"Argh...!" rintihku. Kenapa kepalaku rasanya jadi pening begini? Ku pegang kepalaku karena rasanya sakit sekali, seseorang yang menyebut nama Rose muncul dalam ingatanku.
Aku tidak tahu bagaimana, tapi...?
Rasa pening itu menghilang berangsur, ku benarkan dudukku menghadap ke depan. Dadaku menjadi sesak, tak pernah kurasakan hal seperti ini sebelumnya. Apalagi terhadap orang yang baru saja ku temui! Sekali lagi ku toleh dia. Aku terlonjak. Dia sudah membuka matanya menatapku dalam. Tatapan yang..., aneh tapi mata itu...?
* * * Â
Aku seperti mendengar dia berbicara.
"Kau mengatakan sesuatu?" tanyaku.
Dia diam untuk beberapa detik, lalu menjawab, "no!" simple. Tapi tatapan matanya jelas menyimpan sesuatu, sesuatu yang membuatku tidak tahan untuk membalasnya. Dan aku tak mau terjebak dalam situasi semacam ini terlalu lama.
"Ok, kau sudah cukup beristirahat. Sekarang katakan padaku kemana tujuanmu, aku tidak bisa menemanimu berputar-putar dengan lukamu itu!" jujurku. Memang, darahnya sudah berhenti mengalir, "aku antarkan kau, dan urusan kita beres. Kau tak perlu kuatir, aku tidak akan bercerita pada siapapun!" janjiku.
"Ok, aku butuh antibiotik, dan obat sakit kepala. Bisa kau carikan apotik yang letaknya tak terlalu ramai?" pintanya.
"Ya, kurasa bisa!"
"Thank you!"