Mohon tunggu...
Bun SiawYen
Bun SiawYen Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga yang hobi membaca, menulis dan menonton.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rona Jingga di Marrakesh: Nada Tanpa Melodi

8 Februari 2022   22:15 Diperbarui: 8 Februari 2022   22:17 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nora bilang akan mengecek jadwalnya dulu. Dia menelepon seseorang. Aku tak paham dia bicara apa, tetapi sepertinya campuran bahasa Arab dan Prancis. Kedua bahasa itu memang lazim dipakai warga negeri ini. Kurang lebih sepuluh menit, dia pun menyudahi percakapan.

"Oke, aku ikut. Jadwalku kosong sampai malam."

Penginapan tempatku menginap, letaknya kurang dari satu kilometer ke Djemaa El-fna, alun-alun kota Marrakesh. Jadi kami putuskan untuk berjalan kaki saja. Lagi pula, hari itu sepertinya cuaca cukup bersahabat.

Kami memilih sebuah kafe sederhana bernama Snack la Place. Seeda menyarankan agar aku mengobati kerinduan pada nasi dengan memesan "couscous", sejenis pasta yang rasanya mirip "spagheti".  Sementara Nora dan Seeda memesan "brochettes"  alias sate. Lalu untuk minumnya, kami memilih "whisky marocain", teh manis yang diberi daun mint. Segar.

Setelah kenyang, Seeda mengajakku berkeliling "souk", pasar tradisional yang  menjual aneka kebutuhan. Aroma rempah-rempah berbaur asap sepeda motor, juga teriakan para pemilik kios dan warna-warni warung-warung yang tampak dipenuhi dengan tumpukan gerabah dan tas kulit, merangsang mata, hidung dan telinga siapa pun saat memasuki "souk".

Pasar tradisional adalah jantung Madina, kota tua Marrakesh dan telah menjadi pusat perdagangan di kota ini selama seribu tahun lebih. Semua penjual tumpah ruah di situ. Mulai dari penjual baju, tas, aksesoris, jus jeruk, sampai foto dengan kera juga menjadi dagangan di situ!

Namun, Seeda sudah mengingatku untuk berhati-hati. Jangan tergiur dengan tawaran gratis. Itu hanya jebakan.  Mereka sering kali agresif dan memaksa meminta uang, kalau kita tergoda.

Yang menjengkelkan, tatapan mereka itu seperti orang yang tak pernah melihat perempuan. Lebih parah lagi, ini seperti yang tadi diceritakan Nora tadi pagi, mereka dengan entengnya melakukan "catcalling" *. Ini yang sering membuat "solo female traveler" * tak nyaman. Untung saja, hari ini ada aktivis perempuan yang sedari tadi sibuk melotot dan mengomeli para lelaki iseng itu.

Seeda tersenyum, melihat Nora dengan lantang meneriaki penjual kaftan yang sepertinya mengucapkan kata-kata tak sopan.

"Tukang kaftan itu bilang apa, kenapa Nora marah-marah?"

"Dia mengatai kita pelacur."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun