Setelah air dan sabun bekas yang kutemukan di kamar mandi umum mengikis kotoran di kulit dan rambutku, aku merasa lebih segar.
Wanita paruh baya dan suaminya yang menunggui kamar mandi umum sempat menegurku lagi ketika aku mau pergi, tapi aku tetap tidak menggubrisnya, padahal dulunya kami adalah teman baik. AKu bahkan sering berjam-jam menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama mereka.
Tapi sekarang....
aku hanya ingin sendiri.. Aku tidak butuh siapapun.
"Cih,, miskin aja sombong." Aku sempat mendengar perkataan wanita paruh baya itu, tapi buat apa aku pedulikan??
Tanpa tujuan aku berjalan menyusuri jalanan di kawasan kota tua. Anak-anak muda dengan kamera yang tampak bagus tampak bersemangat sekali memotret gedung-gedung peninggalan jaman kolonial. Beberapa tampak asyik naik sepeda sewaan. Ada pula pasangan-pasangan yang tampak asyik mojok di pinggiran sungai yang dilihat dari sisi manapun tidak indah. Melulu sampah yang berlalu lalang di airnya yang kotor.
Kuludahkan air liurku ke tanah. Asyik sekali mereka. Menyebalkan.
Dulu pun aku punya seseorang yang bisa kuajak bermesraan. Namanya.... ah....sudahlah, jangan ingatkan aku pada nama itu lagi. Kalau mengingatnya hanya akan membuatku seperti di neraka.
Aku akan menyebutnya sebagai bintang. Ya, bintang. MAtahari itu sebenarnya juga sebuah bintang kan?
Waktu itu aku bertemu bintang ketika aku sedang memulung di stasiun kota. Saat itu Aku sedang istirahat di sebuah sudut sambil menghisap rokok kretek.
"Hei.." katanya sambil menatapku dengan pandangan aneh. Kenapa aku sebut aneh? Karena dalam fisik yang masih seperti anak umur belasan,tatapan matanya tampak dalam. Seperti orang dewasa.