"Itu ada darahnya, Pa. Muntah Papa bercampur darah," kata saya dengan suara kuatir.
Papa melihat ke arah washtafel namun dengan gerakan cepat dia buru-buru menyiram cairan berwarna merah itu ke dalam lubang air, "Bukan darah, Yo. Mungkin tadi kue merah yang disuguhkan, Pak Lie."
"Papa yakin bukan darah? Papa nggak boleh bohong!" pekik saya.
"Papa nggak bohong. Itu pasti sisa kue merah yang tadi kita makan."
"Hueeeek...!!!" Baru saja menyelesaikan kalimatnya, Papa muntah lagi. Karena perutnya sudah kosong, yang keluar hanya reak yang berasal dari asam lambung dengan sedikit cairan yang kali ini saya sangat yakini adalah darah.
"Papa itu darah, Pa. Â Ayo sekarang kita ke rumah sakit aja, Pa," kata saya semakin panik.
"Nggak usah, Yo. Darahnya sedikit kok. Paling itu cuma iritasi di tenggorokan Papa aja," sahut yang muntah dengan nada yakin.
"Papa selain mual rasanya gimana? Pusing nggak? Sakit di dada atau leher nggak?" serang saya lagi bertubi-tubi.
"Nggak merasa apa-apa. Mualnya juga udah jauh berkurang," jawab yang ditanya.
"Okay, sekarang Papa berbaring aja dulu. Kalau muntah lagi, kita ke rumah sakit."
"Ngapain ke rumah sakit? Orang Papa nggak apa-apa kok," sahut Papa ngeyel.