Mohon tunggu...
Yohanes Vincentius Krissanto
Yohanes Vincentius Krissanto Mohon Tunggu... Lainnya - murid

serteh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The End

23 Maret 2024   10:02 Diperbarui: 23 Maret 2024   10:05 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tapi, ayahmu mengingkari janjinya itu. Ia memilih untuk memiliki anak sebagai ahli warisnya. Kemudian aku mengumpulkan orang-orang pengikutku untuk menyerang Castra. Raja macam apa mengingkari janjinya dengan mudah seperti itu. Aku pun mempelajari buku sihir yang kucuri dari kerajaan Irae saat menjalankan misi khusus pada tahun 1666. Sesudah aku mempelajarinya, aku pun tertangkap basah dan diserang. Aku berusaha menjelaskan alasanku melakukannya, tapi mereka tidak mau tahu. Aku pun terpaksa menghancurkannya, lalu kembali ke Castra untuk menjalankan rencanaku. Aku memiliki rencana untuk menguasai seluruh Castra dan menyingkirkan mereka yang lemah dan tidak berguna, sehingga aku bisa membangun sebuah kerajaan kuat yang juga berisi orang-orang yang kuat. Aku menghancurkan Castra dan mencari buku itu dan belatinya, dengan menjadi lebih kuat, semakin cepatlah rencanaku terwujud. Aku menemukan tempat persembunyian Metus dan membunuhnya beserta istrinya. sesudahnya, aku lanjut menguasai kerajaan-kerajaan lain. aku mengumpulkan orang-orang yang kuat. Setelah menguasai seluruh benua, aku, beserta semua orang yang telah kukumpulkan, membangun kembali kerajaan Castra untuk ditinggali. Semuanya sesuai dengan rencanaku, sampai pada 20 tahun lalu, mereka berbalik menyerangku. Mereka bilang, aku tidak dapat memimpin dengan baik dan hanya mementingkan dirinya."

"Lalu?"

"Lalu,,,,ketika itu, mereka melakukan demo agar mereka dapat hidup dengan bebas lagi seperti sebelumnya, dan mereka ingin aku pergi karena telah membuat banyak kerugian dan hilang nyawa. Aku pun marah dan menyerang mereka semua dengan sihirku. Aku, membunuh mereka....semuanya."

"...."

"Aku pun menetap di sini, menunggu ajal menjemputku, dan menyesali setiapm perbuatanku."

"Kau tahu itu semua tidak cukup bukan? Kau sudah menghancurkan dunia, membunuh banyak makhluk hidup, tidak hanya manusia, kau menghancurkan segalanya demi impianmu itu. Kau adalah pembawa duka."

"Aku tahu itu, dan aku sangat menyesalinya. Tapi, tak ada gunanya aku mengatakannya. Takkan ada yang berubah."

"Lalu, apakah ini nasib dari dunia ini? Apakah kau tidak bisa bertanggung jawab atas apa yang kau perbuat?"

"................. Maaf. Tidak ada yang bisa kuperbuat. Terimakasih karena sudah menjadi teman bicaraku yang terakhir. Kurasa inilah akhirnya."

Ia melompat ke arah jendela besar di belakangnya, lalu terjatuh. Aku mengeceknya dengan hati-hati, barangkali itu jebakan. Tapi, ia benar-benar terjun dan mati. Sekarang, aku tidak tahu emosi apa lagi yang kurasakan. Aku tidak senang ataupun puas, aku tidak sedih atau semacamnya. Lebih tepatnya, aku tidak tahu lagi aku harus merasa apa.

Tidak ada yang tersisa dari dunia ini. Tidak ada lagi yang dapat kulakukan. Semuanya sudah binasa. Semuanya karena manusia itu sendiri. Semua karena egonya sendiri. Tidak ada satu pun momen di mana dunia benar-benar damai. Satu-satunya masa di mana dunia ini damai, adalah saat semuanya sudah tiada, maka tidak akan ada lagi konflik, tidak akan ada lagi pertengkaran, tidak ada peperangan, tidak akan ada lagi duka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun