"Setelah fase histeris, Pak Yo akan mengalami masa koma. Nah, fase inilah yang paling unpredictable. Pak Yo bisa saja koma selama 2 hari tapi bisa juga memakan waktu dua tahun atau lebih. Kita tidak pernah tau."
Bunyi detak jam dinding dan suara AC di kamar dokter terasa kencang sekali di telinga kami.
"Jadi apa rekomendasi dari Dokter?" tanya Mama lagi.
"Saya tidak mempunyai rekomendasi apa-apa. Saran saya rawatlah Pak Yo dengan baik dan semua anggota keluarga harus mempersiapkan diri," jawab Dokter lalu mengakhiri kalimatnya, "Saya minta maaf. Kami Team Dokter sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menolongnya."
Setelah dokter mengatakan vonis tersebut, setiap hari kamar Papa selalu ramai. Semua keluarga berkumpul di rumah sakit; Oma, Om, Tante dan sepupu-sepupu semuanya datang untuk mendoakan Papa.
Karena tidak kebagian bangku, saya berdiri di samping tempat tidur sambil memeluk Papa. Saya letakkan kepala saya di atas dadanya sambil berucap berulang-ulang, "I love you, Papa. Ya Tuhan, sembuhkanlah Papa. I love you, Papa. Ya Tuhan, sembuhkanlah Papa..."
"WAAAAA...!!!!" Tiba-tiba Papa berteriak sambil mendorong tubuh saya dengan keras sehingga saya jatuh terjengkang ke lantai.
Semua orang terkejut bukan main. Para sepupu segera menolong saya bangkit dari lantai. Untunglah saya tidak mengalami luka sama sekali.
"WAAAAA......!!!!" Papa bangkit dari tidurnya. Dari posisi duduk di ranjang dia berusaha untuk bangkit turun dari tempat tidur. Namun karena kekuatan tubuhnya sudah tidak menunjang, dia jatuh ke lantai dengan kepala terlebih dulu.
Semua orang panik, suasana di kamar menjadi begitu menegangkan.
Dengan tangkas Mama langsung memencet bel untuk memanggil suster. Sementara Papa terus berusaha berdiri, badannya bergerak kelojotan di lantai sedangkan tangannya memukul ke kanan dan ke kiri seakan sedang berkelahi dengan seseorang tak terlihat.