"Emang kenapa, Ma?" Riri menatap sang Mama yang terlihat sedikit salah tingkah. Kecurigaan segera menghantui pikirannya.
"Ehm, gini. Tapi kamu janji dulu, nggak akan marah sama Mama." Rika memasukkan potongan terakhir bolu ke dalam kardus.
Wanita itu memberi isyarat agar Utari duduk di salah satu kursi di meja makan mereka. Utari tidak bisa menghentikan matanya, untuk mengawasi semua gerak gerik sang Mama. Ada sesuatu yang berbeda pada diri sang Mama. Utari mengernyit bingung.
Mama Rika tidak pernah berdandan. Setelah Papa Utari meninggal sepuluh tahun lalu, Mama tidak pernah bersolek. Waktunya banyak dihabiskan untuk bekerja. Membuat kue dan berusaha agar dapur mereka selalu mengepul.
Terakhir Utari melihat Mama berdandan itu, saat kedua orangtuanya merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke 15. Tepat sebelum Papa meninggal satu Minggu kemudian. Wajah Mama terlihat cantik dan ceria. Seperti yang ditunjukkannya sekarang ini.
"Mama lagi jatuh cinta?" tebak Utari dengan penasaran. Beberapa kali Utari mendesak Mama agar mau menikah lagi, tapi jawaban Rika selalu sama. Dia hanya ingin melihat kedua anaknya bahagia. Utari dan Kakaknya bahkan sampai kesal, karena Mama seperti sudah menutup hati untuk pria manapun.
Namun sekarang sepertinya kondisinya sudah berbeda. Setelah Utari menikah, dan toko kue juga sudah menempati ruko yang lebih besar, sepertinya Mama memutuskan untuk membuka hatinya kembali. Diam-diam hati Utari ikut senang dengan keputusan itu.
Setelah menikah, dia tidak akan sesering dulu untuk pulang ke rumah. Mama pasti akan kesepian, dan membutuhkan seorang teman. Mama membutuhkan pendamping, untuk menemani kesepiannya.
"Kok, kamu ngomongnya gitu?" Rika berusaha mengelak, meski bahasa tubuhnya tidak dapat menutupi.
"Mama nggak usah boong sama Riri. Jadi, siapa orang itu?" Utari mencolek-colek lengan Mama sambil menaik-naikkan alis dengan dramatis.
"Pokoknya nanti malam kamu dateng lagi ke sini bareng Mas Bagus. Mama mau ngenalin seseorang sama kalian."