Â
Sedangkan menurut pendapatnya Masyfuk Zuhdi, hikmah lain diharamkannya perempuan muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim, karena dikhawatir- kan wanita muslimah akan kehilangan kebebasan beragama dan menja- lankan ajaran-ajarannya kemudian terseret kepada agama suaminya. Demikian pula dengan anak-anak yang lahir akan sangat dipengaruhi oleh bapaknya dan mengikuti agama bapaknya karena sang bapak ada- lah kepala keluarga yang sesekali bisa memaksa.[8]
Â
Pendapat menurut Imam Madzhab
Â
1. Pernikahan Beda Agama Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah
Â
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa perkawinan antara pria muslim dengan wanita musyrik hukumnya adalah mutlak haram, tetapi membolehkan mengawini wanita ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani), sekalipun ahlul kitab tersebut meyakini trinitas, karena menurut mereka yang terpenting adalah ahlul kitab tersebut memiliki kitab samawi. Pendapat Imam Abu Hanifah tentang keharaman menikahi wanita musyrik karena mengacu kepada firman Allah S.W.T. dalam Surat Al-Baqarah Ayat 221.[9]
Â
2. Pernikahan Beda Agama Menurut Madzhab Imam Malik
Â
Madzhab Maliki tentang perkawinan lintas agama ini mempunyai dua pendapat, yaitu 1) menikah dengan wanita kitabiyah hukumnya makruh mutlak, baik dzimmiyah (wanita-wanita non-muslim yang berada diwilayah atau negeri yang tunduk pada hukum Islam) maupun wanita harbiyah, namun makruhnya menikahi wanita harbiyah lebih besar.Â
Akan tetapi jika dikhawatirkan bahwa si isteri yang kitabiyah ini akan mempengaruhi anakanaknya dan meninggalkan agama ayahnya, maka hukumnya haram; dan 2) Tidak makruh mutlak karena ayat tersebut tidak melarangsecara mutlaq. Metodologi berfikir madzhab maliki ini menggunakan pendekatan sad alzariyan (menutup jalan yang mengarah kepada kaemafsadatan), jika dikhawatirkan kemafsadatan yang akan muncul dalam perkawinan beda agama ini, maka diharamkan.[10]
Â
3. Pernikahan Beda Agama Menurut Madzhab Imam Syafi'i
Â