Mohon tunggu...
Robert Hubby
Robert Hubby Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menikmati interaksi dengan semua orang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filsafat Pendidikan Berupa Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

3 Juli 2022   13:26 Diperbarui: 3 Juli 2022   13:32 1724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk paham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.

Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. 

Aspek Ontologi

Pengertian Ontologi

Secara etimologi kata ontologi berasal dari dua kata yaitu onto yang bermakna atas dan logie yang bermakna ilmu. Secara terminologi ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam artian seluas mungkin dengan menggunakan kaegori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, eensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan, dan sebagainya.

Jadi ontologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang ilmu tersebut secara mendalam. Dalam pendidikan pentingnya mempelajari ontology agar tidak terjebak dalam masalah praktis sehingga penilaian dapat dilakukan lebih mendalam karena ontology sendiri digunakan untuk membedakan apa yang tampak dengan apa yang nyata.

Ontologi dalam Filsafat Pendidikan

Secara ontologis objek materi yang dipelajari di dalam pluralitas ilmu pengetahuan bersifat monoistik pada tingkat yang paling abstrak. Kesatuan ilmu pengetahuan akan semakin jelas bila di tinjau  dari sumber asal seluruh perbedaan objek materi itu. Secara sistematis masing-masing saling bergantung antar satu sama lain. 

Objek forma dibutuhkan dalam menelaah suatu ilmu. Objek forma sendiri merupakan lapangan studi. Berdasarkan objek forma, ilmu pengetahuan cendrung di kembangkan menjadi jamak dari objek materi. 

Abstrak fungsional pluralitas ilmu pengetahuan tidak tampak karena bentuknya yang masih berupa filsafat. Kemudian pada tingkatan teoritis potensional, pluralitas ilmu mulai tampak namun masih berada dalam suatu kesatuan. Pada tingkat konkret fungsional pluralitas ilmu mendapatkan legalitas akademik karena memberikan kontribusi secara praktis untuk perkembangan kehidupan manusia

Dalam ilmu filsafat ontologi merupakan inti dari keilmuan itu sendiri. Menurut Prof. Dr Abuddin Nata sumber dari ilmu pengetahuan dalam bukunya Islam dan Ilmu pengetahuan adalah

  1. Alam Semesta

  2. Al-Qur'an Hadist

  3. Fenomena Sosial

  4. Akal Pikiran

  5. Hati Nurani

Berbeda dengan barat, Islam mengakui Al-Qur'an, Hadist dan hati Nurani sebagai sumber pengetahuan. Barat tidak mengakuinya karena tidak dapat dibuktikan secara rasional.

Hakikat Pendidikan

Pendidikan berasal dari Bahasa Yunani "paedagoie" yang akar "pais" yang bermanka anak dan "again" yang bermakna lagi. dalam Bahasa inggris "education" berasal dari Bahasa Yunani "educare" yang bermakna membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk di tuntun agar tumbuh dan berkembang. 

Ditinjau dari segi prosesnya, pendidikan terbagi menjadi proses individuan dan proses sosial. Ditinjau dari tujuannya pendidikan didasarkan pada sistem nilai pada suatu masyarakat. 

Dapat di simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar masyarakat yang dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan untuk mengembangkan diri sebagai bagian dari masyarakat.

Hakikat Ilmu Pendidikan

Ilmu pendidikan merupakan sebuah kewajiban seorang pendidik dalam mendidik peserta didiknya. Ilmu pendidikan berisi tentang masalah-masalah yang menyangkut dua hal, yaitu; teori dan praktis. Menurut Syafril yang mengutip dari Uyoh Sadulloh Ilmu pendidikan adalah pengetahuan tentang pendidikan yang disusun secara sistematis, logis, berdasarkan prinsip-prinsip yang diperoleh dan diverivikasi dengan pengamatan, eksperimen dan hasil pemikiran yang tepat. 

Ruang Lingkup Pendidikan

Dalam membahas pendidikan perlu di ketahui Batasan sejauh apa yang bisa dikategorikan sebagai pendidikan. Ruang lingkup pendidikan sendiri memiliki sebuah pola interaksi antar satu sama lain. Dalam Dasar-Dasar Ilmu pendidikan ruang lingkup pendidikan itu ialah:

  1. Pendidik

  2. Peserta didik

  3. Tujuan

  4. Materi 

  5. Metode, media dan alat pendidikan

  6. Lingkungan Pendidikan

Aspek Epistimologi

Pengertian Epistimologi

Secara etimologis, epistemologi berasal dari kata Yunani episteme (yang mempunyai arti pengetahuan atau ilmu pengetahuan) logos (yang juga berarti pengetahuan). 

Dari pengertian dua kata ini dapat dipahami bahwa epistemologi adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan, yaitu bermaksud membicarakan dirinya sendiri, membedah lebih dalam tentang dirinya sendiri. 

Sementara itu, ada juga yang menyebut epistemologi sebagai filsafat ilmu. Karena itu, epistemologi berkecenderungan berdiri sendiri, yaitu sebagai cabang filsafat yang berhubungan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) epistimologi adalah cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas batas pengetahuan.

Sedangkan menurut terminologi epistimologi merupakan suatu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam tentang asal mula pengetahuan, metode dan validitas pengetahuan.  

Ada juga yang berpendapat bahwa epistimologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. 

Dengan demikian, defenisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolak ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia.

Metode Epistimologi

Adapun metode dalam epistimologi itu antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Metode Induktif adalah suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi dalam suatu pernyataan yang lebih umum misalnya dalam melihat sesuatu bertolak dari pernyataan tunggal sampai pada universal.

  2. Metode Deduktif adalah metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.

  3. Metode Positivisme yang dipelopori oleh Auguste Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui, faktual, dan positif. Ia menyampingkan segala uraian dan persoalan di luar dari pada fakta. Oleh karenanya ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala.

  4. Metode Kontemplatif, pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh al-Ghazali.

  5. Metode Dialektis, tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan juga analisa sistematis tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.

Persyaratan Epistimologi

Pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut.

  1. Ilmu mensyaratkan adanya objek yang teliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti.

  2. Ilmu menyatakan adanya metode tertentu, yang didalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah.

  3. Pokok permasalahan (subjek matter atau focus of interest). Ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji. Ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah-masalah yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated).

Aliran Epistimologi

  1. Empirisme 

Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji.

  1. Realisme 

Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dua hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan.

  1. Idealisme 

Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari keasadaran manusia.

  1. Positivisme 

Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Salah satu bagian dari tradisi positivisme adalah sebuah konsep yang disebut dengan positivisme logis.

  1. Pragmatisme 

Pragmatisme adalah mazhab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S Peirce, William James, Jhon Dewey, George Herbert Mead, F. C. S Schiller dan Richard Rorty. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transedental dan menggantikannya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan.

Aspek Aksiologi

Pengertian Aksiologi

Kata Aksiologi berasal dari kata "Axios" yang berarti "bermanfaat". Ketiga kata tersebut ditambah dengan kata "logos" berarti "ilmu pengetahuan, ajaran dan teori". Menurut istilah, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan. Adapun aksiologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia; atau kajian tentang nilai, khususnya etika.

Aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang baik atau bagus itu. Dalam definisi lain, aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak.

Lebih lanjut aksiologi meliputi nilai-nilai parameter bagi apa yang disebut dengan kebenaran atau kenyataan. Sebagaimana kehidupan yang kita jalani berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materi dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukkan aspeknya sendiri. 

Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menjalankan ilmu praktis. Dalam pendekatan aksiologi ini ilmu harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia dengan cara melihat berbagai aspek kehidupan yang melingkupinya.  

Menurut Mc Guire, diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk melalui belajar dan sosialisasi.

Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan, dan masyarakat luas. Dalam realitasnya, nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku, pola berpikir, dan pola bersikap. Menurut Muhammad Noor Syam, aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang baik atau bagus itu. 

Dalam definisi lain, aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak. Kejelasan tentang masalah nilai ini penting dalam pendidikan. 

Sebab pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dan sebagai alat untuk memajukan masyarakat itu sendiri. Disadari bahwa nilai itu sendiri merupakan bagian dari isi kebudayaan. 

Padahal dilihat dari sudut pandang sosial, pendidikan merupakan upaya pewarisan nilai-nilai budaya kepada generasi muda supaya nilai-nilai tersebut secara berkelanjutan dapat terpelihara.

Manusia hidup bersama dengan hasil cipta, rasa, dan karsanya yang disebut kebudayaan. Manusia hidup bersama dengan keyakinan. Manusia juga hidup dengan ilmu serta pengalaman yang diperolehnya dalam kehidupan. Berdasarkan latar belakang kehidupan ini pula kemudian terbentuk tradisi dalam kehidupan manusia. Tradisi merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah.

Pendidikan secara langsung berkaitan dengan nilai. Berdasarkan nilai tersebut, pendidikan dapat menentukan tujuan, motivasi, kurikulum, metode belajar, dan sebagainya. Pendidikan terlebih dahulu harus menentukan nilai mana yang akan dianut sebelum menentukan kegiatannya. 

Hal ini berarti bahwa nilai terletak dalam tujuan. Pembahasan nilai-nilai pendidikan terletak di dalam rumusan dan uraian tentang tujuan pendidikan. Di dalam tujuan pendidikan itulah tersimpul semua nilai pendidikan yang hendak diwujudkan di dalam pribadi peserta didik.

Pendidikan, pada hakikatnya, merupakan interaksi manusia sesamanya, merupakan suatu interaksi sosial. Dalam proses interaksi inilah diperlukan nilai yang merupakan faktor inheren di dalamnya. Nilai merupakan fungsi hubungan sosial. Dalam arti di dalam hubungan sosial antar manusia merupakan suatu kemutlakan adanya nilai. 

Upaya pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu amanah dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh, karena itu, manusia harus mempertanggungjawabkan semua upaya pendidikan kepada-Nya. 

Oleh karena itu pulalah, setiap upaya pendidikan tidak hanya dilandasi oleh nilai-nilai yang dihasilkan manusia sebagai hasil renungan dari pengalamannya, lebih jauh nilai-nilai ketuhanan dan nilai yang bersumber dari Tuhan harus di jadikan landasan untuk menilai pendidikan, dan untuk menentukan nilai mana yang baik dan tidak baik di dalam pendidikan. 

Diantara pertanyaan-pertanyaan aksiologi yang harus dijawab guru sendiri adalah: Nilai-nilai apakah yang guru kenalkan pada siswa untuk diadopsi? Nilai-nilai apakah yang mengangkat umat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? 

Nilai-nilai apakah yang dipegang oleh orang yang benar-benar terdidik? Pada intinya, aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat, tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan itu. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan itu untuk kebaikan.

Nilai-nilai dalam Aksiologi

Etika

Istilah Etika berasal dari kata "ethos" (bahasa Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain, para ahli menyebutnyadengan moral, juga berarti kebiasaan, namun kedua kata inimemiliki arti berbeda, etika bersifat teori sedangkan moral bersifatpraktik. 

Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia dari sudut baik dan tidak baik yang berlaku umum. Etika mempersoalkan bagaimana manusia bertindak, sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tindakan manusia itu.

Secara ringkas, definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia, yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal atau tindakan manusia yang dilakukannya dengan sengaja. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia (baik/buruk) menurut situasi tertentu. 

Fungsi etika adalah untuk mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia. Hal ini banyak menuai permasalahan karena relatifnya penilaian setiap orang tentang cara berperilaku.

Namun, etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum. Perbuatan setiap manusia tidak akan sama, dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia dapat dinilai dengan etika.

Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika harus mempunyai syarat sebagai berikut: 1) perbuatan manusia harus disertai pengertian. Jika seseorang melakukan perbuatan jahat tetapi ia tak mengetahui bahwa perbuatannya itu melanggar hukum, maka perbuatannya itu tidak mendapat sanksi etika;2) perbuatan manusia dilakukan dengan sengaja; 3) perbuatan manusia dilakukan dengan bebas/ dengan kehendak sendiri.

Pengetahuan tentang etika dapat membantu guru memecahkan banyak dilema yang muncul di kelas. Sering kali, para guru harus mengambil tindakan dalam situasi-situasi dimana mereka tidak mampu mengumpulkan semua fakta relevan dan dimana tidak ada arah tindakan yang tunggal secara total benar atau salah. 

Misalnya, apakah seorang guru matematika dibenarkan dengan memisahkan dua gadis yang mengganggu dan menempatkan salah seorangnya di suatu kelompok matematika di bawah tingkat kemampuannya dalam upaya meningkatkan prestasi kelas keseluruhan.

Etika dapat menyumbangkan kepada guru cara-cara berpikir mengenai permasalahan-permasalahan yang sulit untuk menentukan arah tindakan yang benar. Cabang dari filsafat ini juga membantu guru memahami bahwa "pemikiran etis dan pembuatan keputusan bukanlah semata-mata mengikuti aturan-aturan. 

Estetika 

Cabang dari aksiologi yang dikenal sebagai estetika itu berhubungan dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan keindahan dan seni.Estetika disebut jugadengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasaldari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-halyang dapat diserap dengan indera atau serapan indera. 

Estetik membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indah atau tidak indah. Menurut Harry Broudy, seorang filosof pendidikan yang terkenal, mengatakan bahwa seni itu penting, tidak semata-mata indah. Melalui peningkatan persepsi-persepsi estetis para siswa dapat menentukan peningkatan makna dalam semua aspek kehidupan. 

Istilah Estetika dipopulerkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714 -- 1762) melalui beberapa uraian yangberkembang menjadi ilmu tentang keindahan (Encarta Encyclopedia 2001,1999). Baumgarten menggunakan istilah estetika untuk membedakan antara pengetahuan intelektual dan pengetahuan indrawi. 

Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk, dan sebagainya.

Keindahan seharusnya sudah dinilai begitu karya seni pertama kali dibuat. Namun rumusan keindahan pertama kali yang terdokumentasi adalah oleh filsuf Plato yang menentukan keindahan dari proporsi, keharmonisan, dan kesatuan. 

Sementara Aristoteles menilai keindahan datang dari aturan-aturan, kesimetrisan, dan keberadaan. Sedangkan pada bentuk yang melebihi nilai betul, hingga mencapai nilai baik penuh arti, maka bentuk tersebut dinilai sebagai indah. Dalam pengertian tersebut, maka sesuatu yang estetis belum tentu indah dalam arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis

Menurut Parkay, estetika juga membantu guru meningkatkan keefektifannya. Pengajaran, karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk ekspresi artistik, dapat dinilai menurut standar-standar artistik dari keindahan dan kualitas. Berkenaan dengan ini, guru adalah seorang seniman dan secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kerjanya.

Implikasi Aksiologi dalam Pendidikan

Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya dalam kepribadian peserta didik. Memang untuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk dan jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti mendalam dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan tugas utama pendidikan. 

Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi etika, estetika, dan nilai sosial. 

Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga, kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia pendidikan bahkan sebaliknya harus mendapat perhatian. 

Ajaran Islam merupakan perangkat sistem nilai yaitu pedoman hidup secara islami, sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Aksiologi pendidikan Islam berkaitan dengan nilai-nilai, tujuan, dan target yang akan dicapai dalam pendidikan Islam. 

Sedangkan tujuan pendidikan Islam menurut Abuddin Nata adalah untuk mewujudkan manusia yang shaleh, taat beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akhirat. Nilai-nilai tersebut harus dimuat dalam kurikulum pendidikan Islam, diantaranya:

1) Mengandung petunjuk akhlak.

2) Mengandung upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di bumi dan kebahagiaan di akhirat.

3) Mengandung usaha keras untuk meraih kehidupan yang baik.

4) Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan  akhirat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun