"Kita harus memiliki kesepakatan mengenai yang menang dan yang kalah."
"Haruskah?"
"Kecuali jika kamu takut melakukannya."
Utari terlihat mengerucutkan bibir dengan sebal. Setidaknya pria itu berusaha membunuh waktu agar tidak terasa menjemukan. Hanya iseng, tapi Utari menjadi bersemangat. Meski sebenarnya dia bukan tipe gadis yang takut pada kegelapan.
"Aku? Katakan saja apa permainannya, maka aku akan melakukannya!"
"Yang kalah maka harus mengikuti tiga permintaan dari pemenang. Bagaimana?"
"Aku tidak akan setuju, jika belum mengetahui pertanyaannya."
"Pertanyaannya sangat mudah, kita akan menebak secara acak berapa lama lift ini akan terbuka? Satu jawaban akan dikunci. Kamu boleh menjawab jika sudah yakin dengan pilihanmu itu."
Utari merasa ada yang aneh, "Kang---Bapak kan pemilik tempat ini, tentu saja sangat mengetahui berapa lama waktu untuk memperbaiki benda ini. Itu tidak adil!"
"Aku jarang berkunjung ke sini. Lagipula untuk apa aku ambil pusing untuk mengurusi hal sepele seperti ini? Beberapa laporan memang masuk, tapi aku pikir benda ini sudah lama diperbaiki."
Benarkah? Siapa yang mengetahui fakta di balik pertanyaan itu. Baiklah, Bagus bukan pria bodoh. Akan tetapi, dia akan menggunakan cara sedikit licik untuk menaklukan si gadis jelita yang sudah membuat dirinya terpesona.