Tangan Bagus Pandhita meraih kedua tangan Utari dan menggenggamnya erat, "Sepertinya kita terjebak di dalam sini."
"Apa---apa maksudnya kita terjebak?"
"Aku lupa mengatakan kepadamu, jika lift ini sudah jarang digunakan karena sering macet. Mungkin aku harus menghubungi tekhnisi untuk segera memperbaikinya."
"Ya Tuhan! Aku harap ini tidak akan terlalu lama."
Bagus meraih tombol darurat di salah satu dinding, kemudian memencet angka yang menghubungkan langsung ke bagian teknisi. Utari tidak sekalipun melepaskan pegangan kedua tangannya.
"Sebentar lagi mereka akan memperbaikinya."
"Apa Bapak yakin jika tombol itu berfungsi dengan benar?"
"Percayalah! Para tekhnisi itu akan datang, jadi kamu tidak perlu cemas lagi."
Utari tanpa sadar melepaskan pegangan tangannya. Tubuhnya merosot ke lantai begitu saja. Dia mengambil ponsel dari dalam tas selempang, dan mulai mengetik pesan untuk Mamanya. Namun tentu saja tidak ada sinyal satupun.
"Berapa lama?" Utari menghela napas dengan berat.
"Tergantung kerja mereka." Bagus mengikuti dengan duduk berselonjor kaki di samping Utari.