"M---maksudnya, aku nggak lihat wajah mereka, tapi semua orang di sini mengenal topi mereka."
"Kita harus lapor polisi, ayo!"
Seeda menahan langkahku.
"Percuma. Polisi takut pada mereka."
Aku jadi benar-benar panik sekarang.
"Lalu, bagaimana cara kita menolong Nora?" tanyaku dengan putus asa.
Seeda menatapku, matanya pu menyorot rasa yang sama. Putus asa. Ehm, langkah alternatif kuambil, menelepon seseorang. Kuceritakan semua yang dikatakan Seeda dan dia memintaku untuk menemuinya.
Menutup telepon, aku melihat Seeda yang juga sedang menatapku. Kutarik tangan gadis itu.
"Ayo, ikuti aku!"
Setengah berlari, kami kembali ke arah souk. Menyusuri lorong-lorong sempit yang mulai remang-remang karena matahari yang mulai redup cahayanya, bukan hal mudah. Lorong-lorong itu tak hanya dilalui manusia, tetapi juga oleh gerobak, keledai, sepeda motor dan entah apalagi. Mengikuti petunjuk arah yang diberikan orang yang meneleponku tadi, juga bukan hal mudah.
Sampai akhirnya pencarian kami berhenti di titik yang ditunjuk dalam ponselku. Sebuah penginapan sederhana di depan kami. Seeda menatapku takut-takut, tampaknya dia ragu-ragu untuk masuk.