"Ehm, jadi bagaimana? Kau bisa menolongku?"
Rayan menatapku tajam. Oh my goodness. Selama ini, tatapan itu hanya kulihat lewat foto di akun media sosialnya.
"Seharusnya kamu paham situasinya. Urusan dengan para penguasa bukan hal mudah, tapi akan kuusahakan. Beri aku waktu. Oke?"
Aku mengangguk mengiakan. Sebenarnya aku masih belum ingin pergi, tetapi aku harus melakukannya. Lalu, aku pun berdiri hendak pamit. Namun ....
Buuuk!
Seeda terjatuh ke lantai. Pingsan.
"Kenapa harus bawa teman?"
Eh, kok?
"Dia pemanduku. Aku kan nggak hafal jalan di sini."
Dia menatapku. Kali ini aku malah takut. Dia tak seramah tadi. Lututku sedikit bergetar ketika dia berjalan mendekatiku, jangan-jangan dia akan ....
"Kenapa menutup mata? Kamu takut padaku? Bukankah kamu selalu bilang ingin bertemu denganku?" tanyanya ketika punggungku membentur tembok.