"Teman, pacar maksud papa. Papa punya pacar?" spontanku tak percaya. Tentu saja, setahuku, papa masih mengharapkan wanita itu.
"Bukan pacar, Alan. Papa bahkan belum pernah bertemu langsung dengannya. Selama ini papa hanya berhubungan dengannya melalui YM, paling cuma viedo call-an!"
"A, ha...ha...aaa....papa seperti ABG saja, pake video call-an segala. Hati-hati pa, jangan-jangan itu cabe-cabean yang sedang mencari om-om pa!"
"Dia tidak seperti itu percayalah. Kau mau ikut serta kan?"
"Pa, itu kan dinner papa. Males ah, nanti aku jadi obat nyamuk disana!" tolakku.
"Alan, papa mohon. Papa juga ingin kau mengenalnya, suatu saat dia akan...!"
"Menjadi istri papa?" potongku, "tidak pa, aku tidak mau punya ibu tiri. Jika papa hanya sekedar buat have fun, it's ok pa. Alan juga mengerti papa masih butuh perempuan, masih butuh kehangatan...!"
PLAKK!
Seketika pipiku terlempar ke samping. Pertama kalinya papa menamparku. Ku toleh wajah papa yang terlihat marah kepadaku, "pa, mungkin perempuan itu hanya akan memanfaatkan papa saja. Tidak beda dengan wanita itu, pada akhirnya mereka akan mempermainkan papa. Dan...!"
"Kau benar!" potong papa, "papa memang sudah tua, papa juga pria yang membosankan. Papa memang tidak seharusnya berfikir untuk memiliki seorang kekasih layaknya anak muda sepertimu!"
Kalimat papa membuatku membeku, binar kebahagiaan yang beberapa detik lalu kulihat di matanya lenyap seketika. Dia berlalu dengan memasang duka, aku tahu telah menyakiti hatinya. Tanpa sengaja, aku telah menganggap bahwa tak ada seorang wanitapun yang mau mencintai papa dengan tulus. Tapi memang itu yang aku kuatirkan. Tapi aku tak berniat seperti itu!