"Astaga!" Aku menjerit, lagi.
Jantungku berdentum-dentum, seolah-olah hendak meledak kala ujung mata mendapati segerombol serigala menatapku.
Tuhan, apalagi ini? Belum puaskah Kau melihatku menderita? Sekarang bahkan Kau-inginkan nyawaku juga?
Baiklah, kali ini aku benar-benar menyerah. Kuserahkan seluruh hidupku kepada-Mu. Bahkan jika Kau menginginkan nyawaku, akan kuberikan. Ambillah, Tuhan.
Aku terpejam. Membiarkan semua terjadi sesuai kehendak-Nya.
Aku lelah, sudah sangat lelah. Aku menginginkan kebebasan. Mungkin setelah ini aku akan meraihnya, meski sedikit berbeda dari yang kuinginkan.
Dari suara dengusan yang kudengar, kutau serigala-serigala kelaparan itu sudah semakin dekat. Tidak mengapa. Aku sudah pernah merasakan hal yang sangat mengerikan, jika kali ini harus merasakannya lagi, sungguh, aku tidak apa-apa.
Dengan mata terpejam, aku mendengar mereka berebut sesaat, lalu hening. Sudah matikah aku? Takut-takut kubuka mata. Hewan-hewan buas itu tidak lagi ada di sana, mereka pergi bersama karung goni berisi si bandot tua. Aku mendongak, tersenyum kepada Dia yang ada di atas sana.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H