Asih kembali memohon, “Sudahlah, Kang. Ayo kita pulang. Tak baik dilihat orang.”
Orang-orang masih menunggu apa yang akan dilakukan Samir, termasuk Jono dan Wahid.
“Kang Samir harusnya berterima kasih…” sebelum Pak RT selesai bicara, Samir seger a memotongnya.
“Terima kasih, mbahmu! Perhatian pada yang miskin itu sudah kewajiban negara. Jangan dibolak-balik!” Suara Samir mulai meninggi.
“Kaaang. Cukup Kaangg… Sudah. Kalau Kang Samir sayang Asih. Ayo pulang bareng Asih, Kang,” Asih memohon dengan suara parau.
“Kang Samir, sebaiknya dengarkan kata Asih…!” pak RT memelankan suara.
“Meneng. Menenga Te! Sekali lagi, pak RT ngomong tak ba…!” Tiba-tiba Samir menghunus kembali golok dan seperti hendak mengayunkannya ke arah pak RT. Dan…
“Dor… dor…dor !” Terdengar letusan tiga kali menerjang dada Samir. Seketika, tubuh Samir ambruk ke tanah.
“Kaang Samiirr…!” Asih menjerit sejadi-jadinya.
Sayup-sayup terdengar lagu “Perdamaian” grup Qasidah Nasida Ria dari Surau.
Perdamaian, perdamaian, perdamaian, perdamaian,