1. Pengertian Semiotika
Semiotika adalah studi tentang tanda, lambang, dan makna yang terkandung di dalamnya. Secara sederhana, semiotika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana tanda digunakan dalam berbagai bentuk komunikasi dan bagaimana tanda tersebut dipahami oleh orang-orang dalam masyarakat. Semiotika meliputi studi tentang tanda-tanda dalam bahasa, gambar, musik, film, iklan, dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya. Tujuan semiotika adalah untuk memahami bagaimana tanda-tanda digunakan dalam komunikasi dan bagaimana makna dapat dihasilkan melalui tanda-tanda tersebut. Semiotika melibatkan analisis dan interpretasi tanda-tanda dalam konteks sosial, budaya, dan sejarah yang relevan. Studi semiotika dapat membantu dalam memahami bagaimana komunikasi bekerja dan bagaimana pesan-pesan dapat dipahami oleh audiens yang berbeda.
2. Semiotika > PENANDAÂ
                PETANDA
Dalam semiotika, istilah "penanda" dan "petanda" merujuk pada dua konsep penting yang digunakan untuk memahami sistem tanda dan komunikasi manusia.
Penanda (signifier) adalah bentuk atau manifestasi fisik dari sebuah konsep atau ide yang ingin disampaikan. Dalam bahasa, penanda dapat berupa kata, huruf, atau simbol yang digunakan untuk merepresentasikan suatu konsep atau ide. Sebagai contoh, kata "meja" merupakan penanda dari konsep fisik sebuah meja.
Sementara itu, petanda (signified) adalah konsep atau ide yang ingin disampaikan melalui penanda. Dalam contoh sebelumnya, petanda dari kata "meja" adalah konsep fisik sebuah meja yang ingin disampaikan.
Dalam hubungannya dengan sistem tanda, penanda dan petanda selalu terkait satu sama lain dan membentuk suatu tanda. Sebuah tanda terdiri dari penanda dan petanda yang saling berhubungan untuk membentuk makna tertentu. Misalnya, sebuah lambang berbentuk hati (penanda) dapat merepresentasikan sebuah perasaan cinta (petanda).
Namun, penting untuk diingat bahwa hubungan antara penanda dan petanda bersifat konvensional dan dapat bervariasi antara budaya atau konteks yang berbeda. Dalam satu konteks, sebuah penanda dapat memiliki petanda tertentu, sementara di konteks lain, penanda yang sama dapat memiliki petanda yang berbeda. Oleh karena itu, pemahaman semiotika yang baik melibatkan pemahaman yang luas tentang konvensi-konvensi yang terkait dengan sistem tanda dalam budaya tertentu.
3. Prinsip - Prinsip Semiotika
Berikut adalah tiga prinsip utama semiotika:
Tanda adalah suatu entitas yang terdiri dari unsur-unsur, yaitu signifier (penanda) dan signified (yang diacu). Signifier adalah bentuk fisik dari tanda, seperti kata atau gambar, sedangkan signified adalah makna yang terkandung dalam tanda tersebut. Contohnya, kata "kucing" adalah signifier untuk hewan yang berbulu, berkaki empat, dan suka memakan ikan.
Makna dihasilkan melalui proses interpretasi. Makna tanda tidaklah inheren atau absolut, melainkan dihasilkan melalui proses interpretasi oleh penerima pesan berdasarkan konteks sosial, budaya, dan sejarah yang relevan. Misalnya, warna putih bisa berarti kesucian di beberapa budaya, tetapi bisa juga berarti duka cita di budaya lain.
Tanda-tanda membentuk sistem yang kompleks. Tanda-tanda tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan dan membentuk sistem yang kompleks. Setiap tanda dapat memiliki makna yang berbeda-beda tergantung pada konteks dan hubungannya dengan tanda-tanda lain dalam sistem. Sebagai contoh, dalam bahasa, kata "anak" memiliki makna yang berbeda jika diletakkan dalam kalimat yang berbeda seperti "Dia adalah anak saya" atau "Saya punya tiga anak".
"Umberto Eco" adalah seorang filsuf, semiotikus, dan penulis asal Italia yang lahir pada tanggal 5 Januari 1932 dan meninggal pada tanggal 19 Februari 2016. Dia dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam bidang semiotika, atau ilmu yang mempelajari tanda-tanda dan makna dalam komunikasi manusia.
Karya terkenal Umberto Eco adalah novel "The Name of the Rose" (1980), yang juga diadaptasi menjadi film pada tahun 1986. Selain itu, ia juga menulis banyak buku tentang semiotika dan teori sastra, seperti "A Theory of Semiotics" (1976), "Semiotics and the Philosophy of Language" (1984), dan "Six Walks in the Fictional Woods" (1994).
Eco juga diakui sebagai seorang akademisi yang produktif dan memiliki pengaruh besar dalam dunia akademik, terutama dalam bidang sastra dan filsafat. Ia adalah profesor di Universitas Bologna selama lebih dari 40 tahun, dan ia juga pernah menjadi profesor tamu di universitas-universitas terkenal di seluruh dunia, termasuk Harvard dan Yale. Ia telah menerima banyak penghargaan dan pengakuan atas kontribusinya dalam bidang semiotika dan teori sastra, termasuk Penghargaan Prinsip Asturias dalam bidang Sastra pada tahun 2000.
Menurut Umberto Eco, ada tiga aspek dalam memahami aturan komunikasi dengan pendekatan semiotika, yaitu:
Produksi pesan: Aturan ini berkaitan dengan cara pembentukan pesan dan penandaan pesan tersebut. Produksi pesan melibatkan penentuan signifier atau penanda yang akan digunakan dan cara signifier tersebut digunakan dalam menghasilkan pesan. Dalam hal ini, pembuat pesan mempertimbangkan konteks, audiens, dan tujuan komunikasi dalam menentukan signifier yang tepat untuk digunakan.
Penerimaan pesan: Aturan ini berkaitan dengan cara penerimaan pesan oleh audiens atau penerima pesan. Audiens harus memahami signifier yang digunakan dalam pesan, serta konteks sosial dan budaya di mana pesan tersebut disampaikan, untuk dapat menginterpretasikan makna yang tepat dari pesan tersebut.
Norma: Aturan ini berkaitan dengan aturan-aturan yang mengatur produksi dan penerimaan pesan dalam suatu masyarakat. Norma-norma ini dapat berupa aturan tata bahasa, konvensi sosial, atau norma-norma budaya. Norma-norma ini mempengaruhi cara produksi dan penerimaan pesan, dan mereka juga dapat berubah seiring waktu.
Dalam semiotika, aturan-aturan ini membentuk sistem tanda yang kompleks, dan pemahaman atas sistem tanda tersebut dapat membantu kita untuk memahami cara komunikasi berlangsung di dalam masyarakat. Misalnya, kita dapat memahami bagaimana budaya dan konvensi sosial mempengaruhi produksi dan penerimaan pesan, dan bagaimana pesan-pesan tertentu dapat memiliki makna yang berbeda dalam konteks yang berbeda pula.
A. Tiga Ranah Semiotik: Politik Budaya, Ranah Alam, Ranah Episteme [memahami Ada, Realitas] memahami menjelaskan.
Dalam semiotika, tiga ranah atau bidang studi utama yang dikenal sebagai tiga ranah semiotik adalah politik budaya, ranah alam, dan ranah episteme. Ketiga ranah ini mencakup studi tentang cara-cara tanda-tanda digunakan untuk menciptakan makna dalam konteks sosial, alam, dan epistemologi.
Politik Budaya: Ranah politik budaya mempelajari cara-cara tanda-tanda digunakan untuk menciptakan makna dalam konteks politik dan sosial. Dalam ranah ini, semiotikus mempelajari bagaimana tanda-tanda digunakan untuk merepresentasikan identitas, kekuasaan, dan konflik politik. Contohnya, penggunaan tanda-tanda dan simbol-simbol dalam kampanye politik atau propaganda.
Ranah Alam: Ranah alam mempelajari cara-cara tanda-tanda digunakan untuk menciptakan makna dalam konteks lingkungan alam. Dalam ranah ini, semiotikus mempelajari tanda-tanda yang muncul dalam lingkungan alam, seperti bentuk-bentuk geografis, cuaca, atau flora dan fauna. Semiotikus juga mempelajari bagaimana manusia menggunakan tanda-tanda untuk berinteraksi dengan lingkungan alam, seperti dalam seni pelestarian alam.
Ranah Episteme: Ranah episteme mempelajari cara-cara tanda-tanda digunakan untuk menciptakan makna dalam konteks pengetahuan dan epistemologi. Dalam ranah ini, semiotikus mempelajari tanda-tanda yang digunakan dalam produksi pengetahuan, seperti dalam ilmu pengetahuan dan filosofi. Semiotikus juga mempelajari cara-cara tanda-tanda digunakan dalam proses pengambilan keputusan dan konstruksi realitas.
Ketiga ranah semiotik ini membantu kita memahami bagaimana tanda-tanda digunakan untuk menciptakan makna dalam berbagai konteks. Dalam memahami ada dan realitas, semiotikus menggali makna-makna yang terkandung dalam tanda-tanda yang digunakan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial, alam, dan epistemologi.
B. Semiotika Sebagai Teori Kode "Signifikasi" ttg sistem aturan berkaitan dengan Tanda/Makna  _Struktural; Pembuat Permen /UU, PerpuÂ
Semiotika merupakan teori yang mempelajari sistem tanda dan makna, dan signifikasi atau pengkodifikasian adalah salah satu konsep utama dalam semiotika. Konsep signifikasi menjelaskan tentang bagaimana tanda dan makna terkait dengan sistem aturan atau kode tertentu.
Dalam semiotika struktural, tanda dan makna dilihat sebagai bagian dari sistem atau struktur yang lebih besar, di mana tanda dan makna tidak dapat dipahami secara terpisah dari sistem aturan atau kode yang mengatur penggunaannya. Struktur semiotik ini dapat digambarkan sebagai jaringan hubungan antara tanda-tanda dan makna-makna yang saling terkait.
Contohnya, dalam pembuatan permen, terdapat aturan atau kode tertentu yang mengatur penggunaan tanda-tanda tertentu untuk menunjukkan jenis atau rasa permen. Warna, bentuk, dan logo perusahaan adalah tanda-tanda yang digunakan untuk membedakan permen tersebut dari merek lainnya. Aturan atau kode ini harus diikuti oleh produsen permen agar konsumen dapat mengenali dan memahami tanda-tanda tersebut sebagai makna yang diinginkan.
Selain dalam pembuatan permen, konsep signifikasi juga dapat diterapkan dalam pembuatan undang-undang (UU) atau peraturan pemerintah (Perpu). Dalam konteks ini, tanda-tanda seperti kata-kata, frasa, dan simbol digunakan untuk menghasilkan makna tertentu yang diatur dalam aturan atau kode tertentu. Sebagai contoh, penggunaan kata-kata yang jelas dan terdefinisi dengan baik dalam UU atau Perpu penting untuk memastikan bahwa aturan tersebut dapat diinterpretasikan dengan benar dan diterapkan secara konsisten.
Dengan menggunakan konsep signifikasi dalam semiotika, kita dapat memahami bagaimana tanda dan makna terkait erat dengan sistem aturan atau kode tertentu, baik dalam pembuatan permen, UU, Perpu, atau dalam berbagai aspek kehidupan lainnya.
C. Semiotika Teori Produksi Tanda; Â "Komunikasi"; gejala tanda, kode, estetika, interaksi, komunikasi_ [Pragmatis]_ Pembayar Pajak.
Dalam semiotika, produksi tanda merujuk pada proses pembuatan tanda-tanda oleh pembuat tanda, baik itu dalam bentuk kata-kata, gambar, atau simbol. Proses ini melibatkan pemilihan tanda-tanda tertentu untuk mewakili suatu makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat tanda. Proses produksi tanda ini merupakan langkah awal dalam komunikasi, di mana pesan atau makna tersebut kemudian dapat ditafsirkan oleh penerima pesan.
Dalam konteks pembayaran pajak, proses produksi tanda dapat terlihat dalam bentuk dokumen perpajakan seperti surat tagihan pajak atau kwitansi pembayaran pajak. Pada dokumen-dokumen tersebut, tanda-tanda seperti angka, tanggal, dan kode tertentu digunakan untuk menghasilkan pesan atau makna tertentu, seperti jumlah pajak yang harus dibayar dan tanggal jatuh tempo pembayaran. Proses produksi tanda ini harus dilakukan secara benar dan teratur untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan jelas oleh penerima pesan.
Selain produksi tanda, semiotika juga mempelajari berbagai gejala tanda lainnya seperti kode, estetika, interaksi, dan komunikasi. Kode merujuk pada sistem aturan atau norma yang mengatur penggunaan tanda dalam suatu bahasa atau budaya tertentu. Estetika merujuk pada penggunaan tanda-tanda secara artistik atau estetis dalam suatu karya seni atau desain. Interaksi dan komunikasi merujuk pada proses penyampaian dan penerimaan pesan antara individu atau kelompok melalui tanda-tanda tertentu.
Dalam konteks pembayaran pajak, kode dapat dilihat dalam bentuk sistem peraturan perpajakan yang mengatur penggunaan tanda-tanda tertentu dalam dokumen perpajakan. Estetika dapat dilihat dalam bentuk desain dokumen perpajakan yang menarik dan mudah dipahami. Interaksi dan komunikasi terjadi ketika pembayaran pajak dilakukan dan dokumen perpajakan disampaikan dari pembuat tanda (pemerintah) kepada penerima pesan (pembayar pajak).
Dengan memahami konsep semiotika ini, pembayar pajak dapat lebih memahami proses pembayaran pajak dan dokumen perpajakan yang terkait, serta menghindari kesalahan dalam interpretasi atau penggunaan tanda-tanda yang digunakan dalam dokumen tersebut.
D. Eco Memfokuskan pada 8 Semiotika Komunikasi;
Umberto Eco adalah seorang tokoh semiotika yang terkenal dan dikenal sebagai salah satu peneliti terkemuka di bidang ini. Dalam karyanya, Eco memfokuskan pada delapan semiotika komunikasi yang mencakup:
Semiotika Saussurean: Teori yang didasarkan pada pemikiran Ferdinand de Saussure mengenai bahasa sebagai sistem tanda. Dalam semiotika ini, tanda terdiri dari sebuah penghubung antara suatu kata dan konsep yang diwakilinya.
Semiotika Peircean: Teori yang didasarkan pada pemikiran Charles Sanders Peirce mengenai tanda sebagai hubungan antara objek, tanda, dan interpretan. Dalam semiotika ini, tanda mencakup tiga elemen yang saling terkait: objek, tanda, dan interpretan.
Semiotika Hjelmslevian: Teori yang didasarkan pada pemikiran Louis Hjelmslev mengenai bahasa sebagai sistem tanda dan struktur. Dalam semiotika ini, tanda dilihat sebagai sebuah hubungan antara bentuk (signifiant) dan makna (signifi).
Semiotika Greimasian: Teori yang didasarkan pada pemikiran Algirdas Julien Greimas mengenai strukturalisme semantik. Dalam semiotika ini, tanda dilihat sebagai sebuah hubungan antara aktan dan isyarat.
Semiotika Barthesian: Teori yang didasarkan pada pemikiran Roland Barthes mengenai tanda sebagai representasi. Dalam semiotika ini, tanda dilihat sebagai sebuah representasi dari sebuah konsep atau makna tertentu.
Semiotika Kristevan: Teori yang didasarkan pada pemikiran Julia Kristeva mengenai bahasa sebagai sistem tanda yang kompleks dan terus berkembang. Dalam semiotika ini, tanda dilihat sebagai sebuah hubungan antara fungsi dan struktur bahasa.
Semiotika Lotmanian: Teori yang didasarkan pada pemikiran Yuri Lotman mengenai tanda sebagai bentuk komunikasi budaya yang kompleks. Dalam semiotika ini, tanda dilihat sebagai sebuah bentuk komunikasi budaya yang melibatkan berbagai elemen, seperti bahasa, gambar, simbol, dan sebagainya.
Semiotika Ecoian: Teori yang didasarkan pada pemikiran Umberto Eco mengenai bahasa sebagai sistem tanda yang terus berkembang. Dalam semiotika ini, tanda dilihat sebagai sebuah bentuk komunikasi yang kompleks yang melibatkan berbagai elemen, seperti bahasa, gambar, simbol, dan sebagainya.
E. Dari Konsep Tanda menjadi Fungsi Tanda: tidak  bebas Nilai {Bersifat Konotasi], dan bukan Denotatif /sesuai struktur
Dalam semiotika, tanda tidak hanya dipahami sebagai suatu entitas yang bersifat denotatif, artinya hanya memiliki satu makna yang pasti dan sesuai dengan struktur bahasa. Namun, tanda juga memiliki sifat konotatif, yaitu memiliki asosiasi dan makna tambahan yang berkaitan dengan konteks budaya dan sosial di mana tanda tersebut digunakan.
Dalam konteks ini, fungsi tanda lebih kompleks daripada sekadar sebagai representasi dari suatu konsep atau makna tertentu. Tanda juga dapat berfungsi sebagai medium untuk menyampaikan pesan, ide, atau nilai budaya yang berkaitan dengan penggunaannya. Oleh karena itu, pemahaman dan interpretasi terhadap tanda sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan sosial dari individu atau masyarakat yang menggunakan tanda tersebut.
Sebagai contoh, warna putih pada budaya Barat sering kali dikaitkan dengan kesucian atau kebersihan, sedangkan pada budaya Asia Timur warna putih dapat dianggap sebagai warna berkabung. Hal ini menunjukkan bahwa tanda (dalam hal ini warna putih) memiliki makna yang berbeda-beda tergantung pada konteks budaya dan sosial di mana tanda tersebut digunakan.
Dengan memahami konsep tanda sebagai fungsi tanda yang kompleks dan tidak bebas nilai (bersifat konotasi), kita dapat lebih memahami bagaimana tanda digunakan dalam konteks komunikasi budaya dan sosial.
F. Tanda Semiotika bersifat ABDUKSI_ non mutlak; tapi {jawaban terbaik dr bbrapa  kemungkinan}; untuk menghasilkan Konvensi_ bersifat Intersubjektivitas_ Lahirlah TANDA Kode BARU.
Benar, dalam semiotika, tanda memiliki sifat abduktif yang artinya tidak mutlak dan pasti, melainkan didasarkan pada kemungkinan atau hipotesis. Tanda tidak selalu memiliki makna yang sama untuk setiap orang, karena makna tanda juga dipengaruhi oleh latar belakang, pengalaman, dan konteks individu atau masyarakat yang menggunakan tanda tersebut.
Namun, meskipun tanda bersifat tidak mutlak, dalam proses komunikasi dan interaksi sosial, masyarakat dapat mencapai kesepakatan atau konvensi mengenai makna yang terkandung dalam suatu tanda. Proses pencapaian konvensi ini juga bersifat intersubjektif, artinya melibatkan kesepakatan dan persepsi bersama dari individu atau masyarakat yang menggunakan tanda tersebut.
Dengan demikian, proses konvensi dalam semiotika tidak hanya berlaku untuk tanda yang sudah ada sebelumnya, tetapi juga dapat menghasilkan tanda kode baru yang disepakati oleh masyarakat. Misalnya, dalam dunia digital, masyarakat telah menciptakan kode-kode baru seperti emoticon atau emoji yang memiliki makna tertentu dan telah disepakati oleh penggunaannya dalam komunikasi online.
G. TANDA mengalami proses signifikasi, pemaknaan oleh pemakai, dan menjadi otonom bagi manusia;Â {"sesuai kepentingan "konteks" sendiri-sendiri"}
Benar, dalam semiotika, tanda mengalami proses signifikasi atau pemaknaan oleh pemakai, yang dapat berbeda-beda tergantung pada konteks penggunaannya. Tanda tidak memiliki makna yang inheren atau bawaan secara universal, melainkan diberikan oleh pemakai dan dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan sejarah.
Dalam hal ini, tanda juga memiliki otonomi atau kemandirian dalam arti bahwa pemaknaan dan penggunaannya tidak selalu tergantung pada pembuat atau penciptanya. Sebagai contoh, suatu kata atau simbol dapat memiliki makna yang berbeda-beda bagi berbagai kelompok atau masyarakat, tergantung pada pengalaman, budaya, dan kepentingan mereka sendiri-sendiri.
Dalam proses signifikasi, tanda juga dapat mempengaruhi pemakainya, baik secara kognitif maupun emosional, karena tanda tidak hanya merepresentasikan realitas tetapi juga membentuk persepsi dan pemahaman manusia terhadap realitas tersebut. Oleh karena itu, semiotika juga mempelajari bagaimana tanda mempengaruhi pola pikir, nilai, dan tindakan manusia dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda-beda.
 H. TANDA, SIGNIFIKASI, INTERPRESTASI; akhirnya bersifat UNLIMITED SEMIOSIS Textus "ayaman'
Benar, konsep tanda, signifikasi, dan interpretasi dalam semiotika menunjukkan bahwa proses pemaknaan dan penggunaan tanda bersifat tak terbatas atau unlimited semiosis. Artinya, satu tanda dapat diinterpretasikan dengan cara yang berbeda-beda oleh pemakai yang berbeda, dan setiap interpretasi baru dapat menghasilkan tanda baru yang kemudian diinterpretasikan lagi.
Contohnya, kata "ayam" dapat diartikan sebagai hewan yang sering dijadikan sebagai sumber protein, atau sebagai lambang keberanian dalam budaya Indonesia, atau sebagai merek produk makanan tertentu. Setiap interpretasi ini dapat memunculkan makna dan konotasi baru, dan membuka kemungkinan untuk tanda-tanda baru yang terus berkembang dari proses semiosis yang tidak terbatas.
Oleh karena itu, semiotika juga mempelajari bagaimana tanda dan pemaknaannya dapat berubah seiring waktu dan konteks sosial, budaya, dan sejarah yang berubah pula. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan dinamika dalam proses semiosis, serta pentingnya memahami konteks dan pengalaman pemakai dalam memaknai dan menggunakan tanda.
CARA MEMAHAMI KOMUNIKASI DENGAN SEMIOTIKA
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda dan makna. Dalam konteks komunikasi, semiotika dapat digunakan untuk memahami bagaimana pesan disampaikan dan diterima oleh penerima.
Berikut adalah cara memahami komunikasi dengan pendekatan semiotika:
Identifikasi tanda-tanda dalam pesan Semiotika menganggap bahwa pesan tidak hanya terdiri dari kata-kata, tetapi juga dari tanda-tanda lain seperti gambar, warna, bentuk, dan suara. Oleh karena itu, dalam memahami pesan, kita perlu mengidentifikasi semua tanda yang digunakan.
Analisis tanda-tanda Setelah mengidentifikasi tanda-tanda dalam pesan, langkah selanjutnya adalah menganalisis setiap tanda. Pertimbangkan apa yang mungkin diwakili oleh setiap tanda, baik secara individual maupun dalam konteks pesan secara keseluruhan.
Perhatikan Konteks Pesan tidak bisa dipahami secara terpisah dari konteksnya. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan konteks di mana pesan disampaikan. Pertimbangkan tujuan komunikasi, sumber pesan, dan audiens yang ditargetkan.
Identifikasi Makna Setelah menganalisis tanda-tanda dan mempertimbangkan konteks, tugas selanjutnya adalah mengidentifikasi makna pesan. Apa yang diinginkan oleh pengirim pesan dan apa yang diterima oleh penerima pesan dapat berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu untuk mempertimbangkan bagaimana penerima pesan dapat menafsirkan pesan.
Pertimbangkan Aspek Budaya Akhirnya, dalam memahami komunikasi dengan pendekatan semiotika, kita perlu mempertimbangkan aspek budaya. Tanda-tanda memiliki makna yang berbeda dalam konteks budaya yang berbeda. Oleh karena itu, pemahaman budaya dapat membantu dalam memahami pesan dengan lebih baik.
Dengan menggunakan pendekatan semiotika, kita dapat memahami komunikasi dengan lebih baik, dan membantu kita untuk menganalisis pesan secara lebih komprehensif.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H