Mohon tunggu...
Yadi STP MM
Yadi STP MM Mohon Tunggu... Penulis - Science Content Writer PT Algarosan Nusantara

Berasal dari Rangkasbitung sekarang tinggal di Surabaya. Bekerja sebagai penulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel Cerita Ksatria Ilalang Bab 27 Lelaki Sederhana

4 Juni 2022   07:01 Diperbarui: 4 Juni 2022   07:16 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewi Sekar sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari tiga malam. Pada hari ketiga dia baru siuman. Matanya terbuka pelan-pelan, sadar bahwa saat itu dia sedang berada di suatu ruangan di sebuah pondok kayu yang berukuran sedang. Tiba-tiba dia merasakan sensasi hangat di sekujur tubuhnya, setelah diamati ternyata hampir seluruh tubuhnya telah dibalur oleh suatu ramuan obat. 

Di atas meja yang berada di samping kanannya, terlihat ada segelas minuman obat yang sudah tidak penuh lagi isinya. Dewi Sekar ingat, terakhir kali dia bertarung dengan Nyi Sundel kemudian kalah dan menjadi bulan`bulanan Nyi sundel sampai akhirnya tak sadarkan diri.

Beberapa jam kemudian, jaka Someh masuk ke dalam gubuk itu dan mendapati Dewi Sekar sudah siuman. Melihat Dewi Sekar sudah sadar, Jaka Someh merasa senang, kemudian dia berkata kepada Dewi Sekar

"Alhamdulillah Nyai sudah sadar...sudah tiga hari tiga malam Nyai pingsan...akang menemukan Nyai tergeletak di kebun sayur milik akang..." 

Jaka Someh berbohong kepada Dewi Sekar bahwa dia menemukan Dewi Sekar tergeletak pingsan di kebun sayurnya, padahal sebenarnya Jaka Someh lah yang menolong Dewi Sekar dari kejahatan Nyi Sundel yang kejam. Dewi Sekar berkata pelan kepada Jaka someh

"Akang ini siapa...?". 

Mendengar suara Dewi Sekar yang pelan dan lemah, Jaka Someh tersenyum, kemudian dia memperkenalkan diri

 "Nama akang  Jaka Someh, Nyai...atau Nyai juga bisa memanggil akang dengan sebutan Kang Someh...Akang  disini hidup menyendiri, kebetulan akang adalah seorang petani yang sedang menggarap lahan di bukit ini...oh iya, Nyai ini  siapa? Kenapa nyai bisa sampai ke bukit ini dalam keadaan pingsan?" 

Dewi Sekar hanya menganggukan kepalanya dengan pelan, kemudian dia mengenalkan dirinya kepada Jaka Someh yang telah menolongnya

"Nama saya Dewi sekar harum...tapi akang bisa memanggil saya Sekar..." 

Jaka Someh tersenyum setelah mendengar Dewi Sekar memperkenalkan dirinya, Jaka Someh mengangguk`anggukan kepala.

Setelah itu mereka saling terdiam, meskipun pikiran mereka saling berkecamuk dengan berbagai pertanyaan. Melihat Jaka Someh terdiam, Dewi Sekar berinisiatif memulai pembicaraan, dia menceritakan tentang perkelahiannya dengan nyi sundel. Dia bercerita dengan suara  pelan dan banyak berhenti. 

Sebenarnya dalam hati dia merasa heran, kenapa masih hidup padahal waktu itu nyi sundel begitu bernafsu ingin membunuhnya. Dewi Sekar ingat saat dia telah dikalahkan oleh Nyi Sundel dan nyaris mati, kemudian Dewi Sekar disiksa sampai akhirnya tak sadarkan diri.  Dalam hati, Dewi Sekar merasa curiga, mungkin Jaka Someh lah yang telah menolongnya dari kejahatan Nyi Sundel.

Namun melihat penampilan Jaka Someh yang tampak sederhana dan jauh dari sosok penampilan seorang pendekar, kecurigaannya pun menjadi hilang. Rasanya tidak mungkin kalau Jaka someh yang hanya seorang petani mampu mengalahkan Nyi Sundel yang terkenal sakti. 

Lalu siapakah yang telah menyelamatkannya dari Nyi Sundel, apakah benar bahwa Jaka Someh hanya menemukan dirinya sudah dalam keadaan pingsan? Lalu kemana nyi sundel dan kawan-kawannya sekarang ini, apakah mereka pergi begitu saja, meninggalkan dirinya dalam keadaan pingsan?.

Karena tidak mampu menjawab berbagai pertanyaan yang sedang berkecamuk dalam pikiran, Dewi Sekar memejamkan mata dan berusaha membuang jauh segala hal yang mengganggu pikirannya. Sambil menghela nafas, Dewi Sekar kembali membuka matanya. Jaka Someh hanya tersenyum kecil melihat Dewi Sekar yang nampak seperti orang yang sedang bingung.

Jaka someh berkata lembut kepada Dewi Sekar

"Nyai supaya cepat pulih kesehatannya, sekarang nyai makan dulu...ini akang telah membuatkan bubur untuk nyai...mohon dimakan ya...". 

Karena kondisi tubuh Dewi Sekar yang masih lemah, Jaka Someh membuatkan bubur dan mencoba untuk menyuapinya. Awalnya Dewi Sekar menolak untuk di suapi, namun Jaka someh tetap memaksa, akhirnya Dewi Sekar terpaksa menuruti bantuan Jaka Someh. Dengan telaten Jaka Someh menyuapi Dewi Sekar.

Setelah sekitar satu minggu, Dewi Sekar sudah mulai terlihat agak pulih kekuatannya. Dewi Sekar sudah mulai bisa berjalan meskipun harus dengan bantuan tongkat kayu.

Untuk sementara waktu Dewi Sekar terpaksa memilih untuk tetap tinggal di pondok Jaka Someh, meskipun hatinya merasa gelisah memikirkan nasib keluarganya yang sekarang mungkin dalam keadaan terancam bahaya.

Dengan kehadiran seorang wanita cantik, yang tinggal di pondoknya, Jaka Someh sebenarnya merasa canggung. Dia bukanlah tipikal seorang lelaki yang pandai mencari-cari kesempatan untuk menggoda wanita. Jaka Someh berusaha menjaga dirinya agar tidak terlalu dekat dengan Dewi Sekar. Selain karena merasa khawatir terpengaruh oleh jeratan hawa nafsu, dia juga takut kalau Dewi Sekar akan merasa tidak nyaman kepadanya.

Jaka Someh menemui Dewi Sekar hanya pada saat mau memberikan makan dan obat saja. Selebihnya dia memilih untuk berada di luar pondoknya. Bukan karena dia tidak menyukai perempuan, melainkan karena dia berusaha untuk menjaga diri dari hal-hal yang tidak etis. Bahkan saat malam tiba, Jaka Someh memilih tidur di serambi luar pondoknya.

Melihat sikap jaka Someh yang penuh kesopanan, tulus dan penuh rasa hormat, membuat Dewi Sekar merasa aman dan nyaman berada di pondok itu, dia tidak merasa takut akan dilecehkan oleh jaka Someh yang baru dikenalnya.

Dewi Sekar diam-diam memperhatikan kegiatan Jaka Someh dalam keseharian. Dia merasa kagum sekaligus takjub dengan Jaka someh yang tertib dalam beribadah. Tak pernah dia meninggalkan sholat lima waktu. Bahkan saat malam menjelang akhir, Dewi Sekar Harum pernah melihat Jaka someh sedang melaksanakan sholat tahajud dengan khusu. 

Dewi Sekar Harum juga pernah beberapa kali mendengar Jaka someh sedang membaca- ayat-ayat Al Quran dengan faseh dan tartil. Hatinya pun bergetar mendengar lantunan bacaaan Ayat Alquran yang sedang di baca oleh Jaka Someh. 

Belum pernah dia merasakan getaran dalam hatinya. Selama ini dia merasa jauh dari kegiatan beribadah. Bahkan Sholat pun dia belum pernah melaksanakannya. Padahal dia juga berasal dari keluarga seorang muslim. Hari-harinya hanya digunakan untuk berlatih ilmu kanuragan.

Dewi Sekar Harum merasa betah tinggal di pondok Jaka  Someh. Meskipun sederhana, namun sangat asri dan bersih. Ada taman-taman bunga di sekitar pondok itu.

Selain bangunan rumah, ada juga tempat pemandian yang terbuat dari batu gunung besar yang telah diukir sedemikian rupa sehingga membentuk bak penampungan air yang memiliki corong membentuk pancuran air.  Pemandian tersebut berada di dalam bangunan semi permanen dari pohon bambu. 

Atapnya terbuat dari daun kelapa yang sudah mengering. Sedangkan airnya berasal dari mata air yang ada di puncak bukit. Jernih dan menyegarkan. Di samping tempat pemandian terdapat juga bangunan toilet. 

Closetnya berupa closet jongkok yang terbuat dari batu alam yang telah di ukir sedemikian rupa, kemudian dihubungkan dengan septitank yang letaknya beberapa meter dari toilet tersebut. Dewi Sekar harum merasa takjub dengan kesemuanya itu.

Di beberapa bagian halaman  pondoknya terdapat taman-taman bunga yang menyebarkan keharuman alami. Bunganya pun terlihat indah dan menawan. Ada melati, cempaka, mawar, anggrek dan lainnya. Membuat Dewi Sekar bertambah betah tinggal di tempat itu.

Tak jauh dari pondok, terdapat juga tanur tungku api pelebur bebatuan untuk membuat bahan baku logam. Jaka someh ternyata membuat sendiri berbagai peralatan seperti golok, cangkul, wajan dan berbagai peralatan lainnya yang terbuat dari logam.

Dewi Sekar juga merasa heran dan takjub ketika melihat sebuah peralatan tenun yang tak jauh dari  pondok. Ternyata Jaka Someh juga adalah seorang penenun. Ada beberapa pakaian yang sudah jadi. Meskipun bentuknya sederhana, namun hasil jahitannya terlihat cukup rapi. 

Jaka Someh membuat bajunya sendiri setelah berhasil menenun kapas menjadi buntalan benang hingga jadi kain-kain yang sederhana.

Di sekitar alat tenunnya, masih terlihat beberapa karung kapas yang masih utuh. Meskipun sebagiannya sudah berubah menjadi pintalan benang.

"Hebat...Kang Someh...Dia adalah seorang manusia yang terampil dan mandiri"

Dewi Sekar bergumam pelan.

Tanpa terasa sekarang sudah hampir tiga minggu Dewi Sekar berada di pondok Jaka Someh.

Dewi Sekar kembali ingat akan Ayahnya yang akan diserang oleh gerombolan Ki Jabrik. Hatinya kembali dipenuhi rasa was-was dan kekhawatiran.

Meskipun belum seratus persen sembuh namun karena kawatir dengan keselamatan keluarganya, dia memutuskan untuk segera pulang. Pada suatu kesempatan Dewi Sekar menyampaikan niatnya tersebut kepada Jaka Someh, 

"Kang Someh, saya berterima kasih telah di tolong dan di rawat di sini, akang  sudah begitu baik terhadap saya...saya benar-benar minta maaf karena telah merepotkan akang selama di sini". 

Jaka someh tertawa mendengar perkataan Dewi Sekar

"He...he...bisa saja kamu  Nyai, memang sudah kewajiban akang untuk menolong sesama manusia...Akang tidak merasa direpotkan oleh Nyai...justru akang minta maaf karena mungkin belum mampu membuat nyai merasa nyaman untuk tinggal di sini...mohon maklum, gubuk akang sangat sederhana...". 

Dewi Sekar tersenyum mendengar jawaban Jaka Someh seperti itu, lalu dia kembali melanjutkan perkataannya

"Begini kang someh...bukannya saya tidak betah tinggal disini namun karena suatu hal yang genting...saya  harus segera pulang ke Sumedang hari ini juga, untuk membantu Rama saya yang akan melawan Ki Jabrik dan anak buahnya". 

Jaka Someh terkejut mendengar Dewi Sekar akan segera pergi dengan kondisi kesehatan yang masih belum pulih. Jaka someh berkata kepada Dewi Sekar

"waduh Nyai, kenapa buru-buru sekali, luka Nyai  belum seratus persen sembuh...tunggu  beberapa hari lagi biar lukanya sembuh dahulu...". 

Mendengar ucapan Jaka Someh yang berusaha menghalangi kepergiannya karena kawatir dengan keadaannya, Dewi Sekar mencoba menjelaskan kembali alasannya

"Maaf akang...Saya pergi  bukan karena apa-apa, tapi karena  saya memang benar-benar merasa khawatir akan keselamatan Rama saya...seperti yang pernah saya sampaikan kepada akang bahwa saat ini gerombolan Ki Jabrik sedang akan menyerang padepokan Rama saya...saya kawatir kang...karena Ki Jabrik adalah seorang pendekar yang sakti dan kejam, sudah banyak perguruan silat di pasundan ini yang  dihancurkannya....". 

Mendengar penjelasan Dewi Sekar seperti itu, Jaka Someh tak mampu lagi untuk menahan niat Dewi Sekar untuk pergi, dia memaklumi keadaan Dewi Sekar yang mengkawatirkan keluarganya.  Meskipun demikian, Jaka Someh tetap berusaha mencegah Dewi Sekar untuk pergi saat itu

"Akang mengerti akan kekawatiran Nyai...tapi Nyai sabar dulu ya, mohon tunggu sampai sembuh dahulu...mungkin dua atau tiga hari lagi...biar sekalian akang bantu siapkan kendaraan untuk Nyai..."   

Mendengar niat baik Jaka Someh yang mau menyaiapkan kendaraan untuknya, Dewi Sekar berusaha untuk menolaknya, dia tidak mau merepotkan lagi, Dewi Sekar berkata kepada Jaka Someh

"Tidak usah kang...jangan merepotkan akang lagi...biar saya jalan kaki saja...saya akan berangkat hari ini juga..." 

Jaka Someh bersikeras menahan Dewi Sekar untuk pulang hari itu

"Waduh tidak bisa Nyai...kondisi Nyai  belum sembuh betul...jalannya saja masih belum kokoh... masih sempoyongan begitu...ya sudah begini saja...Kalau memang Nyai tetap memaksa, besok saja ya...nanti akang antar...hari ini juga akang akan siapkan sebuah kendaraan..." 

Dewi Sekar masih berusaha untuk menolaknya, namun karena Jaka Someh juga bersikeras,  akhirnya Dewi Sekar luluh dengan niat tulus Jaka someh yang mau menolongnya, Dewi Sekar berkata kepada jaka Someh

"Ya sudah lah...kalau begitu...terserah kang Someh saja...tapi saya tidak mau merepotkan akang lagi...". 

Jaka Someh tersenyum mendengar ucapan Dewi Sekar yang sudah mulai luluh, kemudian dia berkata kepada Dewi Sekar

"kamu tidak merepotkan  saya koq Nyai...ini  memang sudah kewajiban sesama umat manusia, kebetulan juga akang hidup sendiri dan senang kalau di ajak jalan-jalan...he...he..." 

Dewi Sekar tersenyum dengan memamerkan lesung pipitnya kepada jaka Someh. Dada Jaka someh tiba`tiba menjadi dag dig dug tidak karuan. Sesaat dia terpana melihat senyuman indah Dewi Sekar yang mempesonanya. Setelah sadar, Jaka Someh segera memalingkan muka untuk menghindari tatapan dengan Dewi Sekar. Ada perasaan aneh yang menguasai dirinya saat itu.

"Astagfirulloh..." 

Jaka Someh mengucapkan istigfar di dalam hatinya. Khawatir hawa nafsu akan menguasai dirinya. Tak lama kemudian dia berpamitan untuk pergi dari hadapan Dewi Sekar.

Bersambung ke Bab 28 Gerobak Sapi Untuk Perjalanan

Kembali ke Daftar Isi dan Sinopsis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun