III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pemberian Grasi Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan sebuah negara kesatuan hukum dengan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam bentuk pemerintahannya, Indonesia memiliki bentuk pemerintahan republik konstitusional yang artinya Presiden sebagai pemegang kekuasaan untuk menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan (Jacoba, 2022:77). Seorang Presiden memegang peranan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintah, karena mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang melekat erat dalam diri seorang Presiden (Rannie, 2020:101).
Disamping itu, Presiden juga memiliki hak istimewa yaitu hak prerogatif sebagaimana kebijakan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial (Fauzi, 2021:65). Hak prerogatif merupakan kekuasaan istimewa yang dimiliki oleh seorang Presiden, tanpa adanya campur tangan oleh lembaga lain dan bersifat mutlak. Hak prerogatif merupakan hak tertinggi yang tersedia dan disediakan konstitusi bagi kepala negara (Hendarmin, 2019:198).
Dalam hak prerogatif biasanya Presiden memberikan empat kebijakan diantaranya yaitu memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 14 UUD 1945. Dalam Undang-Undang 1945 mengatur tentang hak prerogatif  Presiden, salah satunya dalam memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rahabilitasi yang diatur pada Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD 1945, yang berbunyi: (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. (2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Secara umum pengertian grasi adalah istilah hukum yang merujuk pada tindakan resmi atau hak prerogatif seorang kepala negara, seperti presiden atau raja, untuk mengurangi atau menghapuskan hukuman yang dijatuhkan atas seseorang yang telah dihukum oleh pengadilan (Adida, 2023:55). Tindakan grasi dapat berupa pengampunan sepenuhnya (pembebasan dari hukuman) atau pengampunan sebagian (pengurangan hukuman) (Khairawati, 2014:67). Tindakan grasi ini biasanya dilakukan atas pertimbangan kemanusiaan, keadilan, atau alasan-alasan politik tertentu (Djaja, 2014:54). Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi: "Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden".
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi yang dibentuk pada masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat, sehingga saat ini tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan Indonesia dan substansinya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan tata hukum Indonesia (UUD No.22 Tahun 2002). Dalam pemberian grasi, Presiden harus memperhatikan terlebih dahulu petimbangan dari Mahkamah Agung (MA), karena pada pemberian grasi sangat menyangkut pada putusan hakim (Muhammad, 2018:66). Oleh sebab itu kuatnya otoritas yang dimiliki Presiden dalam menggunakan hak prerogatif untuk memberikan grasi kepada terpidana dapat dibatasi, sehingga dapat menghindari penyalahgunaan kekuasaan dari Presiden (Sujatmiko, 2021:45).
Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, "Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terpidana dapat mengajukan permohonan Grasi kepada Presiden". Pemohon grasi diatur berdasarkan pada Pasal 6 Undang-Undang Grasi, yang berhak mengajukan grasi yaitu: terpidana atau kuasa hukumnya, keluarga terpidana, dengan persetujuan terpidana, keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana, dalam hal terpidana dijatuhi pidana mati, demi kepentingan kemanusiaan dan keadilan, menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat meminta para pihak mengajukan permohonan grasi.
Dan dalam pengajuan grasi, terpidana juga harus memperhatikan syarat prosedur dalam mengajukan permohonan grasi. Beberapa prosedur dalam mengajukan permohonan grasi yaitu:
- Permohonan grasi diajukan secara tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya, kepada Presiden.
- Salinan permohonan grasi disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung.
- Permohonan grasi dan salinannya dapat disampaikan oleh terpidana melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana.
- Dalam hal permohonan grasi dan salinannya diajukan melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan permohonan grasi tersebut kepada Presiden dan salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan grasi dan salinannya.
- Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi, pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan berkas perkara terpidana kepada Mahkamah Agung.
2. Pemberian Grasi Amerika Serikat
Pemberian grasi di Amerika Serikat merupakan proses di mana seorang pejabat pemerintahan, biasanya Presiden (pada tingkat federal) atau Gubernur (pada tingkat negara bagian) dibantu melalui Pardon Attorney, memberikan pengampunan, pengurangan hukuman, atau keringanan lain kepada seseorang yang telah dihukum (Maya, 2015:22). "Pardon Attorney" adalah pejabat pemerintah yang bertanggung jawab untuk mengelola dan meninjau permohonan grasi di tingkat federal di Amerika Serikat (Willa, 2023:55). Posisi ini berada di bawah Departemen Kehakiman Amerika Serikat dan memiliki peran penting dalam proses pemberian grasi. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait pemberian grasi di tingkat federal di Amerika Serikat:
- Otoritas Presiden: Pasal II, Bagian 2, Klausul 1 Konstitusi Amerika Serikat memberikan kekuasaan kepada Presiden untuk memberikan reprieves dan pardons (grasi) untuk pelanggaran terhadap hukum federal, kecuali dalam kasus pemakzulan.
- Pardon Attorney: Pada tingkat federal, proses pemberian grasi dikelola oleh Pardon Attorney, yang adalah pejabat di bawah Departemen Kehakiman AS. Pardon Attorney membantu Presiden dalam menilai permohonan grasi.
- Pengajuan Petisi Grasi: Seseorang yang berharap mendapatkan grasi harus mengajukan petisi grasi melalui Pardon Attorney. Petisi ini harus menyediakan informasi rinci tentang kasus, hukuman yang dijatuhkan, alasan untuk pemberian grasi, dan dukungan yang mungkin diterima dari pihak lain.
- Pertimbangan Pardon Attorney: Pardon Attorney melakukan peninjauan menyeluruh terhadap petisi grasi, mempertimbangkan faktor-faktor seperti karakter terpidana, rekam jejak kriminal sejak hukuman diterapkan, dan alasan-alasan kemanusiaan atau hukum lainnya.
- Rekomendasi kepada Presiden: Setelah meninjau petisi, Pardon Attorney memberikan rekomendasi kepada Presiden. Meskipun rekomendasi ini dianggap sebagai pedoman, Presiden memiliki otoritas penuh untuk membuat keputusan akhir.
- Keputusan Presiden: Presiden memutuskan apakah akan memberikan grasi atau tidak. Keputusan ini bersifat final dan tidak dapat diajukan banding.