya.
"Pak posisinya sudah dimana ya?"
Suara Ibu yang order mobil on line ku bertanya dari telepon genggam.
"Saya sudah dijalan Anggrek Bu, sedikit lagi saya tiba"
Aku memberitahukan dimana posisiku saat ini kepada Ibu yang mengorder mobil on line ku
"Baik Pak saya tunggu, nanti setelah minimarket ceria bapak belok ke kanan rumah saya ada di pojok jalan "
Ibu itu memberikan penjelasan tentang posisi rumahnya.
"Baik Bu, nanti saya kabarin kembali jika saya sudah tiba"
Jawabku
_____________________
Sudah dua tahun terakhir ini, saya mencari nafkah dari mobil on line, setelah memutuskan berhenti kerja dari perusahaan lising. Alhamdulillah pendapatan yang saya dapatkan jauh lebih besar dibanding saya bekerja sebelumnya, hal terpenting kita rajin saja dalam mencari rejeki. Pagi, siang, malam saya lebih banyak di luar rumah, menghabiskan waktu dijalan demi anak istri yang selalu membuat saya bersemangat.
"Hallo Bu, saya sudah di depan rumah ibu !"
Saya menghubungi Ibu yang telah pesan mobil on line tadi
"Baik pak, sebentar saya keluar"
Rumah Ibu itu terlihat gelap dari luar, halaman depannya sedikit tak terurus, lampu-lampu di rumahnya banyak yang padam.
"Mari pak jalan"
Ibu itu masuk kedalam mobil dan duduk di depan tepat di sebelah saya.
"Arah ke puncak ya bu?"
Aku mencoba membuka pembicaraan.
"Iya pak, pelan-pelan saja ya pak"
Ibu itu memasang sabuk pengaman.
"Baik Bu"
Aku melajukan mobilku dengan kecepatan 40Km/jam.
"Ibu sendirian saja bu pergi jauh malam-malam begini?"
Aku bertanya kepada si Ibu.
" Iya pak, saya mau kerumah adik saya, mau nginep, kadang di rumah suka merasa kesepian, anak-anak saya sudah pada berumah tangga semua, dan mereka sibuk, suami saya sudah tiga tahun ini meninggal"
Ibu itu sedikit bercerita.
"Saya turut berduka Bu atas kepergian suami Ibu!"
Aku mencoba menaruh rasa simpatik.
"Pak Setel musik ya, biar gak ngantuk"
Ibu itu menyalakan radio mobil
"Silahkan bu"
Aku tersenyum.
______________________
Di perjalanan menuju puncak, Ibu itu sempat tertidur pulas, raut wajahnya terlihat lelah, kerutannya sudah jelas terlihat, tapi raut wajahnya masih terlihat cantik meski sedikit pucat.
"Kasihan pasti Ibu ini sangat kesepian"
Bisikku dalam hati.
"Pak Sudah dimana ya?"
Ibu itu tiba-tiba terbangun
"Sudah di Gadog Bu, Ibu alamatnya di Cilotokan ?"
Aku mencoba memastikan
"Iya pak, Maaf tadi saya ketiduran ya Pak"
Ibu itu membenarkan posisi duduknya.
"Gak apa-apa bu, tidur saja, nanti kalau sudah sampai saya bangunkan"
Aku mencoba membuat si Ibu nyaman
"Sudah hilang ngantuknya pak"
Ibu itu tersenyum.
"Bapak sudah lama pak di On line ini ?"
"Panggil saya Ilham saja Bu"
Aku agak merasa risih juga dipanggil bapak oleh si Ibu.
"Oh Mas Ilham namanya ya?"
Ibu itu tersenyum
"Saya Bu Nunik Mas, Panggil saja Mbak Nunik biar terlihat lebih muda"
Ibu itu tertawa di ikuti oleh tawa ku.
_______________________
Tiba-tiba saja hujan turun, cuaca di daerah puncak yang memang sudah dingin semakin terasa dingin, jalananpun agak sedikit tersedat macet, aku mencoba memakai jaket yang memang selalu aku siapkan di dalam tas yang aku taro di kolong jok.
"Mas Ilham kedinginan ya?"
Bu Nunik bertanya
" Sedikit Bu, udaranya semakin dingin saja!"
Aku kembali tersenyum.
"AC mobilnya dikecilin aja Mas!"
Ibu Nunik mengecilkan AC mobil.
"Terima kasih Bu!"
"Kalau Mas Ilham mau ngerokok gak apa-apa jendelanya dibuka saja sedikit!"
Bu Nunik seperti melihat ke arahku
"Tidak Bu, saya tidak merokok"
Aku terus fokus menyetir.
"Sebenarnya ini rumah adik ipar saya mas, adik dari suami saya!"
Bu Nunik mencoba membuka pembicaraan kembali.
"Oh gitu Bu, deket ya bu sama adik ipar sampai bela-belain mau nginep?"
"Engga juga Mas, justru saya sakit hati sama ipar saya ini?"
Raut wajah Bu Nunik seketika berubah.
"Loh kenapa begitu Bu?"
Jawabku sedikit heran.
"Konon suami saya meninggal gara-gara dia Mas, semenjak suami saya mendapatkan warisan dari orang tuanya sebuah Villa di kawasan puncak, suami saya sakit-sakitan, ini bukan sakit secara medis Mas, tapi suami saya di teluh oleh adiknya sendiri!"
Ibu Nunik membuang pandangannya ke seberang jalan
"Ah Ibu masa adik sendiri tega berbuat itu pada kakaknya sendiri?"
Aku sedikit kaget akan cerita Bu Nunik
"Mas, kalau sudah urusan uang atau materi semua orang bisa bersikap kejam, tak perduli kepada siapapun"
Suasana hening seketika, suara radio mulai menghilang karna pengaruh cuaca
"Mas Ilham tau? Villa yang diwariskan oleh suami saya nilainya Milyaran rupiah, tanahnyapun sangat luas, dan adik ipar saya mendapatkan tanah yang tidak seluas suami saya, wajarkan dia perempuan, sayangnya dia selalu diperalat oleh suaminya yang tamak, berbagai cara mereka lakukan untuk menguasai tanah waris suami saya sampai akhirnya mereka kirim teluh lewat ilmu hitam!"
Bu Nunik masih membuang pandangannya ke luar jendela.
"Mas tau ? Seminggu sebelum suami saya meninggal dunia, rumah saya di datangi Ular yang tiba-tiba ada di dapur, belum lagi saya melihat sosok hitam tinggi besar di ruang tamu, seperti orang sedang duduk bersila!"
Suasana semakin hening.
"Setelah itu suami saya tiba-tiba terkapar di tempat tidur, badannya seperti tidak bisa digerakkan, saya datangkan orang yang biasa menangani teluh dan terbukti siapa yang telah melakukan ini semua"
Bu Nunik terlihat menyeringai sinis, sorot matanya penuh dendam.
"Terus Ibu mau apa datang ke tempat adik ipar Ibu ini?"
Aku jadi penasaran.
"Saya hanya ingin bertanya Mas, mengapa mereka tidak datang ketika jenasah suami saya disemayamkan hingga akhirnya dikubur"
Kembali pandangan Bu Nunik terlihat membuang kearah jendela.
____________________
"Bu ini sudah di ciloto, kearah mana lagi bu?"
Aku memastikan kembali tujuan dari Bu Nunik
"Dari sini mas lurus terus, nanti di sebelah kanan ada gerbang bertuliskan Villa Kolibah, di Villa itu adik ipar saya tinggal, Villa yang seharusnya menjadi milik kami"
Lagi dan lagi aku melirik ke Bu Nunik sorot matanya terlihat jelas dendam dan sakit hati.
"Berhenti disini Mas!"
Tiba-tiba suara Bu Nunik memintaku untuk memberhentikan laju mobil.
"Itu Villanya Mas pas di ujung jalan ini, Mas Ilham nanti parkir saja di dalam dan turun sebentar pastikan adik Ipar saya berada di Villa itu"
Bu Nunik kembali memberikan aku Kode untuk melajukan kembali kendaraanku.
"Kalau boleh tau nama adik ipar Ibu siapa ya ? Biar nanti saya bertanyanya enak"
Aku melirik ke Bu Nunik
"Rudy istrinya Wiwik"
Bu Nunik menjawab datar.
Gerbang langsung dibuka oleh penjaga Villa, bener saja kata Bu Nunik gerbang itu besar sekali, dan dari nampak luar Villa yang bangunannya bergaya klasik memang terlihat luas.
"Maaf Mas mau cari siapa?"
Suara si penjaga Villa bertanya kepadaku di saat aku membuka kaca jendela, udara kian terasa dingin, gerimis masih gemericik.
"Apa benar ini Villa pak Rudy?"
Tanyaku kepada si penjaga Villa
"Iya betul, ada perlu apa Mas?"
Penjaga Villa itu memandang dengan heran.
"Pak Rudynya ada pak?"
Aku kembali bertanya.
"Ada Mas, silahkan parkir disana kendaraannya"
Aku memakirkan kendaraanku, dan ..
"Bu sudah sampai Bu"
Aku berkata ke Bu Nunik yang dari tadi tidak bersuara.
Tiba tiba
"Bu..Bu Nunik ?"
Aku menoleh ke jok belakang.
"Ada apa Mas?"
Si penjaga Villa kembali menghampiriku dan membuatku kaget.
"Bapak tadi lihat Ibu-Ibu disebelah saya gak?"
Aku bertanya kepada sipenjaga Villa.
"Mas dari tadi sendirian kok!"
Bapak penjaga Villa memandangku heran.
"Gak pak tadi ada seorang Ibu-Ibu, Bu Nunik namanya"
Wajah si penjaga Villa itu terlihat kaget.
"Bu Nunik?"
Si penjaga Villa balik bertanya.
"Iya pak dia tadi nyuruh saya bertanya apa benar ini Villa pak Rudy?"
"Mas, sebaiknya Mas turun dulu dari mobil, mari kita ngeteh-ngeteh sebentar!"
Bapak tua si penjaga Villa yang mengenakan jaket salah satu partai politik mencoba menenangkanku.
"Tapi pak Bu Nuniknya?"
Aku masih sedikit tidak mengerti.
"Tenang Mas, nanti saya ceritakan, sekarang masnya minum teh hangat saja dulu!"
Di Pos penjaga Villa, Pak tua membuatkan aku secangkir teh hangat dan beberapa roti, ku tengok jam dinding yang berada di tembok pos, angka sudah menunjukkan pukul 23.15 WIB
"Mas siapa namanya?"
Pak tua bertanya
"Saya Ilham Pak"
"panggil saja saya kang Mus"
Kang Mus mengulurkan tangannya dan aku menjabat erat.
"Jadi kemana Bu Nunik ya pak?"
Aku masih gak habis pikir sama Bu Nunik yang mendadak tidak ada.
"Mas berarti dari tadi tidak bawa penumpang, Mas kesini sendirian!"
Kang Mus tersenyum getir.
"Maksudnya kang Mus?"
Aku masih belum paham akan siatuasi yang aku alami.
"Bu Nunik sudah meninggal setahun yang Lalu, sebelumnya suaminya yang meninggal karna sakit, setelah itu Bu Nunik seperti orang stres, setiap malam dia berfoya-foya menghabiskan harta warisan peninggalan suaminya, Villa Ini tadinya punya mereka lalu dijual oleh Bu Nunik karna dia jatuh miskin, dan di beli oleh Pak Rudy adik dari suaminya Bu Nunik, cuma yang dasar orangnya dableg, jual Villa bukannya usaha yang lain dia malah semakin menjadi foya-foya, akhirnya Bu Nunik bener-bener jatuh miskin Mas, hingga akhirnya dia bunuh diri dirumah kontrakan yang tadi Mas jemput!"
Seketika saja perutku mules, badanku terasa lemas.
" Terus anak-anaknya kang?"
Aku kembali meminum teh hangatku.
"Mereka tidak memiliki anak Mas, mungkin itu juga yang membuat Bu Nunik tidak bisa mengendalikan hawa nafsu dunianya, sepergi suaminya dia merasa kesepian dan selalu menghabiskan waktu di luar dengan berfoya-foya."
Kang Mus kembali menuangkan teh hangat dari teko ke cangkir tehku.
"Sebenarnya Mas Ilham ini bukan yang pertama kali, sering mobil On line mengantarkan arwah Bu Nunik kesini, dengan cerita yang berbeda-beda, Konon di Villa inilah begitu banyak kenangan Bu Nunik bersama suaminya saat-saat mereka bahagia dengan materi yang mungkin buat sebagian orang sudah lebih dari cukup Mas!"
Badanku semakin lemas, wajahku sudah pasti terlihat pucat pasi, tidak kebayang rasanya jadi yang aku bawa di jok depan itu ternyata..Ah sudahlah, semakin gak karuan saja rasanya pikiranku.
"Kang Mus, kalau begitu saya pamit, terima kasih atas jamuan teh hangatnya!"
Aku berdiri menyalami Kang Mus.
"Apakah tidak sebaiknya besok saja Mas, ini sudah hampir jam setengah satu dini hari!"
Kang Mus mencoba menawarkan agar aku beristirahat di Posnya yang memang terlihat seperti rumah tinggal, lengkap dengan kamar tidur dan ruang tivi.
"Nuhun Kang Mus, kasihan nanti istri saya dirumah nunggu-nunggu"
Aku memundurkan mobilku, kulihat dari kaca spion Kang Mus membuka kembali gerbang Villa.
"Hati-hati dijalan Mas Ilham baca doa saja!"
Kang Mus melambaikan tangan, diiringi oleh lambaian tanganku.
Jalan kedepan dari Villa itu lumayan cukup jauh, meski masih merinding akan cerita Kang Mus, tapi aku mencoba terus memberanikan diri, tidak lupa aku terus mengaji dalam hati. Telepon genggamku berdering, ku lihat layar HPku menunjukkan pukul 01.25 WIB, terdapat panggilan masuk dari istri tercinta, kuberhentikan mobilku ke pinggir
"Hallo Mas, lagi dimana?"
Terdengar suara khawatir dari seorang wanita yang telah memberiku 3 orang anak yang sangat lucu-lucu.
"Iya sayang, Maaf Mas belum sempet kasih kabar, mas dapat orderan ke daerah Puncak, tapi maaf mas gak bisa bawa uang!"
"Mas baik-baik sajakan tapi?"
Suara istriku semakin terdengar khawatir
"Alhamdulillah Mas baik-baik saja, nanti kalau sudah di rumah mas ceritain."
Tiba-tiba terdenger suara orang tertawa dari luar mobil
"HiHiHiHiHi..."
Dan aku melihat dengan jelas sosok wanita berambut panjang, berbaju putih panjang, terbang dari pohon pinus satu ke pohon pinus lainnya.
"Astagfirllohhaladzim"
Aku spontan berteriak.
"Hallo mas, kenapa mas?"
Istriku terdengar semakin panik
"Gak apa-apa sayang, nanti dirumah mas ceritakan!"
Aku mematikan telepon genggamku, kunyalakan kembali mesin mobil dan baru aku tersadar, tempat aku berhenti adalah tempat dimana Bu Nunik memintaku untuk berhenti juga sebelum masuk ke gerbang Villa.
Penulis
Pamulang
04.10.2018
foto :*Google
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H