Mohon tunggu...
Yesi Tri Andriani Sudibyo
Yesi Tri Andriani Sudibyo Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Novelis, Editor, Ex-jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pendosa

21 Desember 2022   23:11 Diperbarui: 21 Desember 2022   23:29 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tunggu, aku mengernyit. Apa ini? Rasa aneh menjalar di dada, setelah melakukan gerakan tadi. Aku harus memastikannya lagi. Tanpa pikir panjang, kuulangi tindakan itu. Kutendang karung goni di bawahku, lagi dan lagi. Aku terbahak. Rasa asing itu membuat air mata ini luruh. Lega.

Aku yang terengah, menghentikan ayunan kaki. Kurendahkan tubuh, menjangkau tali pengikat goni. Aku terkekeh pelan, seringai terulas, puas melihat hasil kerjaku.

Seonggok kepala menyembul dari karung yang memerah. Rambut yang memutih sebagian itu kutarik segenggam, sekadar memastikan keadaannya. Beberapa pecahan kaca tertancap acak, di wajah garangnya. Mata yang hanya tersisa satu, terbuka lebar.

Cih! Bahkan setelah semua yang dia lakukan, bandot tua itu masih berani memperlihatkan kemarahannya padaku.

Sengaja kubiarkan lakban hitam menempel ketat di mulut busuknya. Mulut yang tak pernah lelah meneriakiku pelacur. Usiaku masih belasan, pantaskah menerima semua itu? Kurasa tidak.

Segala petaka dimulai sejak Dia merenggut Ibu, memisahkanku dari pelindung yang tidak pernah kudapatkan penggantinya. Selama dua tahun aku terlunta-lunta, terluka, teraniaya. Tiada sesiapa mendengar jeritanku, pun dengan Dia yang di atas sana.

Seperti makian yang selalu terlontar dari bibir hitamnya usai menyakiti tubuh ini, kini benar-benar kubuat dia terkapar di bawah kakiku. Luka menganga indah menghiasi lehernya.

"Tuhan, apakah ini adil?" Aku menyeringai.

Tentu saja, sebab bagi-Mu aku adalah pion. Benda yang Kau-mainkan sesuka-Mu. Jadi, apa bedanya adil atau tidak? Asal Kau senang maka semua baik-baik saja.

Dia yang berada di dalam karung goni adalah makhluk paling menjijikkan yang ada di muka bumi. Makhluk tidak berhati nurani yang menikmati tubuh tidak berdaya seorang gadis remaja, ratusan kali.

Dua tahun lalu, dia menyeretku masuk ke gubuk nyaris roboh di tengah hutan, siapa yang peduli? Mengikat dan mencambuk, mencari kepuasan, siapa yang peduli? Tidak! Tidak ada yang peduli!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun