KEMARIN, Selasa, 08 Oktober 2024, ketika membersihkan rak buku yang sudah lama kurang mendapatkan perhatian, dalam arti tidak dibersihkan sehingga debu menempel pada buku-buku itu, tanpa terasa mata dan tanganku bersamaan menyentuh pada sebuah buku kecil bersampul putih.
Buku itu sudah kubeli di tukang loak di bilangan Malioboro beberapa tahun silam. Warnanya sudah tak putih lagi, namun isinya masih terbaca dengan baik.
Sebuah buku kecil berjudul "Saat-Saat Kebenaran" berisi enam cerita pendek tentang saat krisis yang menentukan nilai seseorang. Buku tersebut diterbitkan oleh Yayasan Cipta Loka Caraka Jl. Moh. Yamin 37 Jakarta 10310 tahun 2001. Penulisnya bernama Adolf Heuken SJ.
Setelah kubolak balik ternyata pada sampul dalamnya tertulis, cetakan pertama: 1996 dan cetakan kedua: 2001. Itu berarti buku yang sedang ada ditanganku ini adalah buku cetakan kedua.
Luar biasa...
Pada daftar isi tertulis dengan jelas enam cerita pendek itu dengan judul dan pengarangnya.
1. Wahyu oleh Flannery O'Connor.
2. Pengadilan S. Thomas More oleh Robert Bolt.
3. Tuhan membenarkan dengan menguji ketabahan hati oleh Leo Tolstoy.
4. Prakiraan oleh Morris L. West.
5. Sonei Kenichi oleh seorang Suster OSU.
6. Selalu di hati oleh T.C. Lengyel.
Ternyata para pengarang kisah-kisah pendek ini bukanlah orang-orang biasa. Penulis buku ini adalah seorang Imam Katolik dari Serikat Jesus atau yang lebih dikenal dengan Jesuit itu mengisahkan kembali enam kisah itu secara menarik.
Saya berusaha membacanya satu per satu. Mulai dari yang pertama hingga yang keenam. Namun sebelum tiba pada kisah keenam, ketika pada kisah ketiga, saya seakan-akan disuruh berhenti secara tiba-tiba.
Leo Tolstoy. Nama ini pernah kudengar. Iya. Ternyata saya pernah membaca salah satu kisahnya. Namun saya sudah lupa. Kisah apa ya? Ya. Lupakan saja itu.
Saya membaca kisah Leo Tolstoy pada buku kecil itu dari awal hingga selesai. Kisah itu termuat pada halaman 53 hingga 64. Artinya hampir 10 halaman.
Mungkinkah para Kompasianer juga pernah membaca dan menikmati kisahnya? Sebuah kisah yang dituturkan secara sangat menarik oleh pengarang cerita yang bernama Leo Tolstoy.
***
Untuk itu, mari kita mencari tahu tentang siapakah Leo Tolstoy itu? Saya makin penasaran untuk mengetahui siapakah pengarang kisah menarik ini?
Saking ingin tahunya saya, lalu saya berusaha berselancar pada dunia maya untuk menemukan siapakah pengarang cerita yang luar biasa menarik ini.
Dari kamus elektronik wikipedia.com, saya menemukan sang pengarang yang bernama lengkap Pangeran Lev Nikolayevich Tolstoy atau lebih dikenal sebagai Leo Tolstoy.
Tolstoy, seorang sastrawan Rusia, pembaharu sosial, pasifis, anarkis Kristen, vegetarian, pemikiran moral dan seorang anggota berpengaruh dari keluarga Tolstoy.
Ia secara luas dianggap sebagai salah seorang novelis yang terbesar, khususnya karena adikaryanya Perang dan Damai dan Anna Karenina.Â
Sebagai seorang filsuf moral dia terkenal karena gagasan-gagasannya tentang perlawanan tanpa kekerasan melalui karyanya: Kerajaan Allah ada di Dalam Dirimu, yang pada gilirannya memengaruhi tokoh-tokoh abad ke-20 seperti Mahatma Gandhi dan Martin Luther King, Jr.
Leo Tolstoy sendiri lahir di Yasnaya Polyana, Rusia, pada 9 September 1828. Ia adalah anak keempat dari lima bersaudara. Orangtuanya meninggal ketika ia masih kecil. Lalu ia dibesarkan oleh sanak keluarganya.
Tolstoy belajar hukum dan bahasa-bahasa Oriental di Universitas Kazan pada 1844 hingga akhirnya ia meninggalkan universitas itu. Dosen-dosennya menggambarkan bahwa dirinya "tidak mampu dan tidak mau belajar."
Karena itu, Ia kembali ke tengah-tengah studinya di Yasnaya Polyana dan menghabiskan banyak waktunya di Moskwa dan St. Petersburg.
Dikisahkan bahwa setelah terjerumus ke dalam utang yang besar karena berjudi, Tolstoy menemani kakaknya ke Kaukasus pada 1851 dan masuk menjadi anggota Tentara Rusia.
Pada 1862 ia menikah dengan Sofia Andreevna Bers, yang usianya 16 tahun lebih muda darinya. Mereka mempunyai 13 orang anak.
Yang menarik bahwa pada malam pernikahannya, ia memberikan buku hariannya kepada tunangannya. Buku-buku hariannya ini memuat catatan mengenai hubungannya termasuk seksualnya dengan para petaninya.
Meskipun demikian, awal kehidupan perkawinan mereka cukup bahagia dan tenang. Sofia memberikan Tolstoy banyak kebebasan untuk menulis adikarya sastranya, Perang dan Damai, dan Anna Karenina.
Kehidupan perkawinannya yang belakangan digambarkan oleh A.N.Wilson sebagai salah satu yang paling tidak bahagia dalam sejarah sastra. Hubungannya dengan istrinya semakin buruk ketika keyakinannya menjadi semakin radikal. Tolstoy meninggal dunia pada 20 November 1910 pada usia 82 tahun.
***
Tuhan membenarkan dengan menguji ketabahan hati
Mengisahkan tentang kehidupan seorang pedagang muda bernama Ivan Dmitrich Aksionov yang berwajah ganteng, berambut ikal, dengan hobi suka bercanda dan gemar berdendang.
Masa lalunya penuh kekelaman karena suka minum dan bikin ribut. Namun sesudah menikah, ia berhenti minum-minum, kecuali bila berpesta.
Pada suatu musim panas, ia hendak pergi ke pasar malam di Nizhny. Yang menarik bahwa pada saat mengutarakan maksud hatinya, istrinya yang bernama "Vanya" melarang ia berangkat, karena bermimpi buruk tentangnya.
Namun Aksionov menertawakan istrinya dan berkata: "Kamu hanya takut saya akan pelesiran dengan wanita-wanita, bila sampai di pasar raya."
Istrinya tetap melarang.Â
"Pokoknya, saya bermimpi buruk. Saya bermimpi, waktu kamu kembali ke kota itu dan melepaskan topi, rambutmu sudah memutih semua."
Setelah bersoal jawab, akhirnya Aksionov berangkat.
Dalam perjalanan Aksionov bertemu dengan seorang pedagang kenalannya. Mereka menginap di losmen yang sama. Mereka minum teh dan kemudian tidur di kamar bersebelahan.
Keesokan harinya, setelah membayar bonnya ia berangkat sebelum fajar.
Setelah menempuh jarak sekitar duapuluh lima mil, ia berhenti untuk memberi makan kuda-kudanya dan beristirahat sebentar.
Tiba-tiba sebuah kereta yang ditarik tiga kuda mendekat padanya. Seorang petugas bersama dua tentara menghampiri Aksionov dan menyelidikinya dengan saksama:
"Di mana kamu melewatkan tadi malam? Sendirian atau bersama seorang kawan pedagang? Apakah kamu melihat pedagang itu pagi ini? Mengapa kamu meninggalkan losmen itu sebelum fajar?"
Aksionov menjawab semua pertanyaan itu dengan benar dan rinci.
Kemudian seorang polisi berkata: "Saya seorang polisi wilayah ini, dan perlu menanyai kamu, karena pedagang yang bermalam bersamamu itu ditemukan tewas dengan tenggorokan putus. Kami harus menggeledah barang-barangmu."
Mereka masuk ke kedai itu. Kedua tentara dan polisi melepaskan tali bawaan Aksionov dan memeriksanya. Tiba-tiba polisi menarik sebuah pisau dari tas Aksionov dan berseru: "Pisau ini milik siapa?"
Aksionov melihat dan menyaksikan sebuah pisau dengan bercak darah dikeluarkan dari tasnya. Dia terpana campur ketakutan.
Aksionov dituduh telah membunuh dan mencuri uang pedagang itu sebanyak dua puluh ribu rubel. Alat buktinya jelas, pisau dengan bercak darah terdapat dalam tasnya.
Meskipun Aksionov bersumpah bahwa ia tak melakukan itu. Pisau itu pun bukan miliknya.
Singkat cerita, polisi menyuruh kedua tentara memborgol Aksionov dan menggiringnya ke kereta. Waktu mereka mengikat kakinya dan menggelundungnya ke dalam kereta, Aksionov membuat tanda salib dan menangis.
Ketika polisi dan tentara, juga istrinya menanyainya, ia berpikir bahwa semua orang telah mencurigainya, maka ia berkesimpulan:Â
"Sepertinya hanya Tuhanlah yang mengetahui kebenaran. KepadaNya saja kita harus memohon. Dari Dia saja aku berharap belaskasih."
Akhirnya Aksionov dijatuhi hukuman cambuk lalu dipenjarakan selama 26 tahun di penjara Siberia.Â
Segala kegantengannya hilang: rambutnya memutih seperti salju, jenggotnya panjang, jarang serta abu-abu. Ia menjadi bongkok, jalannya lamban, sedikit bicara, dan tak pernah tertawa, tetapi sering berdoa.
Dalam penjara Aksionov belajar membuat sepatu lars untuk menghasilkan uang. Dan dengan uang itu, ia membeli buku "Riwayat Orang Kudus."
Ia selalu membaca buku itu. Pada hari Minggu ia membaca Kitab Suci dan ikut koor, karena suaranya masih bagus. Karena itu pimpinan penjara sangat menyukainya. Bahkan sesama narapidana sangat menghormati dia dan menyebutnya "Kakek dan Santo."
Akhirnya pada suatu waktu ada sekelompok tahanan baru dibawa juga ke penjara Siberia. Diantaranya ada  seorang tahanan yang berasal dari Vladimir. Namanya Makar Semyonich.
Ternyata ia adalah pelaku  pembunuhan itu 26 tahun silam.
Dan....
Kendatipun Aksionov memaafkannya, Makar Semyonich mengakukan kejahatannya. Tetapi, pada waktu surat perintah pembebasannya diterima, Aksionov sudah meninggal dunia untuk selamanya.
***
Pesan cerita ada pada judul kisah ini: "Tuhan membenarkan dengan menguji ketabahan hati".
Kebenaran yang utama hanya ada di dalam Tuhan.
Penyesalan dan permohonan maaf
 itu penting untuk mendapatkan pengampunan dari Tuhan.
Memaafkan  dan pintu maaf harus selalu terbuka bagi orang yang telah bersalah kepada kita!
***
Atambua: 09.10.2024
Sumber Referensi:
1. Â https://id.wikipedia.org/wiki/Leo_Tolstoy
2. Â Leo Tolstoy, "Tuhan membenarkan dengan menguji ketabahan hati" dalam Adolf Heuken SJ, "Saat-Saat Kebenaran", Cipta Loka Caraka, Jakarta 2001.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H