"Rumahmu lumayan nyaman, penataannya bagus!" pujinya, aku meringis sambil menggaruk leherku yang sudah tentu tidak gatal, "sebenarnya papa yang pandai mengatur ruangan, aku sih paling...cuma bisa memberantaki!"
Dia tertawa lembut, aku menyuruhnya untuk duduk dulu di ruang tengah. Bibi segera datang membawa secangkir teh melati hangat untuknya. Sementara aku memanggil papa di ruang kerjanya,
Papa menghentikan langkah ketika sampai di ruang tamu, Rana berdiri dari duduknya. Mereka bertatapan, membuatku heran. Tapi aku dan papa kembali melangkah hingga ke depan Rana. Mereka masih bertatapan seolah saling mengenal.
Tunggu, saling mengenal? Tidak mungkin!
"Albert!" sapa Rana. Aku terpaku.
"Rana!" balas papa.
Aku semakin terpaku. Mereka saling mengenal! Aku tak tahu harus bagaimana selain hanya diam memandangi keduanya secara bergantian. Mengartikan tatapan mereka yang sungguh membuatku gusar. Tatapan yang penuh kerinduan bagai sepasang kekasih yang baru dipertemukan setelah sekian lama terpisah.
Â
__________o0o__________
Â
Selanjutnya, Pengantin Papaku (4) || Pengantin Papaku (1)