Untuk menilai sesuatu, jangan melihat dari fisik atau luarnya.
"Jessi! Ayo bangun, buruan mandi dan berangkat nanti ketinggalan pesawat sudah jam tujuh pagi ini," teriak ibu saat membangunkanku yang ingin berangkat kerja dinas keluar kota.
Akupun langsung terbangun saat ibu mengatakan sudah jam tujuh pagi, di mana jam ini seharusnya saya sudah berangkat ke bandara dan jam berangkat jam delapan pagi.
Namun ada yang aneh, karena alarm di handphone ku belum berbunyi dan ternyata sekarang baru jam lima pagi, alarm juga aku pasang jam setengah enam.
BACA JUGA: Asal Muasal Lahirnya Nama Indonesia (YMK 4)
BACA JUGA:Â 4 Olahraga yang Tepat Saat Sedang Puasa
Akhirnya, akupun mematikan alarmku kemudian segera mandi dan berdandan singkat untuk berangkat ke bandara.
"Terima kasih ya bu membangunkanku lebih awal, nanti aku sarapan di bandara saja sekarang aku berangkat dulu ya bu," akupun berpamitan dengan ibu lalu menuju taksi yang sudah menunggu di depan.
Waktu menunjukkan pukul 07:00 WIB pagi saat aku tiba di bandara, setelah check in aku kemudian ke toko kue yang ada di bandara untuk sarapan.
Setelah membayar dan menaruh kue yang kubeli ke dalam tas, akupun langsung menuju ke tempat ruang tunggu dan pikirku masih ada waktu sekitar setengah jam untuk menyantap kueku sambil minum teh manis hangat yang kubeli.
Di depan pintu ruang tunggu, aku memberikan tanda masuk ke penjaga dan mencari tempat duduk yang ternyata sudah cukup banyak penumpang lain sehingga cukup sulit bagiku untuk mencari kursi.
Selang beberapa waktu, akhirnya aku menemukan tempat duduk dan segera menghampiri kursi itu sambil menaruh tiketku ke dalam jaket.
Saat duduk, aku langsung membuka bungkusan kue yang sudah kubeli tadi dan melahap potongan pertama.
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan tingkah laku seorang bapak yang duduk disebelahku, di mana ia mengambil kueku juga dan memakannya sepotong.
Aku berpikir ya tidak apalah satu ini, mungkin si bapak sedang lapar dan ingin mengganjal perutnya sedikit.
BACA JUGA: Cerpen: Pura-pura Bodoh demi Terlihat Pintar
BACA JUGA:Â Servis Septic Tank, Pekerjaan Kotor yang Mulia
Belum selesai aku menghabiskan potongan pertamaku ini, tiba-tiba si bapak ini langsung mengambil dua potong sekaligus.
Anehnya, ia mengambil kuenya sambil melihatku juga dengan tatapan tidak ada rasa salah dan hanya senyum sedikit.
Kali ini pun aku menatapnya dengan tajam, kemudian mengambil sepotong lagi sambil tetap melihatnya dengan tatapan sinis.
Saat aku baru melahap setengah potong, si bapak ini hendak mengambilnya lagi, aku langsung mengambil sepotong lagi dengan maksud agar dia tidak berani mengambil kue yang kubeli tadi.
Siapa yang sangka, meski aku sudah mengambil satu potong, dia masih mengambil juga dan kembali tersenyum melihatku lebih lebar.
"Kamu lagi lapar ya? Belum sempat sarapan di rumah?" tanya si bapak dengan ramah dan senyum juga.
Aku jelas tidak mau menjawab, seharusnya aku yang menanyakan hal itu kepadanya, tetapi mengapa malah dia yang memberikan pertanyaan itu kepadaku.
Saat memasuki potongan terakhir, ia mengambil bungkusan itu dan memberikannya kepadaku sambil berkata. Di saat bersamaan, suara pengumuman untuk masuk pesawat sudah terdengar.
"Ini ada potongan terakhir, silakan untuk kamu saja ya, nanti biar bungkusnya saya yang buang," ujar si bapak kembali dengan tersenyum.
BACA JUGA: 5 Calon MVP NBA Musim Ini: LeBron James Bukan Pertama
BACA JUGA: Ikon Abadi El Clasico: Kepala Babi untuk Luis Figo
"Ya, Terima Kasih!" ucapku dengan ketus.
Saat melihatnya secara menyeluruh, aku melihat pakaiannya yang benar-benar sudah cukup lusuh dan sedikit kumal.
Terbesit di pikiranku jika ia bukanlah orang yang berkecukupan. Akupun semakin kesal karena merasa orang seperti bapak itu memang tidak memiliki manner atau sopan santun dan tidak layak naik pesawat.
Ketika sudah berada dalam pesawat, aku ingin melupakan kejadian tersebut.Â
Jadi, sembari memasuki tiket ke dalam tas aku juga mau mencari buku untuk menemaniku selama perjalanan.
Saat membuka tas, aku benar-benar sangat terkejut karena di dalamnya kue yang ku beli tadi masih terbungkus dengan rapi dan masih hangat.
"Aduh! Jadi kue yang kumakan tadi itu punya si bapak? Kenapa dia diam saja dan tidak memberi tahuku, malah tersenyum dengan ramah," ujarku.
Dalam perjalanan pun aku tidak tenang dan berpikir saat mendarat nanti, aku harus menemuinya untuk meminta maaf.
Sekitar satu jam penerbangan dan sudah mendarat, aku menghampiri si bapak tadi saat berada di bandara menuju pintu keluar.
"Pak, saya minta maaf tadi sudah lancang makan kue bapak. Malah saya melihat bapak dengan tidak baik, maaf ya pak. Ini kueku masih terbungkus dengan rapi sebagai gantinya," ucapku sambil berharap ia bisa memaafkan.
BACA JUGA: Tips Merawat dan Memelihara Landak Mini yang Baik
BACA JUGA:Â 15 Game Playstation 1 yang Bikin Kangen Part 1
"Hahaha..., ia tidak apa. Dari awal juga saya sudah sadar, saya juga yang mengantri di belakang kamu saat beli kue tadi," jelas si bapak kembali dengan tersenyum.
"Kamu makan saja kuemu itu, kebetulan aku juga makan kue tadi sudah cukup dan terbantu oleh kamu juga. Kalau kamu tidak makan, mungkin kuenya jadi sia-sia, terima kasih ya sudah bantu makan tadi," tutup si bapak.
Aku pun hanya terdiam dan tak bisa berkata apa-apa sambil melihatnya pergi ke sebuah mobil mewah yang menjemputnya.
"Pak, kenapa masih pakai jaket ini? Ayo ganti dengan jas ini, nanti kalau bapak tidak ada yang mengenali bagaimana?" kata seseorang yang mungkin saja bodyguard dari si bapak yang ternyata orang sangat kaya.
"Ah, justru saya sengaja agar tidak dikenal. Lagi pula, jaket ini banyak sejarah dan kenangannya. Simpan saja jas itu, biar nanti di kantor baru kupakai!" perintah si bapak.
"Oh, oke. Baik pak." Jawab orang itu.
Siapa yang sangka si bapak itu benar-benar sangat kaya dan terpandang. Bukan hanya dari mobil mewahnya saja yang kulihat, tapi juga dari sejumlah polisi yang mengawalnya saat ingin pergi.
Aku pun langsung berdoa meminta maaf kepada Tuhan karena telah berburuk sangka ke orang lain, sambil berharap agar si bapak tadi bukanlah bos besar yang harus kutemui dalam pekerjaan dinas ini.
Kalaupun memang si bapak memang bos besar yang haru kutemui, semoga saja ia tidak kembali mempermasalahkan kejadian kue dia yang 'kurampok' tadi.
BACA JUGA: Cerpen: Satu Kebaikan, Mendatangkan Kebaikan Lainnya
BACA JUGA:Â Nyatanya, Jadi Tukang Parkir Tak Semudah yang Dibayangkan
Sebelum mencari taksi untuk pergi ke kantor tempat yang harus ku sambangi tadi, aku memberikan kueku yang masih utuh kepada petugas kebersihan bandara agar dia bisa sarapan, setelah itu barulah aku berangkat.
Dalam perjalanan, aku benar-benar mendapat pelajaran penting. Seringkali aku mengatakan ke orang lain, "Dong Judge a book by it cover atau jangan menilai orang dari luarnya saja."
Ungkapan ini seringkali kita dengar atau rasakan atau bahkan keluar dari mulut kita sendiri saat memberikan saran ke orang lain, atau mungkin cerita ini juga sudah ada yang pernah baca atau dengar.
Namun tak dapat dipungkiri sangat sulit untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari bukan? Tetapi, walaupun sulit, bukan berarti tidak bisa. Jadi, tetaplah lakukan yang terbaik ke orang sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H