Mohon tunggu...
Yoyo
Yoyo Mohon Tunggu... Buruh - Lorem ipsum dan lain-lain seperti seharusnya

Tour leader. Pengamat buku, kutu buku, penggila buku dan segala hal yang berbau buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Papa Muntah Darah

25 Januari 2018   14:24 Diperbarui: 25 Januari 2018   14:31 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah merasa bahwa doa Anda dikabulkan Tuhan? Sekarang saya sedang merasakan perasaan itu. Sejak peristiwa dijemput di bandara, hubungan saya jadi semakin dekat dengan Papa. Saya sering iseng menggodanya dengan cara memeluk dari belakang lalu menciumnya sambil mengatakan 'I love you, Papa'. Sehabis mencium, saya perhatikan muka Papa yang memerah karena malu. Dan entah kenapa saya selalu menikmati situasi itu. Untunglah Papa tidak pernah melarang atau menolak setiap kali saya menciumnya.

Tapi rupanya lama-lama Papa menjadi terbiasa dicium oleh anaknya. Mukanya tidak lagi memerah, bahkan belakangan sering pula dia yang tiba-tiba memeluk saya sambil berkata, "Yoyo, temenin Papa makan sate kambing, yuk?"

"Makan sate kambing di mana, Pa?"

"Ada langganan Papa di Roxy. Satenya empuk dan enak."

"Berdua aja?" tanya saya menegaskan.

"Kapan-kapan kita pergi berempat. Tapi sekarang Papa mau pergi berdua aja sama kamu."

Tentu saja saya bahagia sekali dengan ajakan itu. Mama dan A Koh pun terlihat heran melihat hubungan kami berdua semakin mesra. Minimal seminggu sekali, Papa suka mengajak saya ke luar rumah. Kadang cuma makan es krim, nonton film atau sekedar berjalan-jalan ke daerah kota seperti Glodok, Pasar Asem Reges dan Kebon Jeruk  untuk mencari sparepart mobil, motor dan sepeda untuk kelengkapan bengkel-bengkelnya. 

Saya tidak peduli mau diajak ke mana atau melakukan apa. Pokoknya kegiatan bersama Papa buat saya adalah quality time yang saya rindukan sejak kecil dulu. Sering saya merasa bahwa apa yang dilakukan Papa sepertinya hendak mengganti apa yang dulu tidak dia lakukan pada anak perempuannya ini. Mungkin beginilah cara Papa menebus apa yang seharusnya diberikannya dulu.

Suatu malam, saya menemani Papa berkunjung ke rumah tempat kelompoknya berkumpul. Sesampainya di sana, tiga orang orang yang umurnya sebaya dengan Papa menyambut kedatangan kami dengan hangat.

"Haiya, apa kabar, Pak Yo? You orang sibuk, ya? Kalau datang selalu paling telat," sindir seseorang.

"Maap teman-teman. Saya kan harus menunggu gadis cantik ini dandan dulu," jawab Papa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun